Kisah Rahasia Ki Ageng Pemanahan Lahirkan Raja-raja Mataram Penguasa Tanah Jawa
loading...
A
A
A
KI AGENGPemanahan merupakan sosok penting di balik lahirnya raja-raja besar penguasa tanah Jawa dari Kerajaan Mataram di Kotagede, Yogyakarta, DIY. Dialah yang pertama membuka alas atau Hutan Mentaok untuk dijadikan pemukiman bernama Desa Mataram pada 1556 Masehi.
Kisah lahirnya Kerajaan Mataram ini dimulai saat Kerajaan Demak mengalami konflik perebutan kekuasaan usai Sultan Trenggana wafat pada 1546 Masehi.
Putra Sultan Trenggana bernama Sunan Prawata naik tahta. Tragis, Sunan Prawata meninggal dibunuh oleh orang suruhan dari sepupunya bernama Arya Penangsang yang berkuasa sebagai Adipati di Jipang. Tak hanya itu, Arya Penangsang juga membunuh Sultan Hadlirin yang merupakan suami Ratu Kalinyamat yang berkuasa di wilayah Jepara. Sedangkan Ratu Kalinyamat merupakan putri Sultan Trenggana.
Kerabat Kerajaan Demak yang berkuasa di Pajang, Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir saat itu juga akan dihabisi oleh Arya Penangsang. Hingga akhirnya Sultan Hadiwijaya membuat sayembara untuk mengalahkan Arya Penangsang.
Pemenangnya akan diberi hadiah tanah perdikan. Sayembara itu menarik perhatian tiga orang sakti yang bersahabat, yakni Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi dan Ki Juru Martani yang merupakan kakak ipar Ki Ageng Pemanahan. Ketiganya bersama Danang Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) ikut sayembara untuk adu kesaktian mengalahkan Arya Penangsang.
Perang tanding pun terjadi di pinggir Bengawan Sore. Arya Penangsang dengan gagah naik kuda kesayangannya bernama Gagak Rimang memimpin pasukan Jipang melawan Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki Juru Martani dan Sutawijaya. Pertempuran dahsyat itu terjadi pada tahun 1549.
Kala itu Arya Penangsang terkenal sakti mandra guna dan memiliki senjata sakti yang terkenal dan dinamai Keris Kiai Setan Kober.
Namun Arya Penangsang lengah di tengah pertempuran hingga akhirnya meninggal di tangan Danang Sutawijaya yang kelak setelah menjadi pemimpin berganti nama menjadi Panembahan Senopati. Sutawijaya juga merupakan anak angkat Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Setelah memenangkan sayembara, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah tanah perdikan di Hutan Mentaok. Sedangkan Ki Panjawi mendapat tanah perdikan di daerah Pati yang berada di pesisir utara Jawa.
Konon Ki Ageng Pamanahan mengetahui apa yang pernah diramalkan oleh Sunan Giri, yakni bahwa kelak di Mataram akan muncul raja-raja besar yang berkuasa atas seluruh tanah Jawa, sebagaimana dikutip dari "Puncak Kekuasaan Mataram : Politik Ekspansi Sultan Agung", dari De Graaf.
Sunan Giri meramalkan, Mataram akan menjadi sebuah kekuatan yang besar yang menjadi pusat politik di tanah Jawa.
Setelah Hutan Mentaok dibabat dan dibuka, maka Ki Ageng Pemanahan menjadi kepala Desa Mataram pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Status Desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak.
Namun, Ki Ageng Pemanahan punya kewajiban menghadap Sultan Hadiwijaya di Pajang.
Babad Tanah Jawi mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pemanahan selaku leluhur raja-raja Mataram.
Kala itu setelah membuka Desa Mataram, Ki Ageng Pemanahan pergi mengunjungi sahabatnya di Desa Giring yang saat ini berada di kawasan Gunungkidul. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.
Ki Ageng Pemanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Ageng Pemanahan menghabiskan airnya. Ki Ageng Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut.
Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pemanahan yang dipilih Tuhan untuk menurunkan raja-raja Pulau Jawa. Meski demikian, Ki Ageng Giring menyampaikan keinginan kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunannya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram.
Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ketujuh. Ki Ageng Pemanahan mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju. Namun, sebelum menikmati hasil, tahun 1575 ia menderita sakit lalu meninggal dunia.
Usahanya kemudian dilanjutkan oleh sang anak yaitu Danang Sutawijaya yang terkenal dengan nama Panembahan Senopati. Sosok Panembahan Senopati terkenal sebagai seorang ahli strategi perang dan dikenal dengan nama Senopati ing Alaga.
Selanjutnya Kerajaan Mataram berkembang pesat. Hingga puncak kejayaan kerajaan Islam yang berusat di Kotagede, Yogyakarta itu berlangsung saat dipimpin oleh Sultan Agung.
Lihat Juga: Momen Perubahan Gaya Hidup Sultan Hamengkubuwono IV yang Berseberangan dengan Pangeran Diponegoro
Kisah lahirnya Kerajaan Mataram ini dimulai saat Kerajaan Demak mengalami konflik perebutan kekuasaan usai Sultan Trenggana wafat pada 1546 Masehi.
Baca Juga
Putra Sultan Trenggana bernama Sunan Prawata naik tahta. Tragis, Sunan Prawata meninggal dibunuh oleh orang suruhan dari sepupunya bernama Arya Penangsang yang berkuasa sebagai Adipati di Jipang. Tak hanya itu, Arya Penangsang juga membunuh Sultan Hadlirin yang merupakan suami Ratu Kalinyamat yang berkuasa di wilayah Jepara. Sedangkan Ratu Kalinyamat merupakan putri Sultan Trenggana.
Kerabat Kerajaan Demak yang berkuasa di Pajang, Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir saat itu juga akan dihabisi oleh Arya Penangsang. Hingga akhirnya Sultan Hadiwijaya membuat sayembara untuk mengalahkan Arya Penangsang.
Pemenangnya akan diberi hadiah tanah perdikan. Sayembara itu menarik perhatian tiga orang sakti yang bersahabat, yakni Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi dan Ki Juru Martani yang merupakan kakak ipar Ki Ageng Pemanahan. Ketiganya bersama Danang Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) ikut sayembara untuk adu kesaktian mengalahkan Arya Penangsang.
Perang tanding pun terjadi di pinggir Bengawan Sore. Arya Penangsang dengan gagah naik kuda kesayangannya bernama Gagak Rimang memimpin pasukan Jipang melawan Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi, Ki Juru Martani dan Sutawijaya. Pertempuran dahsyat itu terjadi pada tahun 1549.
Baca Juga
Kala itu Arya Penangsang terkenal sakti mandra guna dan memiliki senjata sakti yang terkenal dan dinamai Keris Kiai Setan Kober.
Namun Arya Penangsang lengah di tengah pertempuran hingga akhirnya meninggal di tangan Danang Sutawijaya yang kelak setelah menjadi pemimpin berganti nama menjadi Panembahan Senopati. Sutawijaya juga merupakan anak angkat Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir).
Setelah memenangkan sayembara, Ki Ageng Pemanahan mendapat hadiah tanah perdikan di Hutan Mentaok. Sedangkan Ki Panjawi mendapat tanah perdikan di daerah Pati yang berada di pesisir utara Jawa.
Konon Ki Ageng Pamanahan mengetahui apa yang pernah diramalkan oleh Sunan Giri, yakni bahwa kelak di Mataram akan muncul raja-raja besar yang berkuasa atas seluruh tanah Jawa, sebagaimana dikutip dari "Puncak Kekuasaan Mataram : Politik Ekspansi Sultan Agung", dari De Graaf.
Sunan Giri meramalkan, Mataram akan menjadi sebuah kekuatan yang besar yang menjadi pusat politik di tanah Jawa.
Setelah Hutan Mentaok dibabat dan dibuka, maka Ki Ageng Pemanahan menjadi kepala Desa Mataram pertama bergelar Ki Ageng Mataram. Status Desa Mataram adalah desa perdikan atau daerah bebas pajak.
Namun, Ki Ageng Pemanahan punya kewajiban menghadap Sultan Hadiwijaya di Pajang.
Babad Tanah Jawi mengisahkan keistimewaan lain yang dimiliki Ki Ageng Pemanahan selaku leluhur raja-raja Mataram.
Kala itu setelah membuka Desa Mataram, Ki Ageng Pemanahan pergi mengunjungi sahabatnya di Desa Giring yang saat ini berada di kawasan Gunungkidul. Pada saat itu Ki Ageng Giring baru saja mendapatkan buah kelapa muda bertuah yang jika diminum airnya sampai habis, si peminum akan menurunkan raja-raja Jawa.
Ki Ageng Pemanahan tiba di rumah Ki Ageng Giring dalam keadaan haus. Ia langsung menuju dapur dan menemukan kelapa muda ajaib itu. Dalam sekali teguk, Ki Ageng Pemanahan menghabiskan airnya. Ki Ageng Giring tiba di rumah sehabis mandi di sungai. Ia kecewa karena tidak jadi meminum air kelapa bertuah tersebut.
Namun, akhirnya Ki Ageng Giring pasrah pada takdir bahwa Ki Ageng Pemanahan yang dipilih Tuhan untuk menurunkan raja-raja Pulau Jawa. Meski demikian, Ki Ageng Giring menyampaikan keinginan kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunannya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram.
Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ketujuh. Ki Ageng Pemanahan mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju. Namun, sebelum menikmati hasil, tahun 1575 ia menderita sakit lalu meninggal dunia.
Usahanya kemudian dilanjutkan oleh sang anak yaitu Danang Sutawijaya yang terkenal dengan nama Panembahan Senopati. Sosok Panembahan Senopati terkenal sebagai seorang ahli strategi perang dan dikenal dengan nama Senopati ing Alaga.
Selanjutnya Kerajaan Mataram berkembang pesat. Hingga puncak kejayaan kerajaan Islam yang berusat di Kotagede, Yogyakarta itu berlangsung saat dipimpin oleh Sultan Agung.
Lihat Juga: Momen Perubahan Gaya Hidup Sultan Hamengkubuwono IV yang Berseberangan dengan Pangeran Diponegoro
(shf)