Masjid Sunan Kalijaga di Gunungkidul, Saksi Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Jum'at, 07 April 2023 - 16:07 WIB
loading...
Masjid Sunan Kalijaga di Gunungkidul, Saksi Penyebaran Islam di Tanah Jawa
Masjid Sunan Kalijaga sampai saat ini masih kokoh berdiri di Padukuhan Blimbing, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Foto/MPI/Erfan Erlin
A A A
GUNUNGKIDUL - Masjid kuno itu masih berdiri kokoh di Padukuhan Blimbing, Kalurahan Girisekar, Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Penampakannya memang sederhana, namun siapa sangka Masjid Sunan Kalijaga ini, menjadi saksi penyebaran Islam di tanah Jawa.



Masjid Sunan Kalijaga, dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai peninggalan dan petilasan Sunan Kalijaga, saat menyebarkan Islam di wilayah Gunungkidul. Anggota Wali Songo yang melegenda itu, dikenal sering mengembara untuk menyebarkan Islam.



Kapanewon Panggang, dipercaya menjadi salah satu wilayah yang pernah disinggahi, dan digunakan Sunan Kalijaga menyebarkan Islam. Ada dua masjid di Kapanewon Panggang, yang dikaitkan dengan pengembaraan Sunan Kalijaga.



Salah satunya adalah Masjid Sunan Kalijaga di Padukuhan Blimbing. Masjid ini cukup berbeda dengan masjid pada umumnya. Sesuai namanya, masjid ini merupakan peninggalan Sunan Kalijaga. Sehingga diyakini umurnya cukup tua.

Sesepuh warga, sekaligus Takmir Masjid Sunan Kalijaga, Marjiyo (68) mengisahkan, berdasar cerita tutur yang diterimanya, pertama kali bangunan yang didirikan bukan merupakan masjid, melainkan tajuk. Yakni bangunan kecil untuk beribadah, bahannya terbuat dari anyaman bambu.

Tajuk didirikan oleh Sunan Kalijaga, untuk tempat beribadah Ki Ageng Pemanahan. Ternyata, selain tajuk juga ada sebuah sumur yang letaknya di sebelah selatan tajuk. Dua bangunan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Masjid Sunan Kalijaga.

Ki Ageng Pemanahan atau yang memiliki nama muda Ki Bagus Kacung, berada di wilayah tersebut untuk menjalankan semedi demi mencari petunjuk mengenai wahyu keraton atas arahan Sunan Kalijaga. "Ceritanya, beliau sering menjalankan rutinitas bertapa di sebuah bukit," kata Marjiyo.

Bukit tempat Ki Ageng Pemanahan bertapa tersebut, dikenal dengan nama Kembang Semampir. Sunan Kalijaga sengaja mendirikan tajuk, untuk digunakan Ki Ageng Pemanahan saat salat.



Letak tajuk berjarak sekitar beberapa ratus meter dari dari lokasi bertapa, yang kini dikenal dengan sebutan Kembang Lampir. Kini Kembang Lampir juga menjadi tempat petilasan yang sering dikunjungi untuk berziarah.

Lambat laun, warga sekitar kemudian memanfaatkan tajuk tersebut. Warga merawat peninggalan Sunan Kalijaga itu dari generasi ke generasi. Dan pada zaman penjajahan Belanda kubah tajuk sempat hilang.

Hilangnya kubah tajuk berbahan tanah liat tersebut, diakibatkan oleh perbuatan orang-orang Belanda. Kubah hilang tanpa diketahui keberadaannya usai tajuk dibakar oleh penjajah.



Ada kisah yang berkembang di masyarakat setempat, ketika orang Belanda hendak menghakimi orang yang dianggap bersalah, setiap kali bersembunyi di dalam tajuk selalu selamat.

Melalui mata-mata Belanda, barulah diketahui bahwa tempat persembunyiannya berada di dalam tajuk. "Sehingga agar tajuk tidak digunakan oleh warga untuk bersembunyi, maka dibakarlah tajuk tersebut," ungkapnya.

Saat hendak dibangun kembali, warga tak lagi memiliki kubah sebagai penutup atap. Warga kemudian berinisiatif membelinya di wilayah Klaten. Marjiyo melanjutkan kisah, berangkatlah tiga tokoh warga hendak membeli kubah baru. Di tengah perjalanan tiga warga bertemu seseorang yang membawa kubah.



"Setelah niat membeli Kubah disampaikan, seseorang tersebut menawarkan kubah yang dibawanya," sambung Marjiyo. Terjadilah kesepakatan jual beli kubah tersebut. Namun, saat ketiga orang menunduk hendak mengambil uang yang diselipkan di balik baju, orang misterius penjual kubah menghilang. Ketiganya lantas menduga bahwa orang tersebut Sunan Kalijaga.

Kubah tersebut juga diyakini merupakan kubah yang lenyap saat tajuk dibakar oleh Belanda. Kubah itu tetap terpasang hingga saat ini. Kubah Masjid Sunan Kalijaga masih awet hingga saat ini. Kubah kuno ini diyakini merupakan kubah yang dipasang sejak bangunan pertama kali didirikan.

Seiring waktu berjalan, bagunan tajuk diperbesar. Seingat Marjiyo, pernah dipugar sedikitnya tiga kali. Dua kali pemugaran yang ia ingat terjadi pada 1982 dan 1998. Saat ini masjid berukuran 9 x 16 meter. Terdiri dari satu bangunan utama masjid dan serambi.

Dahulu masyarakat setempat menjadikan Masjid Sunan Kalijaga sebagai pusat ibadah terbesar. Bahkan sebagian masyarakat dari luar desa juga ikut beribadah di masjid ini. Karena bangunan masjid semakin bertambah banyak, sehingga saat ini Masjid Sunan Kalijaga sebatas digunakan oleh warga di Padukuhan Blimbing saja.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 3.9027 seconds (0.1#10.140)