Terima Suap, Dzulmi Eldin Divonis 6 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya
Kamis, 11 Juni 2020 - 19:12 WIB
MEDAN - Wali Kota Medan non aktif, Dzulmi Eldin divonis selama 6 tahun penjara dan dicabut hak politiknya di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (11/6/2020).
Majelis hakim diketuai Abdul Azis dalam amar putusannya juga menghukum Dzulmi Eldin membayar denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan Dzulmi Eldin terbukti bersalah menerima suap atau hadiah, atau janji berupa uang dari para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/Pejabat Eselon II Pemko Medan dengan total Rp2,155 miliar. (Baca juga : Petugas BNN Sumut Temukan Ladang Ganja Seluas 8 Hektar di Madina )
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dzulmi Eldin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun, denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Abdul Azis membacakan amar putusannya dalam sidang secara daring melalui teleconfrence video.
Selain itu, Dzulmi Eldin juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun, setelah terdakwa menjalani pidana pokok.
Terdakwa Dzulmi Eldin terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair Pasal 12 huruf a Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Baca juga : Luka Parah, Anggota Polres Pelabuhan Belawan Dibacok Saat Tangkap DPO )
"Adapun hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, terdakwa telah menikmati hasil perbuatannya. Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama persidangan," terang Majelis hakim.
Dipersidangan pembacaan putusan itu, Dzulmi Eldin berada di Rutan Tanjung Gusta, hanya mendengarkan pembacaan putusan oleh majelis hakim melalui layar monitor. Hanya penasihat hukumnya hadir di ruang sidang PN Medan. Sedangkan jaksa KPK berada di Gedung KPK, Jakarta.
Usai pembacaan putusan, Majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan banding atau tidak. Namun baik terdakwa maupun tim penuntut KPK menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu.
Majelis hakim diketuai Abdul Azis dalam amar putusannya juga menghukum Dzulmi Eldin membayar denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan Dzulmi Eldin terbukti bersalah menerima suap atau hadiah, atau janji berupa uang dari para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD)/Pejabat Eselon II Pemko Medan dengan total Rp2,155 miliar. (Baca juga : Petugas BNN Sumut Temukan Ladang Ganja Seluas 8 Hektar di Madina )
"Mengadili, menyatakan terdakwa Dzulmi Eldin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun, denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Abdul Azis membacakan amar putusannya dalam sidang secara daring melalui teleconfrence video.
Selain itu, Dzulmi Eldin juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun, setelah terdakwa menjalani pidana pokok.
Terdakwa Dzulmi Eldin terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair Pasal 12 huruf a Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Baca juga : Luka Parah, Anggota Polres Pelabuhan Belawan Dibacok Saat Tangkap DPO )
"Adapun hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, terdakwa telah menikmati hasil perbuatannya. Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama persidangan," terang Majelis hakim.
Dipersidangan pembacaan putusan itu, Dzulmi Eldin berada di Rutan Tanjung Gusta, hanya mendengarkan pembacaan putusan oleh majelis hakim melalui layar monitor. Hanya penasihat hukumnya hadir di ruang sidang PN Medan. Sedangkan jaksa KPK berada di Gedung KPK, Jakarta.
Usai pembacaan putusan, Majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa dan penasehat hukumnya untuk mengajukan banding atau tidak. Namun baik terdakwa maupun tim penuntut KPK menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu.
tulis komentar anda