Kisah Mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Pernah Ditempeleng Perwira Jepang
Kamis, 27 Januari 2022 - 20:02 WIB
Ayah Hoegeng seorang ambtenaar (pegawai) Pemerintah Hindia Belanda yang sempat berdinas di Pemalang, lalu kembali ke Pekalongan. Di Pekalongan, ayahnya menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan (Inlandsch Officer van Justitie) wilayah Karsidenan Pekalongan.
Hoegeng bersekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School) atau setingkat SD dan MULO (setingkat SMP) di Pekalongan dan AMS di Yogyakarta. Hoegeng masuk RHS karena bermimpi bisa masuk Sekolah Komisaris Polisi di Sukabumi.
Impian yang telah dibangunnya sejak kecil. "Suatu impian sejak kecil yang samar-samar masih hidup dalam diri saya," kata Hoegeng dalam “Hoegeng, Polisi : Idaman dan Kenyataan”.
Hoegeng dengan halus menolak keinginan eyang putrinya yang berharap dirinya masuk ke Mosvia, Magelang. Eyangnya ingin melihat dirinya menjadi kanjeng atau pegawai pamong pemerintahan.
Saat kuliah di Recht Hoge School (RHS), Batavia, Hoegeng menumpang di rumah kakak ibunya (budenya) yang beralamat di kawasan Kramat. Di RHS, ia ikut terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa.
Hoegeng menjadi anggota perkumpulan Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) yang bermarkas di Jalan Kramat Raya. Di USI ia kenal dengan Soedjatmoko, Soebadio Sastrosatomo, Soebandrio, A Hamid Algadrie dan Chairul Saleh.
Semuanya masih sama-sama mahasiswa. Beberapa nama di antaranya kemudian menjadi tokoh PSI dan Murba.
Saat masih mahasiswa RHS tersebut, Hoegeng menyaksikan bagaimana pasukan Jepang pertama kalinya memasuki Jakarta. Suasana seketika heboh.
"Mengikuti para tetangga, maka dengan cepat saya keluar rumah dan terus ke jalan Kramat Raya," tutur Hoegeng.
Di mana-mana terlihat banjir massa. Rakyat berjubel-jubel di pinggir jalan untuk menyaksikan konvoi militer tentara Jepang. Sementara pemandangan orang-orang Belanda di tempat umum, tidak terlihat lagi.
Hoegeng bersekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School) atau setingkat SD dan MULO (setingkat SMP) di Pekalongan dan AMS di Yogyakarta. Hoegeng masuk RHS karena bermimpi bisa masuk Sekolah Komisaris Polisi di Sukabumi.
Impian yang telah dibangunnya sejak kecil. "Suatu impian sejak kecil yang samar-samar masih hidup dalam diri saya," kata Hoegeng dalam “Hoegeng, Polisi : Idaman dan Kenyataan”.
Hoegeng dengan halus menolak keinginan eyang putrinya yang berharap dirinya masuk ke Mosvia, Magelang. Eyangnya ingin melihat dirinya menjadi kanjeng atau pegawai pamong pemerintahan.
Saat kuliah di Recht Hoge School (RHS), Batavia, Hoegeng menumpang di rumah kakak ibunya (budenya) yang beralamat di kawasan Kramat. Di RHS, ia ikut terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa.
Hoegeng menjadi anggota perkumpulan Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) yang bermarkas di Jalan Kramat Raya. Di USI ia kenal dengan Soedjatmoko, Soebadio Sastrosatomo, Soebandrio, A Hamid Algadrie dan Chairul Saleh.
Semuanya masih sama-sama mahasiswa. Beberapa nama di antaranya kemudian menjadi tokoh PSI dan Murba.
Saat masih mahasiswa RHS tersebut, Hoegeng menyaksikan bagaimana pasukan Jepang pertama kalinya memasuki Jakarta. Suasana seketika heboh.
"Mengikuti para tetangga, maka dengan cepat saya keluar rumah dan terus ke jalan Kramat Raya," tutur Hoegeng.
Di mana-mana terlihat banjir massa. Rakyat berjubel-jubel di pinggir jalan untuk menyaksikan konvoi militer tentara Jepang. Sementara pemandangan orang-orang Belanda di tempat umum, tidak terlihat lagi.
tulis komentar anda