Survei LSI: Kecemasan Ekonomi Lampaui Kecemasan Covid-19

Jum'at, 12 Juni 2020 - 19:38 WIB
Hasil riset LSI Denny JA menunjukkan kecemasan ancaman kesulitan ekonomi justru melampaui kecemasan terpapar virus Corona. Foto/Istimewa
JAKARTA - Setelah melewati 5-6 bulan pandemi virus Corona (Covid-19),kini terjadi pergeseran bentuk kecemasan publik. Semula kecemasan terhadap Covid-19 menjadi histeria dunia.

Jutaan manusia terpapar dan ratusan ribu meninggal dunia karena hingga kini belum ditemukan obatnya. Hingga akhirnya muncul kampanyekan bekerja dari rumah atau work from home, online class, lockdown hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (Baca juga: Bertambah 1.111, Kasus Positif Corona di Indonesia Menjadi 36.406 )

Tapi kini memasuki minggu kedua Juni 2020, publik ternyata lebih cemas terhadap kesulitan ekonomi. Hasil riset LSI Denny JA menunjukkan kecemasan ancaman kesulitan ekonomi justru melampaui kecemasan terpapar virus Corona. Riset ini dilakukan dengan menganalis data sekunder dari berbagai sumber dari dalam dan luar negeri.

LSI Denny JA menemukan lima alasan Indonesia juga mengalami pergeseran itu, dari kecemasan terpapar oleh virus corona beralih dan dikalahkan oleh kecemasan terpapar virus ekonomi.

Tiga sumber data yang digunakan LSI Denny JA untuk menggambarkan beralihnya bentuk kecemasan. Pertama, data Galup Poll (2020). Ini lembaga survei opini publik berpusat di Amerika Serikat (AS).



Lembaga ini mengukur opini publik di AS mulai minggu kedua April 2020 (6- 12 April) hingga minggu ketiga Mei 2020 (11-17 Mei). Terbaca terjadi pergeseran kecemasan di sana. Pada periode 6-12 April 2020, kecemasan terhadap Corona berada di angka 57%. Sementara kecemasan atas kesulitan ekonomi berada di angka 49%.

"Namun di era 11-17 Mei 2020, angka kecemasan itu sudah bergeser. Kecemasan publik terhadap virus corona menurun ke angka 51 persen. Sementara kecemasan atas kesulitan ekonomi menanjak melampaui kecemasan atas virus di angka 53 persen," tutur Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar saat memaparkan hasil riset secara virtual, Jumat (12/6/2020).

Kedua, data dari VoxPopuli Center, lembaga opini publik Indonesia. Pada 26 Mei- 1 Juni 2020, lembaga ini melakukan survei telepon terhadap 1.200 responden Indonesia yang dipilih secara random. (Baca Juga: 1.027 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19, Sembuh 626 Orang )

Hasilnya 25,3% publik khawatir terpapar oleh virus Corona. Namun lebih besar lagi, sekitar 67,4% publik khawatir akan kesulitan ekonomi atau bahkan kelaparan.

Ketiga, riset eksperimental yang dilakukan Denny JA dan Eriyanto pada Maret- Juni 2020. Ini bukan survei opini publik, tapi riset eksperimental untuk menggali lebih detail kekhawatiran responden.

Total responden berjumlah 240 mahasiswa. Mereka dibagi ke dalam delapan kelompok, masing masing 30 responden. Setiap kelompok diberi satu jenis treatment saja. Satu dari delapan treatment yang didesain khusus diberikan kepada kelompok tersebut.

Ragam treatment dibedakan antara informasi tinggi rendahnya ancaman. Yaitu ancaman kesehatan (kematian hingga terpapar virus yang bisa disembuhkan), versus ancaman ekonomi (kelaparan dan kehilangan pekerjaan hingga bisa mencari penghasilan lain). Treatment juga dibedakan antara kemampuan individu, mulai dari mampu menangkal ancaman kesehatan dan ekonomi versus tak mampu menangkal.

"Melalui analisa statistik, diketahui bahwa kekhawatiran efek virus yang mengancam ekonomi melampaui kekhawatiran efek virus yang mengancam kesehatan. Responden lebih takut ancaman kesulitan ekonomi dibandingkan terpapar virus corona," urainya.

Riset yang dilakukan LSI Denny JA menemukan lima alasan mengapa kini, setelah 5-6 bulan dunia tenggelam dalam pandemik virus corona, yang belum ada obatnya, belum ditemukan vaksin, tapi kecemasan atas kesulitan ekonomi mulai melampaui kecemasan atas kesehatan terpapar virus Corona.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More