Geger Harta Gono-gini, Rumah di Kediri Dihancurkan Pakai Alat Berat hingga Rata Tanah
loading...
A
A
A
KEDIRI - Geger harta gono-gini usai perceraian, mengakibatkan sebuah rumah di Desa Pranggang, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, dihancurkan menggunakan alat berat. Rumah yang ditaksir seharga Rp200 juta tersebut, akhirnya rata dengan tanah.
Rumah yang menjadi harta gono-gini tersebut, dibangun oleh Alip Febri Santoso, dan Binti Makrifah saat keduanya masih berstatus sebagai pasangan suami istri. Namun, setelah mereka bercerai terjadi perselisihan terkait pembangian harta gono-gini tersebut.
Keduanya, sepakat untuk membongkar rumah yang pernah mereka tempati bersama dua buah hati hasil pernikahan keduanya. Kesepakatan untuk membongkar rumah harta gono-gini tersebut, juga sudah dituangkan dalam surat perjanjian yang diketahui Kepala Desa Pranggang.
Kuasa hukum Binti Makrifah, Mohammad Rofian menjelaskan, mediasi telah dilakukan oleh kedua belah pihak, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya disepakati, setelah proses perceraian selesai rumah yang menjadi harta gono-gini tersebut dirobohkan.
Sebelum rumah ini dirobohkan, Binti Makrifah menginginkan agar rumah yang menjadi harta gono-gini itu diatasnamakan anak-anaknya. Namun dari pihak keluarga Alip Febri Santoso keberatan, karena tanah yang ditempati bangunan tersebut masih atas nama orang tua Alip Febri Santoso.
Alip Febri Santoso pernah menawarkan untuk memberikan ganti rugi dalam bentuk uang, namun hanya senilai Rp10 juta. Tawaran tersebut ditolak oleh Binti Makrifah. Bahkan, Binti Makrifah justru menawarkan untuk memberi ganti rugi dengan nilai lebih tinggi dari Alip Febri Santoso.
Tawaran Binti Makrifah tersebut, ditolak juga oleh keluarga Alip Febri Santoso karena persoalan tanah. "Akhirnya, disepakati untuk merobohkan bangunan rumah yang dibangun bersama saat pasangan berumah tangga," ungkap Rofian.
Rofian menambahkan, untuk mempercepat proses pembongkaran rumah tersebut, akhirnya digunakan alat berat. Untuk biaya pembongkaran rumah harta gono-gini tersebut, secara keseluruhan ditanggung Binti Makrifah.
Sebelum rumah harta gono-gini tersebut dirobohkan menggunakan alat berat, pintu dan jendela yang masih bisa dimanfaatkan dibongkar terlebih dahulu, untuk dihibahkan kepada organisasi sosial Lazisnu.
Rumah yang menjadi harta gono-gini tersebut, dibangun oleh Alip Febri Santoso, dan Binti Makrifah saat keduanya masih berstatus sebagai pasangan suami istri. Namun, setelah mereka bercerai terjadi perselisihan terkait pembangian harta gono-gini tersebut.
Keduanya, sepakat untuk membongkar rumah yang pernah mereka tempati bersama dua buah hati hasil pernikahan keduanya. Kesepakatan untuk membongkar rumah harta gono-gini tersebut, juga sudah dituangkan dalam surat perjanjian yang diketahui Kepala Desa Pranggang.
Kuasa hukum Binti Makrifah, Mohammad Rofian menjelaskan, mediasi telah dilakukan oleh kedua belah pihak, namun tidak membuahkan hasil. Akhirnya disepakati, setelah proses perceraian selesai rumah yang menjadi harta gono-gini tersebut dirobohkan.
Sebelum rumah ini dirobohkan, Binti Makrifah menginginkan agar rumah yang menjadi harta gono-gini itu diatasnamakan anak-anaknya. Namun dari pihak keluarga Alip Febri Santoso keberatan, karena tanah yang ditempati bangunan tersebut masih atas nama orang tua Alip Febri Santoso.
Alip Febri Santoso pernah menawarkan untuk memberikan ganti rugi dalam bentuk uang, namun hanya senilai Rp10 juta. Tawaran tersebut ditolak oleh Binti Makrifah. Bahkan, Binti Makrifah justru menawarkan untuk memberi ganti rugi dengan nilai lebih tinggi dari Alip Febri Santoso.
Tawaran Binti Makrifah tersebut, ditolak juga oleh keluarga Alip Febri Santoso karena persoalan tanah. "Akhirnya, disepakati untuk merobohkan bangunan rumah yang dibangun bersama saat pasangan berumah tangga," ungkap Rofian.
Rofian menambahkan, untuk mempercepat proses pembongkaran rumah tersebut, akhirnya digunakan alat berat. Untuk biaya pembongkaran rumah harta gono-gini tersebut, secara keseluruhan ditanggung Binti Makrifah.
Sebelum rumah harta gono-gini tersebut dirobohkan menggunakan alat berat, pintu dan jendela yang masih bisa dimanfaatkan dibongkar terlebih dahulu, untuk dihibahkan kepada organisasi sosial Lazisnu.
(eyt)