Suku Maya Jaga Kelestarian Alam Raja Ampat dengan Kearifan Lokal
Senin, 18 Juli 2022 - 16:33 WIB
“Seperti peristiwa tahun 2017 saat ada kapal pesiar kandas. Ini sangat disayangkan karena merusak ekosisitem dasar laut,” ungkap Johanes C Arempeley.
Dia mendesak pemerintah menuntut ganti rugi segala kerusakan tersebut. Kawasan Raja Ampat memang memiliki kontur dasar laut yang unik dan kerap menyebabkan kapal kandas jika nakoda tidak mengetahui karakteristiknya. Kerusakan terumbu karang sangat luas, terutama pada zona inti perikanan dan pariwisata sehingga perlu restorasi.
Kerusakan ini harus menjadi evaluasi semua pihak. Johanes mengimbau pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program lingkungan hendaknya melibatkan penduduk setempat dan langsung ke Suku Maya.
Hal senada dikatakan Kepala Suku Adat Wawiyai, Kawe Matius Arempeley. Dia menyatakan restorasi menjadi pilihan yang paling mungkin dilakukan. Namun perlu diukur variasi spesies terumbu karang untuk restorasi. Dari pantauan yang dilakukan, terdapat beberapa koloni besar terumbu karang yang rusak. Ini memerlukan waktu lama untuk memulihkan.
Dia menambahkan, menumbuhkan terumbu karang sampai memiliki koloni sebesar 30 cm butuh waktu lebih dari 30 tahun. Jika diukur kesuksesan restorasinya dari sisi ekosistem, maka membutuhkan waktu panjang.
Selain restorasi, pemerintah perlu melindungi terumbu karang dan ekosistem bawah laut dari jangkar kapal besar yang singgah maupun hanya lewat. Pemerintah harus membuat tambatan strategis sehingga kapal besar tidak langsung masuk ke perairan dangkal.
Pemerintah juga harus segera membuat zonasi di mana kapal besar bisa masuk atau tidak, serta peta kawasan laut.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay Papua Barat, Manawir Paul Finsen Mayor menambahkan, dalam pemeliharaan lingkungan, pemerintah daerah sudah melibatkan semua suku.
Hanya saja pelibatannya sebatas turun ke setiap suku yang ada di Papua Barat dan belum sampai pada tahap kerja sama.
Dia mendesak pemerintah menuntut ganti rugi segala kerusakan tersebut. Kawasan Raja Ampat memang memiliki kontur dasar laut yang unik dan kerap menyebabkan kapal kandas jika nakoda tidak mengetahui karakteristiknya. Kerusakan terumbu karang sangat luas, terutama pada zona inti perikanan dan pariwisata sehingga perlu restorasi.
Kerusakan ini harus menjadi evaluasi semua pihak. Johanes mengimbau pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program lingkungan hendaknya melibatkan penduduk setempat dan langsung ke Suku Maya.
Hal senada dikatakan Kepala Suku Adat Wawiyai, Kawe Matius Arempeley. Dia menyatakan restorasi menjadi pilihan yang paling mungkin dilakukan. Namun perlu diukur variasi spesies terumbu karang untuk restorasi. Dari pantauan yang dilakukan, terdapat beberapa koloni besar terumbu karang yang rusak. Ini memerlukan waktu lama untuk memulihkan.
Dia menambahkan, menumbuhkan terumbu karang sampai memiliki koloni sebesar 30 cm butuh waktu lebih dari 30 tahun. Jika diukur kesuksesan restorasinya dari sisi ekosistem, maka membutuhkan waktu panjang.
Selain restorasi, pemerintah perlu melindungi terumbu karang dan ekosistem bawah laut dari jangkar kapal besar yang singgah maupun hanya lewat. Pemerintah harus membuat tambatan strategis sehingga kapal besar tidak langsung masuk ke perairan dangkal.
Pemerintah juga harus segera membuat zonasi di mana kapal besar bisa masuk atau tidak, serta peta kawasan laut.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay Papua Barat, Manawir Paul Finsen Mayor menambahkan, dalam pemeliharaan lingkungan, pemerintah daerah sudah melibatkan semua suku.
Hanya saja pelibatannya sebatas turun ke setiap suku yang ada di Papua Barat dan belum sampai pada tahap kerja sama.
(shf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda