Kisah Pendakwah Jamaah Islamiyah Tobat Usai Dengar Ceramah Ustaz Adi Hidayat dan Gus Baha
Selasa, 09 Agustus 2022 - 08:24 WIB
SURABAYA - Sebanyak 15 anggota Jamaah Islamiyah (JI) mengucapkan Ikrar Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila serta pencabutan bai'at anggota JI di Kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim) Jalan Pahlawan, Surabaya, Senin (8/8/2022).
Salah satunya adalah Nur Asorullah. Nur membagikan kisahnya bergabung dengan organisasi yang sekarang dicap organisasi teroris tersebut. Pria yang berusia 45 tahun ini mengaku ikut JI karena sejak kecil mendapat pendidikan di pesantren yang mengusung ajaran JI. Pesantren tersebut berada di luar Surabaya. "Waktu itu, sekitar pertengahan tahun 2000, saya bergabung dengan JI. Saya dibaiat di Kota Surabaya," katanya.
Baca juga: Truk Tabrak Pohon dan Terguling di Pasuruan, Sopir Tewas Terpental ke Parit
Nur mengaku tidak pernah mendapatkan pilihan pendidikan lain selain dari pesantren. Hal ini, kata dia, yang membuatnya memiliki pandangan sempit mengenai kebangsaan dan kehidupan bernegara. Ketika sudah bergabung di JI, Nur dipercaya menjadi pendakwah atau penceramah. "Saya tidak diajak untuk jihad tapi hanya ditugaskan sebagai penceramah," terangnya.
Ketika berceramah, Nur menyiarkan ajaran Islam sesuai paham yang dianut oleh JI. "Wilayah saya berdakwah di luar Surabaya, seperti Bojonegoro. Biasanya saya akan minta izin dulu pada takmir masjid setempat untuk berdakwah. Ada yang diizinkan dan ada juga yang menolak," ujarnya.
Lambat laun, pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani cabai dan bawang di Bojonegoro ini sadar kalau organisasi yang diikutinya itu menanamkan ajaran yang keliru. Ini terjadi sejak 2 tahun terakhir. Itupun setelah dirinya mendengar sejumlah ceramah ulama kondang seperti Ustaz Adi Hidaya, Gus Baha hingga Buya Yahya.
Nur Asorullah.Foto/Lukman Hakim
"Saya banyak mendengar pengajiannya mereka lewat YouTube. Mendengarnya itu adem. Akhirnya saya memantapkan diri untuk menjadi warga negara yang baik dan bertoleransi antar umat beragama," tegasnya.
Salah satunya adalah Nur Asorullah. Nur membagikan kisahnya bergabung dengan organisasi yang sekarang dicap organisasi teroris tersebut. Pria yang berusia 45 tahun ini mengaku ikut JI karena sejak kecil mendapat pendidikan di pesantren yang mengusung ajaran JI. Pesantren tersebut berada di luar Surabaya. "Waktu itu, sekitar pertengahan tahun 2000, saya bergabung dengan JI. Saya dibaiat di Kota Surabaya," katanya.
Baca juga: Truk Tabrak Pohon dan Terguling di Pasuruan, Sopir Tewas Terpental ke Parit
Nur mengaku tidak pernah mendapatkan pilihan pendidikan lain selain dari pesantren. Hal ini, kata dia, yang membuatnya memiliki pandangan sempit mengenai kebangsaan dan kehidupan bernegara. Ketika sudah bergabung di JI, Nur dipercaya menjadi pendakwah atau penceramah. "Saya tidak diajak untuk jihad tapi hanya ditugaskan sebagai penceramah," terangnya.
Ketika berceramah, Nur menyiarkan ajaran Islam sesuai paham yang dianut oleh JI. "Wilayah saya berdakwah di luar Surabaya, seperti Bojonegoro. Biasanya saya akan minta izin dulu pada takmir masjid setempat untuk berdakwah. Ada yang diizinkan dan ada juga yang menolak," ujarnya.
Lambat laun, pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani cabai dan bawang di Bojonegoro ini sadar kalau organisasi yang diikutinya itu menanamkan ajaran yang keliru. Ini terjadi sejak 2 tahun terakhir. Itupun setelah dirinya mendengar sejumlah ceramah ulama kondang seperti Ustaz Adi Hidaya, Gus Baha hingga Buya Yahya.
Nur Asorullah.Foto/Lukman Hakim
"Saya banyak mendengar pengajiannya mereka lewat YouTube. Mendengarnya itu adem. Akhirnya saya memantapkan diri untuk menjadi warga negara yang baik dan bertoleransi antar umat beragama," tegasnya.
tulis komentar anda