Korban KDRT di Gowa Minta Cabut Penerapan Restorative Justice-Lanjutkan Perkara
Senin, 11 Juli 2022 - 23:21 WIB
MAKASSAR - SAF (38), korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kabupaten Gowa menuntut pencabutan keadilan restoratif atau restorative justice dalam kasus yang dialaminya.
Dia mengaku kecewa lantaran pelaku kekerasan , yang tak lain adalah suaminya sendiri, tak memenuhi persyaratan yang dia ajukan.
Pelaku sendiri diketahui merupakan MD (38). Dia adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) di salah satu kampus negeri.
"Saya menginginkan pencabutan restorative justice karena syarat-syarat yang saja ajukan tidak dipenuhi pelaku sampai batas waktu yang ditetapkan," ungkapnya.
Dia mengatakan, restorative justice itu diputuskan sejak Juni 2022 lalu. Dirinya pun memberikan sejumlah persyaratan kepada pelaku untuk dipenuhi sebagai bagian dari restorative justice.
Di antaranya, memperbaiki kerusakan harta benda, pemenuhan nafkah lahir, ganti rugi biaya pengobatan, tak boleh menggunakan sosial media, hingga tak boleh mengungkapkan kata-kata kasar. Namun sayangnya, pelaku disebut abai dan tak satupun persyaratan dipenuhi.
Oleh karena itu, dirinya meminta pihak Kejaksaan Agung agar segera membatalkan restorative justice tersebut, dan melanjutkan proses hukum kepada pelaku.
Dia bercerita, dirinya menikah dengan pelaku pada April 2016 silam. Kekerasan pertama kali dia alami pada Agustus 2017.
Dia mengaku kecewa lantaran pelaku kekerasan , yang tak lain adalah suaminya sendiri, tak memenuhi persyaratan yang dia ajukan.
Pelaku sendiri diketahui merupakan MD (38). Dia adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) di salah satu kampus negeri.
"Saya menginginkan pencabutan restorative justice karena syarat-syarat yang saja ajukan tidak dipenuhi pelaku sampai batas waktu yang ditetapkan," ungkapnya.
Dia mengatakan, restorative justice itu diputuskan sejak Juni 2022 lalu. Dirinya pun memberikan sejumlah persyaratan kepada pelaku untuk dipenuhi sebagai bagian dari restorative justice.
Di antaranya, memperbaiki kerusakan harta benda, pemenuhan nafkah lahir, ganti rugi biaya pengobatan, tak boleh menggunakan sosial media, hingga tak boleh mengungkapkan kata-kata kasar. Namun sayangnya, pelaku disebut abai dan tak satupun persyaratan dipenuhi.
Oleh karena itu, dirinya meminta pihak Kejaksaan Agung agar segera membatalkan restorative justice tersebut, dan melanjutkan proses hukum kepada pelaku.
Dia bercerita, dirinya menikah dengan pelaku pada April 2016 silam. Kekerasan pertama kali dia alami pada Agustus 2017.
tulis komentar anda