Gelar Diskusi di Cirebon, DPD RI Ingin Amandemen UUD 45 Bersama-sama
loading...
A
A
A
CIREBON - Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) mengusulkan lima proposal sistem kenegaraan DPD RI, salah satunya adalah ingin agar anggota DPR RI berasal dari non partai alias perseorangan.
Untuk itu, DPD RI berharap semua pihak membantu mewujudkan sehingga mampu memberikan rasa keadilan, dan menjawab tantangan masa depan berdasarkan jati diri bangsa.
"Kita semua harus mendorong MPR dan semua Lembaga Negara serta institusi TNI dan Polri, termasuk organisasi-organisasi masyarakat serta keagamaan dan partai-partai politik, untuk bersama-sama membangun konsensus nasional guna mewujudkan hal tersebut," kata Ketua DPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Kerja dengan Media Daerah dengan tema "Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI" di Cirebon, Jawa Barat, dikutip Minggu (24/9/2023)
LaNyalla menilai, peran jurnalis sangat penting untuk meresonansikan gagasan demi Indonesia yang lebih baik kepada seluruh elemen bangsa. Sehingga, Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai negara Pancasila dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen untuk dilakukan amandemen bersama.
"Sehingga bangsa ini kembali ke fitrah Negara Pancasila dengan jalan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, untuk kemudian secara bersama kita melakukan amandemen dengan teknik adendum," ujarnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan aspirasi yang diserap lembaganya dari di seluruh provinsi di Indonesia, disimpulkan bahwa hampir seluruh masyarakat di daerah merasakan ketidakadilan dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.
Setelah dilakukan penelaahan, lanjut dia, akar persoalannya adalah konstitusi hasil amandemen pada tahun 1999 hingga 2002 selama empat tahun masih menyisakan masalah sangat fundamental. Yaitu hasil amandemen telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi dan meninggalkan Pancasila sebagai identitas konstitusi.
"Inilah persoalan sebenarnya yang membuat bangsa dan negara ini semakin individualis dan ekonominya semakin kapitalis. Sehingga jurang ketimpangan semakin tinggi. Jalan keluarnya tentu kita harus kembali kepada Pancasila," beber LaNyalla.
Untuk itu, LaNyalla berupaya mewujudkan agar bangsa ini kembali kepada Pancasila sebagai jati diri bangsa tentu dengan mengembalikan konstitusi negara ini kepada rumusan para pendiri bangsa. Sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa secara terang benderang berazaskan Pancasila.
Sehingga, menurut dia, sistem bernegara yang dipilih adalah sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh komponen bangsa. Karena pada hakikatnya kedaulatan rakyat secara utuh harus berada di lembaga tertinggi negara.
Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan bahwa DPD RI mengajukan Lima Proposal Kenegaraan. Salah satunya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan. MPR tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Rahman Hadi berharap ada kolaborasi antara DPD RI dengan para awak media agar tercipta akselerasi percepatan informasi terkait dengan kinerja DPD RI sebagai lembaga aspirasi masyarakat.
"Karena tanpa adanya kolaborasi dan sinergitas KWP dengan DPD RI, maka kerja kerja politik DPD RI tidak akan sampai kepada masyarakat," tutur Rahman Hadi.
Sementara itu, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan mendorong DPD RI secara masif mensosialisasikan dan membahas Lima Proposal Kenegaraan tersebut dengan menggelar diskusi secara rutin dengan wartawan yang tergabung dalam KWP di Senayan, Jakarta.
"Mari kita bedah secara mendalam Lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini dengan menggelar diskusi rutin di Senayan. Kami dari KWP beranggotakan wartawan yang sehari-hari melakukan peliputan di Senayan, siap bekerja sama untuk ini," seru Ariawan.
Adapun lima proposal sistem kenegaraan DPD RI tersebut di antaranya:
Pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta Pemilu unsur perseorangan atau non-partisan.
Ketiga, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.
Keempat, memberikan ruang pemberian pendapat kepada utusan daerah dan utusan golongan terhadap materi Rancangan Undang-undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-undang di DPR.
Kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi.
Untuk itu, DPD RI berharap semua pihak membantu mewujudkan sehingga mampu memberikan rasa keadilan, dan menjawab tantangan masa depan berdasarkan jati diri bangsa.
"Kita semua harus mendorong MPR dan semua Lembaga Negara serta institusi TNI dan Polri, termasuk organisasi-organisasi masyarakat serta keagamaan dan partai-partai politik, untuk bersama-sama membangun konsensus nasional guna mewujudkan hal tersebut," kata Ketua DPR RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam Forum Komunikasi dan Diseminasi Program Kerja dengan Media Daerah dengan tema "Membedah Lima Proposal Kenegaraan DPD RI" di Cirebon, Jawa Barat, dikutip Minggu (24/9/2023)
LaNyalla menilai, peran jurnalis sangat penting untuk meresonansikan gagasan demi Indonesia yang lebih baik kepada seluruh elemen bangsa. Sehingga, Indonesia kembali ke fitrahnya sebagai negara Pancasila dan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen untuk dilakukan amandemen bersama.
"Sehingga bangsa ini kembali ke fitrah Negara Pancasila dengan jalan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, untuk kemudian secara bersama kita melakukan amandemen dengan teknik adendum," ujarnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan aspirasi yang diserap lembaganya dari di seluruh provinsi di Indonesia, disimpulkan bahwa hampir seluruh masyarakat di daerah merasakan ketidakadilan dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan.
Setelah dilakukan penelaahan, lanjut dia, akar persoalannya adalah konstitusi hasil amandemen pada tahun 1999 hingga 2002 selama empat tahun masih menyisakan masalah sangat fundamental. Yaitu hasil amandemen telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi dan meninggalkan Pancasila sebagai identitas konstitusi.
"Inilah persoalan sebenarnya yang membuat bangsa dan negara ini semakin individualis dan ekonominya semakin kapitalis. Sehingga jurang ketimpangan semakin tinggi. Jalan keluarnya tentu kita harus kembali kepada Pancasila," beber LaNyalla.
Untuk itu, LaNyalla berupaya mewujudkan agar bangsa ini kembali kepada Pancasila sebagai jati diri bangsa tentu dengan mengembalikan konstitusi negara ini kepada rumusan para pendiri bangsa. Sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa secara terang benderang berazaskan Pancasila.
Sehingga, menurut dia, sistem bernegara yang dipilih adalah sistem Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaan seluruh komponen bangsa. Karena pada hakikatnya kedaulatan rakyat secara utuh harus berada di lembaga tertinggi negara.
Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan bahwa DPD RI mengajukan Lima Proposal Kenegaraan. Salah satunya, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan. MPR tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Rahman Hadi berharap ada kolaborasi antara DPD RI dengan para awak media agar tercipta akselerasi percepatan informasi terkait dengan kinerja DPD RI sebagai lembaga aspirasi masyarakat.
"Karena tanpa adanya kolaborasi dan sinergitas KWP dengan DPD RI, maka kerja kerja politik DPD RI tidak akan sampai kepada masyarakat," tutur Rahman Hadi.
Sementara itu, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) Ariawan mendorong DPD RI secara masif mensosialisasikan dan membahas Lima Proposal Kenegaraan tersebut dengan menggelar diskusi secara rutin dengan wartawan yang tergabung dalam KWP di Senayan, Jakarta.
"Mari kita bedah secara mendalam Lima Proposal Kenegaraan DPD RI ini dengan menggelar diskusi rutin di Senayan. Kami dari KWP beranggotakan wartawan yang sehari-hari melakukan peliputan di Senayan, siap bekerja sama untuk ini," seru Ariawan.
Adapun lima proposal sistem kenegaraan DPD RI tersebut di antaranya:
Pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.
Kedua, membuka peluang anggota DPR berasal dari peserta Pemilu unsur perseorangan atau non-partisan.
Ketiga, memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah, bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di Era Orde Baru.
Keempat, memberikan ruang pemberian pendapat kepada utusan daerah dan utusan golongan terhadap materi Rancangan Undang-undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-undang di DPR.
Kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi.
(shf)