Di Tengah Pandemi, Berburu Rumah di Ruang Sepi
Kamis, 11 Juni 2020 - 10:14 WIB
Petang baru saja datang ketika suasana kampung di Pagesangan mulai mencekam. Mobil ambulans dengan empat orang memakai baju hazmat menandu warga yang positif COVID-19. Semua warga hanya bisa mengintip dari balik jendela, di saat langit-langit Surabaya yang masih berselimut merah, dekapan tangan larut dalam kiriman doa.
Sudah ada 6.806 warga di Jawa Timur yang positif tertular COVID-19. Jalanan begitu sepi, hanya ada sisa genangan air setelah semalam hujan menguyur dengan deras. Dalam kabut pandemi ini, banyak harapan yang dikirim ke langit untuk bisa terwujud. Sembari berharap semua jiwa dan fisik dalam keadaan baik-baik saja.
Subiran (40), menyadari betul bagaimana cara merawat mimpi untuk bisa diwujudkan. Lebaran tahun ini ia dan istrinya, Halimah (31), tak bisa pulang ke kampung halamannya di Dampit, Malang. Sebuah kemewahan yang sirna dalam teror virus Corona yang dalam beberapa bulan terakhir mengubah banyak kebiasaan kehidupannya.
Sudah 18 tahun ini ia dan istrinya ingin menaklukan Surabaya. Dari balik kamar kosnya yang berukuran 4x5 meter, dirinya sadar betul dari keinginan kuat mimpi-mimpi untuk bisa sukses harus terus diwujudkan. Mereka ingin memiliki wujud dari hasil jerih payahnya bekerja jauh dari kampung halamannya, sebuah rumah yang bisa menjadi tempat mereka berteduh.
Subiran memiliki tradisi dengan istrinya yang selalu memecahkan celengan ayam di tiap akhir Ramadan. Mereka punya kebiasaan menabung, dari beberapa lembar uang sisa di kantong celana yang dimasukan dalam lubang celengan yang diletakan di ujung lemari, dekat dengan pintu kamar mandi.
"Biasanya uang kami kumpulkan untuk mudik. Kadang ada sisanya, kami masukan ke tabungan di bank, untuk tahun ini semua hasil celengan itu saya masukan ke bank," kata Subiran, Selasa (11/6/2020).
Dalam lima tahun terakhir ini, Subiran dan Halimah memang fokus untuk memiliki rumah. Sudah belasan tahun ia hanya bisa menempati kamar kos sempit yang sudah tak mampu lagi menampung perabotannya.
Keinginan kuat itu seperti didukung oleh alam semesta. Uang di tabungannya sudah mencukupi untuk dijadikan uang muka pembelian rumah. "Dari pada habis untuk bayar kos tiap bulan, mendingan untuk bayar cicilan rumah," sahut Halimah.
Subiran merasa bersyukur dipertemukan jodoh dengan Halimah yang dianggapnya mewarisi sifat orang Jawa yang gemi. Sebuah sifat yang kuat untuk memilih dan mengatur skala prioritas kebutuhan hidup yang bermanfaat. "Meskipun penghasilan tak banyak, tapi selalu saja ada uang yang bisa ditabung," ucapnya.
Sudah ada 6.806 warga di Jawa Timur yang positif tertular COVID-19. Jalanan begitu sepi, hanya ada sisa genangan air setelah semalam hujan menguyur dengan deras. Dalam kabut pandemi ini, banyak harapan yang dikirim ke langit untuk bisa terwujud. Sembari berharap semua jiwa dan fisik dalam keadaan baik-baik saja.
Subiran (40), menyadari betul bagaimana cara merawat mimpi untuk bisa diwujudkan. Lebaran tahun ini ia dan istrinya, Halimah (31), tak bisa pulang ke kampung halamannya di Dampit, Malang. Sebuah kemewahan yang sirna dalam teror virus Corona yang dalam beberapa bulan terakhir mengubah banyak kebiasaan kehidupannya.
Sudah 18 tahun ini ia dan istrinya ingin menaklukan Surabaya. Dari balik kamar kosnya yang berukuran 4x5 meter, dirinya sadar betul dari keinginan kuat mimpi-mimpi untuk bisa sukses harus terus diwujudkan. Mereka ingin memiliki wujud dari hasil jerih payahnya bekerja jauh dari kampung halamannya, sebuah rumah yang bisa menjadi tempat mereka berteduh.
Subiran memiliki tradisi dengan istrinya yang selalu memecahkan celengan ayam di tiap akhir Ramadan. Mereka punya kebiasaan menabung, dari beberapa lembar uang sisa di kantong celana yang dimasukan dalam lubang celengan yang diletakan di ujung lemari, dekat dengan pintu kamar mandi.
"Biasanya uang kami kumpulkan untuk mudik. Kadang ada sisanya, kami masukan ke tabungan di bank, untuk tahun ini semua hasil celengan itu saya masukan ke bank," kata Subiran, Selasa (11/6/2020).
Dalam lima tahun terakhir ini, Subiran dan Halimah memang fokus untuk memiliki rumah. Sudah belasan tahun ia hanya bisa menempati kamar kos sempit yang sudah tak mampu lagi menampung perabotannya.
Keinginan kuat itu seperti didukung oleh alam semesta. Uang di tabungannya sudah mencukupi untuk dijadikan uang muka pembelian rumah. "Dari pada habis untuk bayar kos tiap bulan, mendingan untuk bayar cicilan rumah," sahut Halimah.
Subiran merasa bersyukur dipertemukan jodoh dengan Halimah yang dianggapnya mewarisi sifat orang Jawa yang gemi. Sebuah sifat yang kuat untuk memilih dan mengatur skala prioritas kebutuhan hidup yang bermanfaat. "Meskipun penghasilan tak banyak, tapi selalu saja ada uang yang bisa ditabung," ucapnya.
tulis komentar anda