Kisah Sultan Haji, Raja Banten yang Mengudeta Sultan Ageng Tirtayasa karena Terhasut Bujukan VOC

Senin, 03 Oktober 2022 - 10:15 WIB
Mengetahui bahwa Sultan Haji telah berada di bawah perlidungan VOC, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa bergerak menuju loji VOC untuk menghancurkannya. Di bawah pimpinan Kapten Sloot dan W. Caef, pasukan Sultan Haji bersama-sama dengan pasukan VOC mempertahankan loji itu dari kepungan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa.

Akibat perlawanan yang sangat kuat dari pasukan Sultan Ageng Tirtayasa, bantuan militer yang dikirim dari Batavia tidak dapat mendarat di Banten. Akan tetapi, setelah ada kepastian bahwa VOC akan diberi izin monopoli perdagangan di Banten oleh Sultan Haji, pada 7 April 1682 bantuan dari Batavia itu memasuki Banten di bawah komando Tack dan De Saint Martin.

Dengan kekuatan yang besar, pasukan VOC menyerang Keraton Surosowan dan Keraton Tirtayasa serta berhasil membebaskan loji VOC dari kepungan Sultan Ageng Tirtayasa.

Meskipun demikian, Sultan Ageng Tirtayasa terus melakukan perlawanan hebat yang dibantu oleh orang-orang Makassar, Bali dan Melayu. Markas besar pasukannya ada di Margasama yang diperkuat oleh sekitar 600 sampai 800 orang prajurit di bawah komando Pangeran Suriadiwangsa.

Sementara itu, Pangeran Yogya mempertahankan daerah Kenari dengan kekuatan sekitar 400 orang, Kyai Arya Jungpati dengan jumlah pasukan sekitar 120 orang mempertahankan daerah Kartasana.

Sekitar 400 orang mempertahankan daerah Serang, 400 sampai 500 orang mempertahankan daerah Jambangan, sebanyak 500 orang berupaya untuk mempertahankan Tirtayasa, dan sekitar 100 orang memperkuat daerah Bojonglopang.

Serangan hebat yang dilakukan oleh pasukan VOC berhasil mendesak barisan Banten sehingga Margasana, Kacirebonan dan Tangerang dapat dikuasai juga oleh VOC. Sultan Ageng kemudian mengundurkan diri ke Tirtayasa yang dijadikan pusat pertahanannya. Tanara dan Pontang juga diperkuat pertahanannya.

Di Kademangan ada pasukan sekitar 1.200 orang di bawah pimpinan Arya Wangsadiraja. Mereka cukup lama dapat bertahan, tetapi pada tanggal 2 Desember 1682 Kademangan akhirnya jatuh juga setelah terjadi pertempuran sengit antara kedua pasukan. Dalam serangkaian pertempuran ini di kedua belah pihak banyak yang gugur. Sebagian pasukan Banten mengungsi ke Ciapus, Pagutan, dan Jasinga.

Dengan jatuhnya pertahanan Kademangan, tinggal Tirtayasa yang menjadi bulan-bulanan VOC. Serangan umum dimulai dari daerah pantai menuju Tanara dan Tangkurak. Pada tanggal 28 Desember 1682 pasukan Jonker, Tack, dan Miichielsz menyerang Pontang, Tanara, dan Tirtayasa serta membakarnya.

Ledakan-ledakan dan pembakaran menghancurkan keraton Tirtayasa. Akan tetapi Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menyelamatkan diri ke pedalaman. Pangeran Arya Purbaya juga berhasil lolos dengan selamat dengan terlebih dahulu membakar benteng dan keratonnya.

Belanda beberapa kali berusaha membujuk Sultan Ageng Tirtayasa untuk menghentikan perlawanan. Namun, ketika Sultan Ageng Tirtayasa hendak kembali ke Keraton Surosowan, Sultan Haji dan VOC segera menangkapnya. Sultan Ageng Tirtayasa kemudian dipenjarakan di Batavia sampai ia meninggal pada 1692.

Setelah penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa, perlawanan rakyat Banten tidak langsung padam. Akan tetapi, dengan restu VOC, Sultan Haji dapat naik takhta menjadi penguasa Kesultanan Banten. VOC pun perlahan-lahan mulai menguasai Kesultanan Banten, dan sebagai simbol kekuasaannya, VOC membangun benteng pertahanan pada 1684-1685.

Penderitaan rakyat pun semakin berat dan pada akhirnya timbul kekacauan serta pemberontakan. Selain menghadapi penentangan dari rakyat, Sultan Haji semakin tertekan karena harus menuruti segala kehendak VOC. Sultan Haji pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada 1687. Jenazahnya kemudian dimakamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten.

Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC semakin mencengkeramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia.

Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat menggantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More