Momen Pasukan Kerajaan Mataram Bantu Belanda Melintasi Sungai yang Banyak Buaya Ganas

Minggu, 25 Juni 2023 - 06:12 WIB
loading...
Momen Pasukan Kerajaan Mataram Bantu Belanda Melintasi Sungai yang Banyak Buaya Ganas
Pasukan Kerajaan Mataram membantu Belanja melintasi sungai dengan banyak buaya ganas.Foto/ilustrasi
A A A
Kerajaan Mataram konon turut membantu pasukan Belanda menanggulangi upaya-upaya perlawanan dari masyarakat. Kala itu sang penguasa jatuh di tangan Sultan Amangkurat II yang baru naik takhta menjadi raja di usia muda.

Pasukan Mataram itu berangkat dan bergabung dengan tentara Belanda pertama kali bergerak dari Jepara menuju pedalaman Jawa. Saat itu, waktu menunjukkan hari Senin 5 September 1678 kala Sultan Amangkurat II baru naik takhta pada 1677.

Sang penguasa Mataram ini turut tersingkir dari keraton lama akibat serangkaian peristiwa. Sang penguasa Mataram ini kemudian membangun keraton baru di Kartasura, menggantikan keratonnya di Plered.

Lucien Adam pada "Antara Lawu dan Wilis : Arkeologi, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan", menyebutkan, sang raja muda bersama prajuritnya bergabung dengan pasukan Hurdt. Pada 28 September 1678, pasukan ini mencapai Kali Sawur yang sekarang menjadi perbatasan antara Surakarta dan Madiun.

Baca juga: Fakta Baru! Inses Anak dan Ibu Kandung di Bukittinggi sudah Berlangsung 11 Tahun, Ayahnya Tinggal Serumah

Dalam catatan harian Hurdt, nama sungai tersebut memakai nama sebuah desa, Dusun Kiping," yang sekarang masih ada dan masuk wilayah Surakarta. Pada 1678, desa tersebut masuk wilayah Jogorogo, yang membentang sampai Kali Ketonggo, sebuah anak sungai Kali Madiun.

Pada keesokan harinya, 29 September, pasukan Hurdt kemudian menyeberangi Kali Sawur dan melewati suatu daerah yang dideskripsikan sebagai tanah yang sangat indah pemandangannya, tinggi, tetapi terpencil. Selanjutnya, pasukan menyeberangi dua sungai kecil.

Sungai pertama adalah Kali Dadung, yang sampai sekarang dikenal dengan nama yang sama dan merupakan cabang Bengawan Solo. Setengah jam kemudian, pasukan itu tiba di Sungai Brongo, yang kemungkinan besar kini dikenal sebagai Kali Kedungmiri atau Kali Kenteng.

Setelah melewati kedua kali ini, pasukan memasuki sebuah daerah yang digambarkan sebagai lanskap yang sangat menyenangkan, membentang luas, polos, dan tinggi. Sebuah dataran yang penuh dengan rusa dan babi yang berlindung di bawah pohon hijau dan cabang-cabang sungai.

Mereka melanjutkan perjalanan melalui sawah berawa yang berada di barat laut daerah Walikukun dan menyeberangi Sungai Brak yang diduga adalah Kali Bibis. Hurdt kemudian mencatat bahwa pasukan berhenti di Desa Kapo, yang sesungguhnya pasti merupakan Desa Kawuk, sebuah permukiman paling tua di daerah Walikukun. Di tempat ini, pasukan beristirahat hingga 2 Oktober 1678.

Sementara tentara Hurdt menempuh jalur tadi, Kapten Arnout Wesdorp atau sekitar 1640 - 1678, beserta pasukannya sendiri pergi ke Jogorogo karena diperkirakan daerah itu masih menjadi pertahanan kekuatan besar pemberontak.

Namun demikian, perjalanan ini sia-sia karena penginapan (logementen) itu sepi dan ditinggalkan musuhnya dan juga oleh penduduknya, yang lari menuju daerah pegunungan.

Dengan demikian, pada 30 September, Kapten Wesdorp diperintahkan untuk pergi membawa pasukan garda depan atau bernama avant-garde menuju Desa Gerih, sebuah desa yang masih ada sampai sekarang atau sekarang di Kecamatan Geneng, di dekat Kali Trinil atau Kali Gerih. Desa ini berada di jalan besar Maospati-Ngawi, dekat dengan perbatasan Magetan dan Ngawi.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5255 seconds (0.1#10.140)