Kisah Bathara Katong, Balas Dendam Kematian Pasukan Muslim Melawan Ki Ageng Kutu

Senin, 20 Februari 2023 - 05:21 WIB
loading...
Kisah Bathara Katong, Balas Dendam Kematian Pasukan Muslim Melawan Ki Ageng Kutu
Pesarean Bathara Katong, yang merupakan adipati pertama Kabupaten Ponorogo, selalu didatangi orang untuk berdoa dan ngalab berkah. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
Peziarah ramai mengunjungi makam kuno, yang dipercaya sebagai makam Bathara Katong, di Jalan Raya Raden Wijaya Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. Jumlah para peziarah, akan semakin meningkat saat ada gawe politik, baik Pemilu, Pilkada, maupun Pilkades.



Selain berdoa, banyak dari peziarah yang datang dengan tujuan ngalab berkah. Menurut juru kunci makam Bathara Katong, Mukim Raharjo, tidak sedikit peziarah yang mengaitkan pesarean Bathara Katong dengan cita-cita kekuasaan.



"Sebelum pemungutan suara digelar, tidak heran mulai calon kepala desa, calon anggota legislatif hingga calon bupati atau wali kota, berbondong-bondong mendatangi pesarean Bathara Katong. Mereka berharap doanya menjadi penguasa akan terkabul," ungkapnya.



Kepada setiap peziarah, yakni terutama umat muslim, Mukim mengaku selalu mewanti-wanti untuk tidak terjebak pada prilaku syirik. Dia meminta para peziarah berdoa sesuai dengan syariat keyakinan masing-masing. Tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.

Bahkan untuk mencegah pengkultusan yang mengarah pada syirik, usai berdoa Mukim meminta peziarah untuk segera meninggalkan lokasi cungkup. "Sebab semua datangnya dari Allah SWT. Di sini hanya lantaran. Jangan sampai terjebak pada prilaku syirik. Itu yang harus dipegang erat-erat," tegasnya,

Pintu masuk cungkup pesarean Bathara Katong itu terlihat sempit. Jarak kanan kiri gawang pintu hanya pas untuk satu orang dewasa. Begitu juga rentang atas (pintu) dengan lantai, sangat rendah. Kalau tidak mau terbentur, setiap peziarah harus menundukkan kepala.

Kisah Bathara Katong, Balas Dendam Kematian Pasukan Muslim Melawan Ki Ageng Kutu


"Kenapa pintunya rendah?. Pesannya agar kita tetap rendah hati. Termasuk selama di sini para peziarah harus menjaga kesopanan," tutur Mukim Raharjo. Cungkup atau rumah yang didirikan, khusus untuk makam sesepuh atau tokoh itu berada di pojok area pemakaman.

Beberapa depa dari pintu masuk berdiri pohon kamboja. Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah itu berjumlah lebih lima buah. Semuanya berbunga merah. Tumbuh juga Jati dan perdu tua berdaun rindang, yang berderet memanjan mengikuti pintu masuk sampai cungkup.

Pesarean Bathara Katong berada di tengah, yakni di antara lingkaran makam istri dan anak anaknya, punggawa, prajurit, hingga para abdi setia Kadipaten Prana Raga (nama kuno Ponorogo).



Posisi makam dengan gebyok atau dinding kayu jati warna merah kesumba, dan hijau daun itu juga lebih tinggi. Ukiran lambang yang merujuk perpaduan Kerajaan Majapahit dan Mataram tampak terpahat disana.

Sebelum tahun 1977, kata Mukim jarak genting dengan lantai ruangan cungkup makam Bathara Katong lebih rendah. Bahkan saking rendahnya saat duduk bersilapun para peziarah masih harus menundukkan kepala.

"Tahun 1977 cungkup dipugar. Itu tertulis di tiang," terang Mukim menunjuk pada tiang yang dimaksud. Di soko atau tiang tertulis pemugaran berlangsung 26 Agustus 1977. Pemugaran dilakukan Bupati Ponorogo, Sumadi selaku kepala pemerintahan Kabupaten Ponorogo.

Kisah Bathara Katong, Balas Dendam Kematian Pasukan Muslim Melawan Ki Ageng Kutu


Sebagai batas makam didirikan tembok tinggi. Juga jalan setapak berkeramik mulai pintu masuk hingga cungkup. Kendati demikian berdirinya bangunan baru tidak mengubah konstruksi bangunan lama, yakni terutama bentuk gapura dan cungkup.

Dalam pemugaran itu juga dilakukan pendataan jumlah makam. Menurut Mukim ada ribuan makam yang disinyalir kuburan orang-orang yang pernah hidup di masa pemerintahan Bathara Katong. "Terhitung seluruhnya ada sebanyak 1.500-an makam lama," paparnya.

Bathara Katong atau Lembu Kanigoro adalah putra Bhre Kertabumi atau Brawijaya V, yakni Raja Majapahit terakhir dengan selirnya, Putri Campa yang beragama Islam. Lembu Kanigoro yang juga adipati pertama Ponorogo (era Kerajaan Demak) itu juga memiliki nama kecil Raden Joko Piturun atau Raden Harak Kali.



Sebutan Bathara merujuk pada tindak tanduk seperti dewa. Sedangkan Katong adalah salah kaprah pengucapan yang seharusnya Katon atau terlihat. Dari keturunan Bathara Katong ajaran Islam tersebar di Ponorogo hingga Kabupaten Pacitan.

Sebagaimana dikisahkan dari "Kisah Brang Wetan: Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Patjitan", terjemahan Karsono Hardjoseputro, Bathara Katong berhasil mengalahkan seorang kerabat dekat Raja Majapahit Prabu Brawijaya V bernama Ki Ageng Kutu yang menganut agama Buddha.

Kala itu, Bathara Katong membawahi sejumlah wilayah di sekitar Gunung Lawu, dan memerintah dengan sangat tentram. Banyak orang yang menyukai dan benar-benar tunduk pada Bathara Katong. Ia memerintah hingga tua yang selanjutnya diserahkan ke anaknya yang bernama Panembahan Agung.

Kisah Bathara Katong, Balas Dendam Kematian Pasukan Muslim Melawan Ki Ageng Kutu


Panembahan Agung inilah yang akhrinya dinobatkan sebagai adipati, atau bupati kedua Ponorogo. Namun saat itu, nama Ponorogo belum ada, yang ada hanyalah wilayah negara Bathara Katong, yang kemudian diubah menjadi nama Ponorogo.

Perubahan nama itu dilakukan ketika cucu Bathara Katong memerintah secara turun-temurun, dari warisan Panembahan Agung. Sang cucu disebut pindah tempat tinggal, keluar dari pagar halaman Bathara Katong. Dia membangun rumah di sebelah selatan kediaman Bathara Katong, sejauh setengah pal atau berjarak sekitar 1,5 km.

Ketika membangun rumah tersebut, dia mengumpulkan para mukmin dan para kiai yang sudah jumhur atas agama Islam. Ketika itu para petinggi sudah "pana" atas "raga"-nya. Para penggawa tinggi sepakat negara Bathara Katong dinamakan "Panaraga (Ponorogo)", karena orang-orang sudah pana atas raganya.



Pana berarti "paham" dan raga berarti "badan". Mereka memahami badannya, memahami asal muasal raganya, dan tahu pada akhir perjalanannya. Artinya, tahu kemuliaan sangkan paran, yang berarti asal dan tujuan hidup.

Ketika itu juga, pangeran cucu Bathara Katong ditetapkan oleh Sultan Trenggono sebagai adipati, dan seluruhnya sudah sepakat dengan para mukmin dan petinggi bahwa rumah selesai dibangun, sehingga dilakukanlah boyongan dan jumenengan (pengangkatan) menjadi adipati.

Sejak saat itulah, tahun-tahun pemerintahan Adipati Ponorogo III termasuk tenteram. Orang-orang Ponorogo yang maju dalam hal mempelajari agama Islam kian bertambah, hingga terkenal ke seluruh Pulau Jawa, bahwa orang-orang Ponorogo pintar mengaji kitab.

Setelah meninggal, Bathara Katong dimakamkan di dalam pagar Katongan, yang namanya kemudian diganti dengan Astana Bathara Katong. Di dalam, pagar rumah menjadi makam priayi yang lain dan empat saudaranya dimakamkan di Katongan tersebut.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2004 seconds (0.1#10.140)