Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 Dinilai Tidak Berpihak pada Nelayan
Jum'at, 19 Juni 2020 - 20:23 WIB
"Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 dirasa tidak memberikan rasa keadilan dan mengkhianati nelayan kecil dan tradisional," tutur Fredy.
Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 menyebutkan nelayan kecil dan tradisional harus terdaftar dalam Kelompok Nelayan di lokasi penangkapan benih lobster dan nelayan kecil penangkap benih bening lobster ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
"Pertanyaan kami apakah Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) memiliki data yang valid dan komprehensip terkait dengan data jumlah dan penyebaran seluruh kelompok nelayan kecil dan tradisional di seluruh wilayah Indonesia," tanya Fredy.
Dengan dibukanya izin ekspor benih lobster akan mendorong eksploitasi besar-besaran pada sumber daya perikanan di pusat-pusat penangkapan dan budidaya lobster di seluruh wilayah Indonesia. Eksploitasi itu terang Fredy akan menghancurkan pusat-pusat perikanan rakyat yang selama ini terjaga secara lestari dan berkelanjutan.
Jika Kementerian Kelautan Perikanan memiliki pandangan, kebijakan dan komitmen bersama untuk menjaga, merawat dan menegakan kelestarian keberlanjutan sumber daya perikanan, maka lobster panulirus harus dibesarkan dan dibudidayakan di dalam Negeri sampai dengan tiba masanya secara layak.
Senada dengan itu, Bupati Kabupaten Pangandaran Jeje Wiradinata yang sekaligus sebagai Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran menilai, Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 berpotensi merugikan penghidupan nelayan kecil dan tradisional. "Seketat apapun aturan pengendalian dan pengawasan penangkapan benih lobster sulit di lakukan," singkat Jeje.
Apalagi dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 terkesan membuka jalan punahnya kelestarian sumber daya perikanan.
Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 menyebutkan nelayan kecil dan tradisional harus terdaftar dalam Kelompok Nelayan di lokasi penangkapan benih lobster dan nelayan kecil penangkap benih bening lobster ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
"Pertanyaan kami apakah Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) memiliki data yang valid dan komprehensip terkait dengan data jumlah dan penyebaran seluruh kelompok nelayan kecil dan tradisional di seluruh wilayah Indonesia," tanya Fredy.
Dengan dibukanya izin ekspor benih lobster akan mendorong eksploitasi besar-besaran pada sumber daya perikanan di pusat-pusat penangkapan dan budidaya lobster di seluruh wilayah Indonesia. Eksploitasi itu terang Fredy akan menghancurkan pusat-pusat perikanan rakyat yang selama ini terjaga secara lestari dan berkelanjutan.
Jika Kementerian Kelautan Perikanan memiliki pandangan, kebijakan dan komitmen bersama untuk menjaga, merawat dan menegakan kelestarian keberlanjutan sumber daya perikanan, maka lobster panulirus harus dibesarkan dan dibudidayakan di dalam Negeri sampai dengan tiba masanya secara layak.
Senada dengan itu, Bupati Kabupaten Pangandaran Jeje Wiradinata yang sekaligus sebagai Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran menilai, Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 berpotensi merugikan penghidupan nelayan kecil dan tradisional. "Seketat apapun aturan pengendalian dan pengawasan penangkapan benih lobster sulit di lakukan," singkat Jeje.
Apalagi dalam Peraturan Menteri KKP Nomor 12 tahun 2020 terkesan membuka jalan punahnya kelestarian sumber daya perikanan.
(alf)
tulis komentar anda