Tokoh Gereja Papua Sebut Tindakan Korupsi Berurusan dengan Hukum Negara, Tuhan, dan Neraka
Kamis, 17 November 2022 - 10:13 WIB
“Yang bisa dievaluasi Otsusnya itu hanya wilayah Tabi-Saireri yang berjumlah 9 kabupaten/kota. Tapi daerah lain tidak berani. Berarti ada indikasi korupsi disana. Beberapa wilayah yang tidak dievaluasi kebetulan wilayah pegunungan Lapago, Mepago, dan Animha. Itu belum dievaluasi sampai hari ini. Jadi, tidak cukup kalau hanya Lukas saja yang diperiksa, para bupati juga harus diperiksa,” pinta Pendeta Joop.
Bahkan, lanjut Pendeta Joop Suebu, dana Otsus yang 20% di provinsi Papua itu, selama kepemimpinan Lukas Enembe juga belum dievaluasi. “Penggunaan 20% dana Otsus oleh Provinsi terkesan tertutup bagi seluruh masyarakat Papua,” kata Pendeta Joop.
Tokoh agama ini juga berujar, sebagai pendeta, dirinya sering berkeliling di wilayah pegunungan, seperti di Puncak Jaya, Ilaga, Nduga, Lani Jaya, Tolikara. Ia prihatin menyaksikan kondisi masyarakat di wilayah-wilayah itu.
“Banyak masyarakat belum sekolah dengan baik, mereka menderita. Itu masyarakat wilayah Lapago, wilayah Pak Gubernur sendiri. Padahal merekalah yang mengutus beliau (Lukas Enembe), mendoakan beliau, lalu mengutus dia ke DOK II untuk menjadi gubernur, tapi (nasib mereka) tidak diperhatikan. Saya keliling ke Lani Jaya, saya ke Ilaga, Puncak, Tolikara, saya prihatin sekali,” ungkap Pendeta Joop Suebu.
Kendati kurang diperhatikan, jelas Pendeta Joop, namun masyarakat dari wilayah Lapago ini tetap setia menjaga Lukas Enembe ketika ia sedang sakit dan bahkan rela menjadi tameng ketika Lukas hendak dijemput paksa oleh KPK.
Pendeta Joop menyebutkan, masyarakat Lapago ini, ada tiga komunitas besar. Ada Dani, ada Yali, dan Lani. Pak Lukas Enembe itu berasal dari komunitas Lani. Sementara dari komunitas Dani dan Yali, kemungkinan tidak ada. Masyarakat yang sementara ini masih menjaga rumah kediaman Lukas menganggap Lukas sebagai kepala suku besar dari Lani yang harus dilindungi dari apapun.
“Komunitas masyarakat Lani ini banyak yang miskin, banyak yang tidak diperhatikan, hanya dalam budaya mereka ini ada kesukuan yang kental sekali, yang bisa saling melindungi, saling menjaga. Lalu Pak Lukas ini dalam komunitas Lani, dia dianggap sebagai kepala suku besar, panglima perang kami, kami perlu jaga,” kata Pendeta Joop.
Baca: 4 Tahanan Polres Toba yang Kabur Ditangkap, 2 Ditembak karena Melawan Petugas.
Kepada warga masyarakat yang masih menjaga rumah kediaman Lukas di Koya Tengah, Jayapura, Pendeta Joop Suebu mengimbau agar membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing, karena perayaan Natal sudah dekat.
“Dengan menjelangnya Natal tanggal 25 Desember 2022, saya mengajak seluruh warga masyarakat yang sementara ada di sekitaran rumahnya Bapak Lukas Enembe di Koya, kita berharap kalau bisa membubarkan diri, pulang kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan dalam menyambut momen Natal dengan baik bersama keluarga. Bisa kembali ke rumah masing-masing, bisa kembali ke kampung asalnya agar mempersiapkan hari Natal ini dengan hati yang damai, hati yang penuh sukacita menyambut Sang Raja Damai,” tutup Pendeta Joop Suebu.
Bahkan, lanjut Pendeta Joop Suebu, dana Otsus yang 20% di provinsi Papua itu, selama kepemimpinan Lukas Enembe juga belum dievaluasi. “Penggunaan 20% dana Otsus oleh Provinsi terkesan tertutup bagi seluruh masyarakat Papua,” kata Pendeta Joop.
Tokoh agama ini juga berujar, sebagai pendeta, dirinya sering berkeliling di wilayah pegunungan, seperti di Puncak Jaya, Ilaga, Nduga, Lani Jaya, Tolikara. Ia prihatin menyaksikan kondisi masyarakat di wilayah-wilayah itu.
“Banyak masyarakat belum sekolah dengan baik, mereka menderita. Itu masyarakat wilayah Lapago, wilayah Pak Gubernur sendiri. Padahal merekalah yang mengutus beliau (Lukas Enembe), mendoakan beliau, lalu mengutus dia ke DOK II untuk menjadi gubernur, tapi (nasib mereka) tidak diperhatikan. Saya keliling ke Lani Jaya, saya ke Ilaga, Puncak, Tolikara, saya prihatin sekali,” ungkap Pendeta Joop Suebu.
Kendati kurang diperhatikan, jelas Pendeta Joop, namun masyarakat dari wilayah Lapago ini tetap setia menjaga Lukas Enembe ketika ia sedang sakit dan bahkan rela menjadi tameng ketika Lukas hendak dijemput paksa oleh KPK.
Pendeta Joop menyebutkan, masyarakat Lapago ini, ada tiga komunitas besar. Ada Dani, ada Yali, dan Lani. Pak Lukas Enembe itu berasal dari komunitas Lani. Sementara dari komunitas Dani dan Yali, kemungkinan tidak ada. Masyarakat yang sementara ini masih menjaga rumah kediaman Lukas menganggap Lukas sebagai kepala suku besar dari Lani yang harus dilindungi dari apapun.
“Komunitas masyarakat Lani ini banyak yang miskin, banyak yang tidak diperhatikan, hanya dalam budaya mereka ini ada kesukuan yang kental sekali, yang bisa saling melindungi, saling menjaga. Lalu Pak Lukas ini dalam komunitas Lani, dia dianggap sebagai kepala suku besar, panglima perang kami, kami perlu jaga,” kata Pendeta Joop.
Baca: 4 Tahanan Polres Toba yang Kabur Ditangkap, 2 Ditembak karena Melawan Petugas.
Kepada warga masyarakat yang masih menjaga rumah kediaman Lukas di Koya Tengah, Jayapura, Pendeta Joop Suebu mengimbau agar membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing, karena perayaan Natal sudah dekat.
“Dengan menjelangnya Natal tanggal 25 Desember 2022, saya mengajak seluruh warga masyarakat yang sementara ada di sekitaran rumahnya Bapak Lukas Enembe di Koya, kita berharap kalau bisa membubarkan diri, pulang kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan dalam menyambut momen Natal dengan baik bersama keluarga. Bisa kembali ke rumah masing-masing, bisa kembali ke kampung asalnya agar mempersiapkan hari Natal ini dengan hati yang damai, hati yang penuh sukacita menyambut Sang Raja Damai,” tutup Pendeta Joop Suebu.
tulis komentar anda