Korban KDRT di Gowa Minta Cabut Penerapan Restorative Justice-Lanjutkan Perkara
Senin, 11 Juli 2022 - 23:21 WIB
"Saat itu sudah dilaporkan di Polres Gowa, tapi berakhir damai," katanya.
Kendati berakhir damai, kekerasan yang dialaminya rupanya masih berlanjut. Sejumlah bagian tubuhnya mengalami memar lantaran dipukul menggunakan tangan kosong, bahkan tak jarang menggunakan sebilah kayu.
"Sejak 2017 sampai 2022 saya alami kekerasan fisik dan psikis. Mulai kepala, kaki, tangan, semua memar dan saya sudah tidak kuat," ungkapnya.
Pada Januari tahun ini, korban kembali melaporkan sang suami, dan perkara bergulir hingga ke tingkat Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa. Pihak Kejari pun menghentikan perkara dengan jalan restorative justice.
Sementara itu, Kepala Kejaksaaan Negeri Gowa, Yeni Andriani, saat dikonfirmasi mengatakan jika restorative justice sudah disetujui oleh kedua pihak yang berperkara.
Pembatalan restorative justice juga tidak bisa serta merta dilakukan. Pasalnya, hal itu sudah diajukan ke Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum). "Jampidum sudah ACC (setuju)," kata Yeni.
Yeni mengatakan, saat berkas perkara diserahkan ke kejaksaan, jaksa sebagai fasilitator bertanya kepada kedua pihak dan keduanya sepakat untuk menempuh jalan damai.
"Istrinya bilang mau berdamai dengan berbagai persyaratan, persyaratannya banyak, salah satunya tidak boleh bermain sosmed, dan mereka sepakat. Bagian itu tidak bisa kami ikut campur," jelasnya.
Atas dasar itulah, lanjut Yeni, pihaknya mengajukan ke Kejaksaan Tinggi untuk dilakukan restorative justice dan menghentikan perkara. Bahkan sebelum itu, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Jampidum melalui video conference.
Kendati berakhir damai, kekerasan yang dialaminya rupanya masih berlanjut. Sejumlah bagian tubuhnya mengalami memar lantaran dipukul menggunakan tangan kosong, bahkan tak jarang menggunakan sebilah kayu.
"Sejak 2017 sampai 2022 saya alami kekerasan fisik dan psikis. Mulai kepala, kaki, tangan, semua memar dan saya sudah tidak kuat," ungkapnya.
Pada Januari tahun ini, korban kembali melaporkan sang suami, dan perkara bergulir hingga ke tingkat Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa. Pihak Kejari pun menghentikan perkara dengan jalan restorative justice.
Sementara itu, Kepala Kejaksaaan Negeri Gowa, Yeni Andriani, saat dikonfirmasi mengatakan jika restorative justice sudah disetujui oleh kedua pihak yang berperkara.
Pembatalan restorative justice juga tidak bisa serta merta dilakukan. Pasalnya, hal itu sudah diajukan ke Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum). "Jampidum sudah ACC (setuju)," kata Yeni.
Yeni mengatakan, saat berkas perkara diserahkan ke kejaksaan, jaksa sebagai fasilitator bertanya kepada kedua pihak dan keduanya sepakat untuk menempuh jalan damai.
"Istrinya bilang mau berdamai dengan berbagai persyaratan, persyaratannya banyak, salah satunya tidak boleh bermain sosmed, dan mereka sepakat. Bagian itu tidak bisa kami ikut campur," jelasnya.
Atas dasar itulah, lanjut Yeni, pihaknya mengajukan ke Kejaksaan Tinggi untuk dilakukan restorative justice dan menghentikan perkara. Bahkan sebelum itu, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Jampidum melalui video conference.
tulis komentar anda