Kisah Wasiat RMP Sosrokartono, Guru Spiritual yang Menguatkan Bung Karno Pimpin Republik Indonesia

Senin, 20 Juni 2022 - 16:03 WIB


Rekam jejak intelektualnya begitu panjang. Sosrokartono merupakan lulusan Universitas Leiden Belanda tahun 1908 Jurusan Sastra Timur. Sebagai murid terpandai Prof Dr. H Kern Leiden, Sosrokartono menguasai 37 bahasa, dan karenanya ia disanjung sebagai manusia jenius. Kaum intelektual Barat yang terpesona menjulukinya De Javanese Prince (Sang Pangeran Jawa) dan De Mooie Sos.

Saat Perang Dunia I pecah (1914-1918), Sosrokartono yang berada di Eropa menjadi jurnalis koran The New York Herald terbitan New York. Keberadaanya diterima banyak kalangan. Ia juga pernah menjadi juru bahasa untuk Sekutu (1918) di Jenewa, dan kemudian pindah ke Prancis menjadi mahasiswa pendengar di Universitas Sorbonne, jurusan psikometri dan psikotekhnik.

Sosrokartono juga sempat menjadi Pegawai Tinggi Atase Kedutaan Besar Perancis di Den Haag tahun 1921. Selama 29 tahun melanglang di Eropa, yakni sejak 1897, ia kemudian pulang ke Indonesia. Soskrokartono sejak tahun 1927 menempati rumahnya di Bandung, Jawa Barat. Ia menjalani fase kehidupan sebagai pendidik bersama Ki Hajar Dewantara dan kemudian lebih dikenal sebagai ahli kebatinan.

Cinta Sosrokartono kepada Nusantara, khususnya Jawa begitu besar. Ajarannya terkenal dengan mengoptimalkan indera rasa, mengasah rasa baik jasmani maupun rohani. Pada tahun 1899 Sosrokartono pernah berpidato bahasa Belanda dalam sebuah acara Kongres Bahasa di Gent, Belgia.

“Saya akan menyatakan sebagai musuh kepada siapa saja yang akan merobah Bangsa Jawa (Indonesia) menjadi Orang Eropa. Selama matahari dan bintang masih bersinar, saya akan melawan mereka itu!”. Sosrokartono di tahun 40-an pernah meramalkan, bahwa dengan dibukanya Terusan Suez yang banyak memakan korban, Asia dan Afrika akan bersatu padu di Bandung Jawa Barat.

Beberapa tahun kemudian, yakni tahun 1955, Kota Bandung menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Dan Bung Karno memang memiliki kedekatan khusus dengan Sosrokartono. Sebelum wafat pada 8 Februari 1952, Soskrokartono menanti kedatangan Bung Karno. Kepada dokter Soeharto, ia menyampaikan pesan untuk Bung Karno bahwa perjuangan belum selesai.

Bangsa Indonesia masih perlu perjuangan lama untuk benar-benar mewujudkan Indonesia merdeka. Sementara dalam perjuangan itu akan penuh warna pertengkaran, kekacauan dan jatuhnya banyak korban. Sosrokartono menyatakan akan selalu siap membantu. “Tetapi Bung Karno mesti eling (Ingat) terus. Meskipun Bung Karno sudah menjadi Presiden Republik Indonesia, masih memerlukan petunjuk dan nasihat,” kata Soskroartono seperti dikutip dari “Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66”.

Dalam setiap mengambil langkah dan tindakan, Bung Karno banyak mengikuti nasihat serta arahan guru spiritualnya. Termasuk kepada Abdurachim, guru spiritual Bung Karno lain, yang berasal dari Banten dan bertempat tinggal di wilayah Petojo Selatan, Jakarta. Maelwi Saelan pada Januari 1967 mengaku pernah diperintah Bung Karno mengunjungi Abdurachim yang dikabarkan sedang sakit keras.

Abdurachim menyampaikan pesan untuk Bung Karno agar tidak mencemaskan sakitnya. Sakit itu menurut Abdurachim ujian dari yang Maha Kuasa. Guru spiritual Bung Karno itu juga bercerita bahwa dirinya dengan Bung Karno memiliki hubungan batin yang dekat. Hubungan it seperti halnya hubungan batin antara Bung Karno dengan Sosrokartono. Karenanya jika Bung Karno bersedih, dirinya juga ikut sedih. Sebaliknya ketika sang Proklamator itu gembira, dirinya juga ikut bergembira.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content