6 Ahli Waris Lahan Proyek Perluasan Bandara Hasanuddin Tuntut Hak Kompensasi
Kamis, 10 Februari 2022 - 20:39 WIB
MAKASSAR - Perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin di Kabupaten Maros dinilai masih menyisakan masalah. Sejumlah ahli waris pemilik tanah seluas 82 hektare dari sejumlah keluarga belum dibayarkan sejak 30 tahun, dimulai dari tahun 1991 oleh Kementerian Perhubungan.
Kuasa Hukum Ahli Waris, Yudi Kristanto, mengaku ada enam keluarga yang menuntut hak kompensasi atas lahan yang kini menjadi landasan pacu dan parkiran Bandara Hasanuddin . Mereka yakni Dg Pati, Dg Ngemba, Dg Sirua, Abbas Dg Borong, Nur Daniar, dan Dg Lomi.
Menurut Yudi, Pemkab Maros seolah-olah menutup mata terhadap masalah tersebut. Khususnya Panitia Sembilan yang menjadi penanggung jawab penuh pelepasan lahan yang seharusnya diselesaikan sejak 1991-1993. Namun sampai kini tak membayarkan kompensasi.
Baca Juga: Perluasan Kawasan Bandara Sultan Hasanuddin Digenjot Tahun Ini
"Kami harapkan ada itikad baik dari pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan harus segera memenuhi hak atas uang kompensasi lahan mereka yang telah diabaikan selama 30 tahun lamanya," kata Yudi saat konferensi pers di Makassar, Kamis (10/2/2022).
Dia berpendapat, dari awal pembangunan atau perluasan bandara sudah bermasalah. Merujuk dari SK Gubernur Sulawesi Selatan tahun 1991, penambahan lahan hanya seluas 431 hektare. Namun luas itu berubah menjadi 533 hektare atau selisih 102 hektare.
"Nah itu yang melalui SK Bupati Maros tahun 1997 dan menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Pakai atas nama Kementerian Perhubungan oleh BPN Maros pada tanah seluas 533 hektare, yang seharusnya hanya seluas 431 hektare. Ahli waris punya sertifikat hak milik," tutur Yudi.
Sementara itu, Kuasa Pengurus Ahli Waris, Dimas, menjelaskan tidak ada penetapan harga ganti rugi dianggap jadi biang keladi persoalan ini. Beberapa pemilik lahan ada yang mendapat ganti rugi Rp 3.800/m2, Rp 2.800/m2, bahkan ada pemilik lahan yang tidak menerima ganti rugi sama sekali.
"Sementara yang seharusnya dibayarkan itu Rp7.000/m2. Kalau harga sekarang itu nilainya dari lahan para ahli waris total Rp3 triliun. Tapi kami berharap ada itikad baik dari pihak terkait untuk menyelesaikan kompensasi ini. Kami sudah berupaya selama 30 tahun tapi belum ada titik terang," ujarnya.
Kuasa Hukum Ahli Waris, Yudi Kristanto, mengaku ada enam keluarga yang menuntut hak kompensasi atas lahan yang kini menjadi landasan pacu dan parkiran Bandara Hasanuddin . Mereka yakni Dg Pati, Dg Ngemba, Dg Sirua, Abbas Dg Borong, Nur Daniar, dan Dg Lomi.
Menurut Yudi, Pemkab Maros seolah-olah menutup mata terhadap masalah tersebut. Khususnya Panitia Sembilan yang menjadi penanggung jawab penuh pelepasan lahan yang seharusnya diselesaikan sejak 1991-1993. Namun sampai kini tak membayarkan kompensasi.
Baca Juga: Perluasan Kawasan Bandara Sultan Hasanuddin Digenjot Tahun Ini
"Kami harapkan ada itikad baik dari pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan harus segera memenuhi hak atas uang kompensasi lahan mereka yang telah diabaikan selama 30 tahun lamanya," kata Yudi saat konferensi pers di Makassar, Kamis (10/2/2022).
Dia berpendapat, dari awal pembangunan atau perluasan bandara sudah bermasalah. Merujuk dari SK Gubernur Sulawesi Selatan tahun 1991, penambahan lahan hanya seluas 431 hektare. Namun luas itu berubah menjadi 533 hektare atau selisih 102 hektare.
"Nah itu yang melalui SK Bupati Maros tahun 1997 dan menjadi dasar penerbitan Sertifikat Hak Pakai atas nama Kementerian Perhubungan oleh BPN Maros pada tanah seluas 533 hektare, yang seharusnya hanya seluas 431 hektare. Ahli waris punya sertifikat hak milik," tutur Yudi.
Sementara itu, Kuasa Pengurus Ahli Waris, Dimas, menjelaskan tidak ada penetapan harga ganti rugi dianggap jadi biang keladi persoalan ini. Beberapa pemilik lahan ada yang mendapat ganti rugi Rp 3.800/m2, Rp 2.800/m2, bahkan ada pemilik lahan yang tidak menerima ganti rugi sama sekali.
"Sementara yang seharusnya dibayarkan itu Rp7.000/m2. Kalau harga sekarang itu nilainya dari lahan para ahli waris total Rp3 triliun. Tapi kami berharap ada itikad baik dari pihak terkait untuk menyelesaikan kompensasi ini. Kami sudah berupaya selama 30 tahun tapi belum ada titik terang," ujarnya.
tulis komentar anda