Songsong KTT G-20, Permasalahan Sampah Sarbagita Perlu Terobosan Nyata
Jum'at, 15 April 2022 - 07:17 WIB
DENPASAR - Tingginya aktivitas dan konsumsi masyarakat lokal dan turis , baik domestik maupun mancanegara, tentu berakibat pada banyaknya sampah yang dihasilkan di Pulau Bali.
Secara spesifik, kawasan Sarbagita yang terdiri dari Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan menjadi menjadi penghasil sampah terbesar di Pulau Bali.
Hal ini wajar mengingat kegiatan pariwisata maupun aktivitas ekonomi lainnya sebagian besar terdapat di kawasan tersebut.
Sementara itu, bila merujuk pada kajian Kementerian PUPR Sampah yang masuk ke TPA Regional Sarbagita rata-rata 1.423 ton/hari di mana untuk lahan seluas 32,4 ha yang ada saat ini daya tampungnya sudah maksimal, sesuai hasil analisa hanya menyisakan masa layanan sekitar 1 – 2 tahun ke depan.
Kondisi ini jelas mengkhawatirkan mengingat KTT G20 tidak lama lagi akan diselenggarakan di Provinsi Bali, dimana sebagian besar acara yang diselenggarakan berada di kawasan sarbagita, baik tempat konferensi maupun fasilitas penunjang lainnya.
Hal ini tentunya menjadi masalah serius yang tidak bisa dipecahkan melalui cara-cara konvensional atau buisiness as usual.
Jika terus dibiarkan dan menumpuk, tidak saja mengganggu penyelenggaraan KTT G20 di Bali, namun dalam jangka menengah maupun jangka panjang menjadi problem bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat Bali secara luas.
Dengan sejumlah permasalahan dan waktu KTT G20 yang semakin dekat, Ditjen Bina Adwil, Kemendagri menginisiasi pertemuan antara kementerian/lembaga, Pemprov Bali, pemerintahan Sarbagita, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat, untuk berembuk dan mencari solusi terbaik penanganan sampah ini.
Nantinya, akan ada pertemuan secara government to government (G2G), government to business, business to business, dan business to consumer.
Secara spesifik, kawasan Sarbagita yang terdiri dari Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan menjadi menjadi penghasil sampah terbesar di Pulau Bali.
Hal ini wajar mengingat kegiatan pariwisata maupun aktivitas ekonomi lainnya sebagian besar terdapat di kawasan tersebut.
Sementara itu, bila merujuk pada kajian Kementerian PUPR Sampah yang masuk ke TPA Regional Sarbagita rata-rata 1.423 ton/hari di mana untuk lahan seluas 32,4 ha yang ada saat ini daya tampungnya sudah maksimal, sesuai hasil analisa hanya menyisakan masa layanan sekitar 1 – 2 tahun ke depan.
Kondisi ini jelas mengkhawatirkan mengingat KTT G20 tidak lama lagi akan diselenggarakan di Provinsi Bali, dimana sebagian besar acara yang diselenggarakan berada di kawasan sarbagita, baik tempat konferensi maupun fasilitas penunjang lainnya.
Hal ini tentunya menjadi masalah serius yang tidak bisa dipecahkan melalui cara-cara konvensional atau buisiness as usual.
Jika terus dibiarkan dan menumpuk, tidak saja mengganggu penyelenggaraan KTT G20 di Bali, namun dalam jangka menengah maupun jangka panjang menjadi problem bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat Bali secara luas.
Dengan sejumlah permasalahan dan waktu KTT G20 yang semakin dekat, Ditjen Bina Adwil, Kemendagri menginisiasi pertemuan antara kementerian/lembaga, Pemprov Bali, pemerintahan Sarbagita, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat, untuk berembuk dan mencari solusi terbaik penanganan sampah ini.
Nantinya, akan ada pertemuan secara government to government (G2G), government to business, business to business, dan business to consumer.
tulis komentar anda