Klarifikasi BMKG soal Pesan Berantai Besok Sulut dan Malut Diguncang Gempa Disertai Tsunami
loading...
A
A
A
MANADO - Pesan berantai berisi tentang wilayah Sulawesi Utara (Sulut), dan Maluku Utara (Malut), besok akan diguncang gempa bumi disertai tsunami, beredar luas lewat grup WhatsApp (WA). Menanggapi hal itu, BMKG menegaskan hingga kini gempa bumi belun bisa diprediksi.
Menurut Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sulut, Edward H. Mengko, gempa bumi tektonik terjadi karena pergerakan lempeng tektonik atau pergerakan sesar atau patahan. Pergerakan ini menyebabkan adanya pertemuan batuan pada batas lempeng atau sesar, yang berakibat pada akumulasi energi pada batuan yang bertemu ini.
"Ketika energi yang terakumulasi ini tidak dapat ditahan oleh kekuatan batuannya, batuan ini akan patah dan melepaskan energi dalam bentuk gempa bumi," kata Mengko, Kamis (2/3/2023).
Setelah kejadian gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang besar, formasi atau bentuk atau luasan batuan yang patah juga cukup besar untuk bisa melepaskan akumulasi energi dalam skala magnitudo yang besar.
"Artinya, karena pergerakan lempeng atau sesar sebagai penyebab utama (driving forces) masih terus bergerak, dan akumulasi energinya masih melebih kemampuan dari kekuatan batuannya, batuan yang rapuh di sekitar pusat gempa bumi masih akan terus terdeformasi (terbentuk atau tertata) kembali sampai mencapai formasi ideal yang persinggungan baru yang dapat mengumpulkan (mengakumulasi) kembali energi ini," tutur Mengko.
Dengan mengasumsikan kekuatan batuan di sekitar wilayah pusat gempa bumi adalah konstan atau tetap menurut periode waktu, informasi di atas dapat menjelaskan mengenai bagaimana gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang besar memiliki periode pengulangan kejadian yang jauh lebih lama dibandingkan dengan gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang lebih kecil.
"Sederhananya untuk membangun akumulasi atau penumpukan energi yang besar, dibutuhkan waktu yang lebih lama atau jauh lebih lama," ujarnya. Sulut berada di wilayah yang rawan gempa bumi. Setiap hari wilayah ini terjadi gempa bumi, tetapi tidak semua gempa guncangannya dirasakan oleh manusia.
Situasi tatanan geo-tektonik di wilayah Sulut yang diapit oleh beberapa lempeng tektonik dan dilewati oleh beberapa patahan (sesar), menyebabkan tingginya aktivitas kegempaan di Sulut.
Penelitian tentang prediksi gempa bumi terus berkembang, dan sampai saat ini belum ada ilmuan yang berhasil dengan sukses memprediksi kejadian gempa bumi, tanggal kejadiannya, waktu, dan lokasi tepatnya.
"Kami di BMKG juga melakukan penelitian tentang bagaimana mengembangkan prediksi gempa bumi ini, tapi akurasi kajian kegempaan ini masih belum bisa mencapai hasil yang memuaskan dan belum dapat dipertanggungjawabkan, dan saat ini perkembangannya masih terus berupa kajian," ucap Mengko
Hal yang sama juga dialami oleh banyak peneliti dalam bidang prediksi gempa bumi. Sampai dengan saat ini belum ada artikel ilmiah yang terbit dengan tingkat akurasi prediksi kejadian gempa bumi yang dapat diadopsi untuk hasilnya dapat digunakan secara resmi.
Mengenai video beredar yang menyebutkan ada ilmuan dari luar Indonesia yang menyatakan bahwa gempa bumi akan terjadi di wilayah Sulut, pada Senin (6/3/2023), menurut Mengko, gempa bumi terjadi setiap hari di wilayah Sulut, karena tatanan tektoniknya, tetapi tidak semua gempa dirasakan guncangannya.
Gempa bumi dengan kekuatan besar yang pernah terjadi, dapat terjadi kembali jika akumulasi atau penumpukan energinya sudah melebihi kekuatan kemampuan kekuatan batuan di sekitarnya.
Pada intinya, belum ada hasil penelitian ilmiah mengenai prediksi gempa bumi yang sudah dapat diadopsi untuk dapat digunakan secara resmi. Gempa bumi belum dapat diprediksi dengan tepat di mana lokasi, tanggal, waktu, dan kekuatan magnitudo, serta tingkat intensitas guncangannya.
"Wilayah Sulut yang rawan gempa, menyebabkan kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Yakni membuat jalur evakuasi, mengetahui dan melatih secara rutin tindakan penyelamatan jika misalnya terjadi gempa bumi dengan kekuatan signifikan dan diikuti ancaman tsunami. Memeriksa, memastikan dan membangun stuktur bangunan rumah serta gedung yang tahan gempa bumi," pungkasnya.
Menurut Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Sulut, Edward H. Mengko, gempa bumi tektonik terjadi karena pergerakan lempeng tektonik atau pergerakan sesar atau patahan. Pergerakan ini menyebabkan adanya pertemuan batuan pada batas lempeng atau sesar, yang berakibat pada akumulasi energi pada batuan yang bertemu ini.
"Ketika energi yang terakumulasi ini tidak dapat ditahan oleh kekuatan batuannya, batuan ini akan patah dan melepaskan energi dalam bentuk gempa bumi," kata Mengko, Kamis (2/3/2023).
Baca Juga
Setelah kejadian gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang besar, formasi atau bentuk atau luasan batuan yang patah juga cukup besar untuk bisa melepaskan akumulasi energi dalam skala magnitudo yang besar.
"Artinya, karena pergerakan lempeng atau sesar sebagai penyebab utama (driving forces) masih terus bergerak, dan akumulasi energinya masih melebih kemampuan dari kekuatan batuannya, batuan yang rapuh di sekitar pusat gempa bumi masih akan terus terdeformasi (terbentuk atau tertata) kembali sampai mencapai formasi ideal yang persinggungan baru yang dapat mengumpulkan (mengakumulasi) kembali energi ini," tutur Mengko.
Dengan mengasumsikan kekuatan batuan di sekitar wilayah pusat gempa bumi adalah konstan atau tetap menurut periode waktu, informasi di atas dapat menjelaskan mengenai bagaimana gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang besar memiliki periode pengulangan kejadian yang jauh lebih lama dibandingkan dengan gempa bumi dengan kekuatan magnitudo yang lebih kecil.
Baca Juga
"Sederhananya untuk membangun akumulasi atau penumpukan energi yang besar, dibutuhkan waktu yang lebih lama atau jauh lebih lama," ujarnya. Sulut berada di wilayah yang rawan gempa bumi. Setiap hari wilayah ini terjadi gempa bumi, tetapi tidak semua gempa guncangannya dirasakan oleh manusia.
Situasi tatanan geo-tektonik di wilayah Sulut yang diapit oleh beberapa lempeng tektonik dan dilewati oleh beberapa patahan (sesar), menyebabkan tingginya aktivitas kegempaan di Sulut.
Penelitian tentang prediksi gempa bumi terus berkembang, dan sampai saat ini belum ada ilmuan yang berhasil dengan sukses memprediksi kejadian gempa bumi, tanggal kejadiannya, waktu, dan lokasi tepatnya.
"Kami di BMKG juga melakukan penelitian tentang bagaimana mengembangkan prediksi gempa bumi ini, tapi akurasi kajian kegempaan ini masih belum bisa mencapai hasil yang memuaskan dan belum dapat dipertanggungjawabkan, dan saat ini perkembangannya masih terus berupa kajian," ucap Mengko
Hal yang sama juga dialami oleh banyak peneliti dalam bidang prediksi gempa bumi. Sampai dengan saat ini belum ada artikel ilmiah yang terbit dengan tingkat akurasi prediksi kejadian gempa bumi yang dapat diadopsi untuk hasilnya dapat digunakan secara resmi.
Mengenai video beredar yang menyebutkan ada ilmuan dari luar Indonesia yang menyatakan bahwa gempa bumi akan terjadi di wilayah Sulut, pada Senin (6/3/2023), menurut Mengko, gempa bumi terjadi setiap hari di wilayah Sulut, karena tatanan tektoniknya, tetapi tidak semua gempa dirasakan guncangannya.
Gempa bumi dengan kekuatan besar yang pernah terjadi, dapat terjadi kembali jika akumulasi atau penumpukan energinya sudah melebihi kekuatan kemampuan kekuatan batuan di sekitarnya.
Pada intinya, belum ada hasil penelitian ilmiah mengenai prediksi gempa bumi yang sudah dapat diadopsi untuk dapat digunakan secara resmi. Gempa bumi belum dapat diprediksi dengan tepat di mana lokasi, tanggal, waktu, dan kekuatan magnitudo, serta tingkat intensitas guncangannya.
"Wilayah Sulut yang rawan gempa, menyebabkan kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan. Yakni membuat jalur evakuasi, mengetahui dan melatih secara rutin tindakan penyelamatan jika misalnya terjadi gempa bumi dengan kekuatan signifikan dan diikuti ancaman tsunami. Memeriksa, memastikan dan membangun stuktur bangunan rumah serta gedung yang tahan gempa bumi," pungkasnya.
(eyt)