Solusi di Masa Sulit Pandemi COVID-19, Jehamu Budidaya Sayuran Organik
Minggu, 05 Juli 2020 - 10:12 WIB
“Masa sulit karena pandemi COVID-19 seperti saat ini, kita harus kreatif dan memanfaatkan yang ada. Bertani polybag bisa menjadi pilihan warga perkampungan karena tak butuh lahan luas, cukup dalam plastik polybag tanam bibit sayuran. Pupuknya pun kita bisa buat dengan sampah rumah seperti kulit pisang maupun nasi basi,” ungkap pria berusia 62 tahun ini.
Yohanes Jehamu menyiram tanaman. Foto/SINDOnews/Ahmad Antoni
Menurut Jehamu, bercocok tanam organik bukanlah hal baru baginya. Saat tinggal di Flores, dirinya adalah seorang petani. Bahkan setelah itu juga mempunyai pengalaman bekerja pertanian sayuran organik di Bandung.
Berbekal pengetahuannya tersebut, Jehamu pun menyulap lahan kosong tempat tinggalnya menjadi kebun polybag dengan berbagai jenis tanaman sayuran.
Dia memiliki cara unik untuk pemupukan tanaman. Yakni memakai kotoran kambing, dedak/ katul, tanah serta sekam padi yang diisi dalam polybag sebagai media tanam.
Sedangkan untuk pupuk cair, Jemahu meramu sampah rumah tangga dari kulit pisang dan nasi basi serta sampah organik lain, asal tidak bercampur dengan minyak, kemudian diperam dalam tong selama 21 hari untuk kemudian bisa digunakan dalam pemupukan.
Selain itu, dia juga membuat ramuan pupuk berupa batang pisang, lidah buaya, sabut kelapa, daun lamtoro, dan daun kaliandra direndam dengan air cucian beras. Kemudian diperam dalam tong selama 21 hari hingga terjadi pembusukan.
“Kalau ramuan pupuk sudah bau busuk menyengat, berarti sudah bisa digunakan untuk pemupukan. Saya jamin, pupuk organik ini bisa membuat panen sayuran menjadi lebih baik asal penyiraman sehari 2 kali rutin dilakukan serta kebutuhan sinar matahari cukup,” ujar Jehamu.
Hasilnya pun bisa dipetik. Setiap 2,5 bulan bisa memanen. Warga pun bisa membelinya. Jehamu pun secara sukarela terbuka untuk memberikan edukasi ke warga sekitar tentang teknik bertani yang benar agar bisa merangsang mereka bertani polybag.
Yohanes Jehamu menyiram tanaman. Foto/SINDOnews/Ahmad Antoni
Menurut Jehamu, bercocok tanam organik bukanlah hal baru baginya. Saat tinggal di Flores, dirinya adalah seorang petani. Bahkan setelah itu juga mempunyai pengalaman bekerja pertanian sayuran organik di Bandung.
Berbekal pengetahuannya tersebut, Jehamu pun menyulap lahan kosong tempat tinggalnya menjadi kebun polybag dengan berbagai jenis tanaman sayuran.
Dia memiliki cara unik untuk pemupukan tanaman. Yakni memakai kotoran kambing, dedak/ katul, tanah serta sekam padi yang diisi dalam polybag sebagai media tanam.
Sedangkan untuk pupuk cair, Jemahu meramu sampah rumah tangga dari kulit pisang dan nasi basi serta sampah organik lain, asal tidak bercampur dengan minyak, kemudian diperam dalam tong selama 21 hari untuk kemudian bisa digunakan dalam pemupukan.
Selain itu, dia juga membuat ramuan pupuk berupa batang pisang, lidah buaya, sabut kelapa, daun lamtoro, dan daun kaliandra direndam dengan air cucian beras. Kemudian diperam dalam tong selama 21 hari hingga terjadi pembusukan.
“Kalau ramuan pupuk sudah bau busuk menyengat, berarti sudah bisa digunakan untuk pemupukan. Saya jamin, pupuk organik ini bisa membuat panen sayuran menjadi lebih baik asal penyiraman sehari 2 kali rutin dilakukan serta kebutuhan sinar matahari cukup,” ujar Jehamu.
Hasilnya pun bisa dipetik. Setiap 2,5 bulan bisa memanen. Warga pun bisa membelinya. Jehamu pun secara sukarela terbuka untuk memberikan edukasi ke warga sekitar tentang teknik bertani yang benar agar bisa merangsang mereka bertani polybag.
tulis komentar anda