Pengadilan Mediasi Perkara Anak Gugat Ayah Kandung Rp6,275 Miliar
Jum'at, 17 Desember 2021 - 11:57 WIB
SALATIGA - Pengadilan Negeri Salatiga menggelar sidang perkara Nomor 102/Pdt.G/2021/PN. Slt dengan agenda mediasi, Jumat (17/12/2021). Pengadilan mempertemukan penggugat DA (23) dan DB (21) warga Salatiga dengan pihak tergugat MR dan turut tergugat MO yang tak lain adalah ayah kandung dan ibu tiri penggugat untuk melakukan perundingan.
Mediasi dipimpin oleh hakim mediator Anggi Maha Cakri. Dalam mediasi tersebut peggugat didampingi oleh kuasa hukumnya Mohammad Sofyan.
Humas Pengadilan Negeri Salatiga Yefri Bimusu menjelaskan, sesuai ketentuan, perkara perdata harus menempuh upaya damai. Sehingga pihak penggugat dan tergugat harus melakukan mediasi.
"Karena pihak penggugat dan tergugat serta turut tergugat tidak memiliki mediator, sehingga menyerahkan majelis hakim untuk menunjuk mediator. Dan majelis hakim telah menunjuk Anggi Maha Cakri sebagai hakim mediator. Ini mediasi yang kedua," katanya, Jumat (17/12/2021).
Dia menjelaskan, apabila dalam mediasi tercapai suatu kesepakatan, maka para pihak bisa mengajukan permohonan putusan akta damai atau penggugat mencabut gugatannya.
Jika tidak mediasi gagal, maka persidangan perkara akan dilanjutkan ke pokok perkara. "Sejauh ini, kami belum tahu hasilnya karena proses mediasi masih berlangsung," ucapnya. Baca juga: Pimpinan KPK Sebut Tak Semua Penyimpangan Harus ke Pengadilan
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, DA (23) dan DB (21) warga Kota Salatiga menggugat ayah kandungnya MR dan turut tergugat ibu tirinya OM di Pengadilan Negeri Salatiga. Gugatan tersebut teregister dalam perkara Nomor 102/ Pdt.G/ 2021/PN. Slt.
MR digugat secara materiil sebesar Rp1,725 miliar dan immateriil sebesar Rp5 miliar lantaran telah menelantarkan kedua anak kandungnya sejak 2013 lalu. Imbasnya kedua anak laki-laki dan perempuan itu, terpaksa mengurungkan niatnya untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi lantaran tidak ada biaya.
Kuasa hukum DA dan DB, Mohammad Sofyan menjelaskan, permasalahan ini bermula ketika pada 2013 lalu, keluarga DA dan DB sedang dilanda permasalahan yang mengakibatkan kedua orang tuanya yakni MR dan SG bercerai. Saat itu, DA masih duduk dibangku SMP dan DB masih sekolah di SD.
"Setelah kedua orang tuanya bercerai, terjadi kesepakatan lisan hak asuh anak DA dan DB ikut dan diasuh oleh ibunya. Sedangkan nafkah kehidupan dan pendidikan menjadi tanggung jawab MR karena mendapatkan hak gono gini tanah, ruko dan rumah kos," terangnya.
Mediasi dipimpin oleh hakim mediator Anggi Maha Cakri. Dalam mediasi tersebut peggugat didampingi oleh kuasa hukumnya Mohammad Sofyan.
Baca Juga
Humas Pengadilan Negeri Salatiga Yefri Bimusu menjelaskan, sesuai ketentuan, perkara perdata harus menempuh upaya damai. Sehingga pihak penggugat dan tergugat harus melakukan mediasi.
"Karena pihak penggugat dan tergugat serta turut tergugat tidak memiliki mediator, sehingga menyerahkan majelis hakim untuk menunjuk mediator. Dan majelis hakim telah menunjuk Anggi Maha Cakri sebagai hakim mediator. Ini mediasi yang kedua," katanya, Jumat (17/12/2021).
Dia menjelaskan, apabila dalam mediasi tercapai suatu kesepakatan, maka para pihak bisa mengajukan permohonan putusan akta damai atau penggugat mencabut gugatannya.
Jika tidak mediasi gagal, maka persidangan perkara akan dilanjutkan ke pokok perkara. "Sejauh ini, kami belum tahu hasilnya karena proses mediasi masih berlangsung," ucapnya. Baca juga: Pimpinan KPK Sebut Tak Semua Penyimpangan Harus ke Pengadilan
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, DA (23) dan DB (21) warga Kota Salatiga menggugat ayah kandungnya MR dan turut tergugat ibu tirinya OM di Pengadilan Negeri Salatiga. Gugatan tersebut teregister dalam perkara Nomor 102/ Pdt.G/ 2021/PN. Slt.
MR digugat secara materiil sebesar Rp1,725 miliar dan immateriil sebesar Rp5 miliar lantaran telah menelantarkan kedua anak kandungnya sejak 2013 lalu. Imbasnya kedua anak laki-laki dan perempuan itu, terpaksa mengurungkan niatnya untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi lantaran tidak ada biaya.
Kuasa hukum DA dan DB, Mohammad Sofyan menjelaskan, permasalahan ini bermula ketika pada 2013 lalu, keluarga DA dan DB sedang dilanda permasalahan yang mengakibatkan kedua orang tuanya yakni MR dan SG bercerai. Saat itu, DA masih duduk dibangku SMP dan DB masih sekolah di SD.
"Setelah kedua orang tuanya bercerai, terjadi kesepakatan lisan hak asuh anak DA dan DB ikut dan diasuh oleh ibunya. Sedangkan nafkah kehidupan dan pendidikan menjadi tanggung jawab MR karena mendapatkan hak gono gini tanah, ruko dan rumah kos," terangnya.
(don)
Lihat Juga :
tulis komentar anda