Komnas HAM Papua Investigasi Kematian Warga Boven Digoel
Jum'at, 10 Juli 2020 - 22:50 WIB
JAKARTA - Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) angkat bicara soal kasus kematian warga lokal, Marius Betera (40) di Asiki, Boven Digoel, Papua pada Mei 2020 yang sempat mengaitkan keterlibatan Korindo Grup.
Diwakili Perwakilan Papua, Komnas HAM yang sebelumnya sudah melakukan investigasi dan rekontruksi di TKP menyatakan jika Korindo Grup tak memiliki keterlibatan atas kasus kematian Marius tersebut, termasuk akan atas adanya dugaan melakukan pelanggaran HAM. (Baca: Penyelesaian Papua Harus dengan Pendekatan Persuasif Bukan Kekuasaan)
"Kami tidak menemukan adanya perbuatan pelanggaran HAM oleh perusahaan. Perbuatan pelanggaran itu harus memenuhi unsur-unsurnya. Kami sudah lakukan investigasi dan rekontruksi. Pada temuan kami yang keempat berdasarkan keterangan pelaku dan saksi, saksi termasuk istri korban, bersama-sama dengan pelaku. Kedua saksi satpam disitu dan dari RS," ujar Ketua Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, Frits Ramandey dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/7/2020).
Frits menambahkan dalam visum yang diterima pihaknya, secara medis dapat dikatakan tidak ada bukti yang menguatkan kematian Marius disebabkan karena mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota polisi.
"Tapi kami menemukan bahwa dari kesaksian, dia mengalami beberapa tindakan berlebihan oleh polisi. Kami juga tidak melihat kondisi secara langsung. Hanya dalam hasil visum yang kami dapatkan di poin 5 kami menyampaikan begitu," tambah Frits. (Baca juga: Pendekatan Jokowi ke Papua Harus Ditopang Iklim Demokrasi)
Sebelumnya, Komnas HAM menemukan pangkal penyebab kemarahan Marius Betera saat itu. Menurut Komnas HAM hal itu dikarenakan Marius merasa tidak terima atas penggusuran pohon pisang miliknya yang berada di pinggir jalan.
Meski berdasar temuan Komnas, lahan yang digunakannya tersebut merupakan areal perkebunan kelapa sawit milik PT Tunas Sawa Erma. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)
Sebagai bentuk protes, Marius Betera mendatangi Pospol Camp 19 untuk melapor namun tidak bertemu Kapospol. Puncak kemarahan Marius Betera terjadi pada saat mengalami tindakan kekerasan dari oknum anggota polisi berinisial MY.
Komnas HAM sendiri merekomendasikan Kapolda Papua melakukan proses penegakkan hukum bagi oknum anggota polisi yang melakukan kekerasan kepada warga sipil di Camp 19, Asiki, Boven Digoel.
Lihat Juga: BEM Undip Gelar Aksi Keprihatinan, Tuntut Transparansi Kasus Kematian dr Aulia Risma Lestari
Diwakili Perwakilan Papua, Komnas HAM yang sebelumnya sudah melakukan investigasi dan rekontruksi di TKP menyatakan jika Korindo Grup tak memiliki keterlibatan atas kasus kematian Marius tersebut, termasuk akan atas adanya dugaan melakukan pelanggaran HAM. (Baca: Penyelesaian Papua Harus dengan Pendekatan Persuasif Bukan Kekuasaan)
"Kami tidak menemukan adanya perbuatan pelanggaran HAM oleh perusahaan. Perbuatan pelanggaran itu harus memenuhi unsur-unsurnya. Kami sudah lakukan investigasi dan rekontruksi. Pada temuan kami yang keempat berdasarkan keterangan pelaku dan saksi, saksi termasuk istri korban, bersama-sama dengan pelaku. Kedua saksi satpam disitu dan dari RS," ujar Ketua Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, Frits Ramandey dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/7/2020).
Frits menambahkan dalam visum yang diterima pihaknya, secara medis dapat dikatakan tidak ada bukti yang menguatkan kematian Marius disebabkan karena mengalami kekerasan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota polisi.
"Tapi kami menemukan bahwa dari kesaksian, dia mengalami beberapa tindakan berlebihan oleh polisi. Kami juga tidak melihat kondisi secara langsung. Hanya dalam hasil visum yang kami dapatkan di poin 5 kami menyampaikan begitu," tambah Frits. (Baca juga: Pendekatan Jokowi ke Papua Harus Ditopang Iklim Demokrasi)
Sebelumnya, Komnas HAM menemukan pangkal penyebab kemarahan Marius Betera saat itu. Menurut Komnas HAM hal itu dikarenakan Marius merasa tidak terima atas penggusuran pohon pisang miliknya yang berada di pinggir jalan.
Meski berdasar temuan Komnas, lahan yang digunakannya tersebut merupakan areal perkebunan kelapa sawit milik PT Tunas Sawa Erma. (Lihat videonya: Kapal Tak Bisa Sandar, Sapi Dilempar ke Laut)
Sebagai bentuk protes, Marius Betera mendatangi Pospol Camp 19 untuk melapor namun tidak bertemu Kapospol. Puncak kemarahan Marius Betera terjadi pada saat mengalami tindakan kekerasan dari oknum anggota polisi berinisial MY.
Komnas HAM sendiri merekomendasikan Kapolda Papua melakukan proses penegakkan hukum bagi oknum anggota polisi yang melakukan kekerasan kepada warga sipil di Camp 19, Asiki, Boven Digoel.
Lihat Juga: BEM Undip Gelar Aksi Keprihatinan, Tuntut Transparansi Kasus Kematian dr Aulia Risma Lestari
(ysw)
tulis komentar anda