Kisah Kiai Amin, Gigih Melawan Penjajah dan Ditembak Mati Usai Kumandangkan Adzan

Rabu, 23 Maret 2022 - 05:05 WIB
Selain berani dan dikenal kebal, Kiai Amin juga seorang penghafal Alquran yang mampu menguasainya dalam waktu singkat. Tak heran jika banyak santri kala itu bukan hanya mendalami agama tetapi juga ingin menuntut ilmu kanuragan.

Kiai Amin Musthofa lahir pada tahun 1910 M di Desa Kranji, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Dia adalah putra KH Musthofa Abdul Karim yang juga pendiri Pondok Tarbiyatut Tholabah Kranji dan Nyai Hj Aminah binti KH Moh Sholeh Tsani dari Gresik.



Kiai Amin merupakan anak ketujuh dari 10 orang bersaudara, dua perempuan dan delapan laki-laki. Dua di antaranya meninggal di waktu kecil yaitu anak pertama dan terakhir, dua orang perempuan yakni Maryam dan Sofiyah. Sedangkan kelima saudara laki-lakinya adalah Kiai Abdul Karim, Kiai Moh Sholeh, Kiai Ahmad Muhtadi, Kiai Abdur Rahman, dan Kiai Abdullah.

Di usianya yang relatif muda, 24 tahun, Kiai Amin mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren Al Iman wal Islam yang kemudian dikenal dengan Pondok Pesantren Al-Amin Tunggul yang kini berkembang pesat.

Sebelum mendirikan pesantren, Kiai Amin telah menimbah ilmu di beberapa pondok pesantren, yakni di Tebuireng, Termas, Ngeloh, Sepanjang, Kediri dan Maskumambang. Dia bahkan bermukim di Mekkah pada tahun 1936.

Dalam hal ibadah shalat, Kiai Amin amat keras berpegang kepada Sunnah. Misalnya, tidak mau menggunakan alas sajadah yang bergambar apa pun. Bahkan dalam pelaksanaan shalat Jumat Kiai Amin amat tegas dan hanya menerapkan sekali adzan dan tidak menyukai masjid yang dilengkapi bedug atau kentongan.

Sebagai komandan tentara Hizbullah wilayah pantura yang meliputi Lamongan, Tuban, dan Gresik ia bersama ribuan santri berangkat ke Surabaya untuk menggempur penjajah, turut serta beberapa kiai dalam peperangan seperti KH Abdurrahman Syamsuri, Kiai Ridlwan Syarqowi (pendiri Pondok Modern Muhammadiyah Paciran), KH Anwar Mu’rot, KH Adnan Noer (Blimbing), KH Anshory (Brondong), KH Sa’dullah (Blimbing) dan beberapa kiai lainnya.



Dalam peperangan di Surabaya, kisah Kiai Amin cukup legendaris hingga sekarang yakni tidak mempan senjata maupun peluru. Dia juga dikabarkan tidak mati, meski dilempari bom. Tapi beliau mengatakan, “Tidak mati karena bomnya meleset.”
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More