Kisah Kiai Mahrus Aly Lirboyo, Kirim Santri Syafii Sulaiman Menyusup dan Lucuti Senjata Jepang

Minggu, 20 Maret 2022 - 05:00 WIB
Menggunakan peralatan seadanya, ratusan santri mengadakan pernyerbuan ke Markas Kompitai Dai Nipon di bawah komando KH Mahrus Aly, Mayor Mahfudh, dan Abdul Rakhim Pratalikrama. Santri muda, Syafii Sulaiman yang kala itu masih berusia 15 tahun, diutus oleh Kiai Mahrus Aly untuk menyusup ke markas Dai Nippon, guna mempelajari keadaan dan memantau kekuatan lawan.

Setelah penyelidikan dirasa cukup, Syafii Sulaiman segera melapor kepada Kiai Mahrus Aly, dan Mayor Mahfudh. Invasi para santri itu berhasil. Atas kebijaksanaan Kiai Mahrus Aly, satu truk senjata hasil lucutan Jepang itu, dibawa ke Pondok Pesantren Lirboyo, dan setelahnya diserahkan kepada Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Bermodalkan senjata rampasan, para santri Lirboyo, di bawah komando Kiai Mahrus Aly, secara bergantian dikirim ke front pertempuran Surabaya. Pengiriman pasukan yang beranggotakan para santri ini, terus berlanjut hingga pecah perang 10 November 1945.



Bukan sekedar mengirimkan pasukan ke medan laga, Kiai Mahrus Aly bersama para santri Lirboyo, juga melakukan gerakan batin yang digelar setiap malam, agar pasukan yang tengah bertempur diberi keteguhan iman, dan apabila gugur diterima sebagai syahid.

Gerakan batin ini digelar di dua tempat, yakni di Pondok Pesantren Lirboyo, dipimpin oleh KH Abdul Karim dan KH Marzugi Dahlan. Lokasi gerakan batin kedua digelar di Manukan, Jabon, Kediri, yang dipimpin oleh KH Mahrus Aly, dan KH Said.

Usai pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya, Kiai Mahrus Aly kembali mengerahkan pasukan yang beranggotakan para santri ke medan laga, untuk menghadapi Agresi Militer II yang dilakukan pasukan belanda, pada 12 Desember 1948.



Empat santri senior Lirboyo dikirim oleh Kiai Mahrus Aly untuk menjadi pasukan di bawah komando Mayor Mahfudh. Keempat santri itu adalah Syafi'i Sulaiman, Muhid Ilyas, Muhammad Masykur, dan Mahfudh AK. Taktik perang gerilya, dan melakukan serangan secara sporadis ke jantung pertahanan musuh yang dijalankan pasukan para santri ini, ternyata berjalan sangat efektif.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, melalui pertempuran berdarah tersebut, berlangsung hingga penyerahan kedaulatan Indonesia, oleh Belanda, melalui perjanjian yang dihasilkan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Deen Hag, pada 27 Desember 1949.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content