Hari Kebudayaan Makassar, Bahasa Daerah Didorong Kembali Masuk Kurikulum Sekolah
Jum'at, 01 April 2022 - 21:08 WIB
Adapun anggotanya yakni Kepala Dinas Kebudayaan Rusnaini, Prof Husain Syam, Prof Yusran Jusuf, Mohammad Roem, Naida Naing, Siti Subaedah Nur, Simon Petrus, Arwan Cahyadi, Andi Muhammad Redo, dan Sofyan Setyawan.
Danny sendiri telah mengaku telah memberi tugas kepada Dewan Kebudayaan untuk mendorong bahasa daerah masuk kembali ke dalam kurikulum sekolah.
"Saya baru meminta di forum tadi bahwa satu hari diajarkan bahasa daerah . Itu permintaan saya di awal bagi Dewan Kebudayaan. Saya minta ada rekomendasi dari mereka untuk bahasa diterapkan di sekolah-sekolah," ungkapnya.
Menurut Danny, pelajaran bahasa daerah saat ini tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah. Padahal, hal ini sangat krusial dan penting untuk mempertahankan kebudayaan agar tidak tergerus zaman.
"Dulu kan ada pelajaran lontara, dan itu saya masih hapal sampai sekarang. Sekarang sudah tidak ada," katanya.
"Makanya kami mendorong untuk masukkan ke mata pelajaran. Tapi kan sekarang kami ikuti mekanisme, biar Dewan Kebudayaan yang kaji, kemudian keluar rekomendasi dan dari rekomendasi itu saya keluarkan Perwali," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulsel, Yani Paryono, belum lama ini mengungkapkan bahwa penggunaan bahasa daerah atau yang dikenal dengan istilah bahasa ibu cenderung mulai ditinggalkan oleh generasi milenial dan generasi Z.
Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain karena rasa bangga akan bahasa daerah yang semakin berkurang, keuntungan yang mereka peroleh dengan menggunakan bahasa daerah dianggap tidak signifikan, dan juga adanya perasaan lebih bangga jika dapat menguasai bahasa asing tertentu dibandingkan dengan menguasai bahasa daerah.
Oleh karena itu, kata Yani, bahasa ibu perlu dipertahankan keberadaannya dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah.
Danny sendiri telah mengaku telah memberi tugas kepada Dewan Kebudayaan untuk mendorong bahasa daerah masuk kembali ke dalam kurikulum sekolah.
"Saya baru meminta di forum tadi bahwa satu hari diajarkan bahasa daerah . Itu permintaan saya di awal bagi Dewan Kebudayaan. Saya minta ada rekomendasi dari mereka untuk bahasa diterapkan di sekolah-sekolah," ungkapnya.
Menurut Danny, pelajaran bahasa daerah saat ini tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah. Padahal, hal ini sangat krusial dan penting untuk mempertahankan kebudayaan agar tidak tergerus zaman.
"Dulu kan ada pelajaran lontara, dan itu saya masih hapal sampai sekarang. Sekarang sudah tidak ada," katanya.
"Makanya kami mendorong untuk masukkan ke mata pelajaran. Tapi kan sekarang kami ikuti mekanisme, biar Dewan Kebudayaan yang kaji, kemudian keluar rekomendasi dan dari rekomendasi itu saya keluarkan Perwali," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulsel, Yani Paryono, belum lama ini mengungkapkan bahwa penggunaan bahasa daerah atau yang dikenal dengan istilah bahasa ibu cenderung mulai ditinggalkan oleh generasi milenial dan generasi Z.
Hal itu disebabkan beberapa faktor, antara lain karena rasa bangga akan bahasa daerah yang semakin berkurang, keuntungan yang mereka peroleh dengan menggunakan bahasa daerah dianggap tidak signifikan, dan juga adanya perasaan lebih bangga jika dapat menguasai bahasa asing tertentu dibandingkan dengan menguasai bahasa daerah.
Oleh karena itu, kata Yani, bahasa ibu perlu dipertahankan keberadaannya dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda