Muslihat Mataram Manfaatkan Rakyat Surabaya Taklukkan Sunan Giri

Kamis, 16 Desember 2021 - 08:13 WIB
“Jika hamba gagal menundukkan Giri, lebih baik hamba mati saja, gugur di medan laga,” imbuhnya.

Sultan Agung tersenyum. Ia tidak hanya memberi restu dan sekaligus mengutus Pangeran Pekik sebagai senapati perang. Sultan juga meminta Pekik membawa serta istrinya (Ratu Pandhansari) ikut maju ke medan laga.

Begitu titah Sultan diberikan, operasi penaklukkan Giri langsung digelar. Pangeran Pekik dan Ratu Pandhansari yang dikawal prajurit pilihan Kerajaan Mataram langsung menuju Bang Wetan.



Tujuan pertama adalah Kadipaten Surabaya. Kedatangan mereka disambut Tumenggung Sepanjang. Seluruh petinggi dan abdi langsung berkumpul menyambut sang junjungan yang lama menetap di Mataram.

Pangeran Pekik menerangkan maksud kedatangannya. Di hadapan para bawahannya di Surabaya, dia berharap penaklukan berlangsung dengan jalan damai, tanpa adanya perang. Dia akan meminta Sunan Giri menghadap ke Mataram.

“Tak akan ada korban jiwa, tak perlu ada perang, tak bakalan ada prajurit yang gugur. Semua akan berakhir damai tanpa ada kekerasan,” kata Pangeran Pekik.

Secara silsilah, Pangeran Pekik yang bergenealogi langsung kepada Sunan Ampel, lebih tua dari Sunan Giri. Karenanya meski usia Pangeran Pekik lebih muda, dia biasa memanggil Sunan Giri yang lebih sepuh dengan panggilan Anakmas. Pangeran Pekik datang sendiri mengunjungi Giri.



Di depan Sunan Giri dan Endrasena, seorang Cina mualaf yang menjadi putra angkat Sunan Giri, dia menawarkan penaklukkan jalan damai. Namun Sunan Giri menolak tawaran itu. Perang besar pun pecah. Para parajurit Surabaya menyerbu.

Sunan Giri menunjuk Endrasena yang memiliki dua ratus orang prajurit asal Cina sebagai senopati perang. Semua mengenakan pakaian serba putih dengan bersenjata lengkap.

Selembar kain putih yang telah dirajah asma Allah mengikat pinggang mereka. Pada masing-masing pinggang terselip dua pucuk pistol, sebilah pedang, ditambah tombak pendek di punggung.

Dengan teriakan “sabilullah ! sabilullah!" berulang-ulang serta iringan tabuhan bende perang, pasukan Giri menghadang serbuan pasukan Surabaya.



Pada hari pertama peperangan, pasukan Surabaya yang dipimpin Pangeran Pekik dan Tumenggung Sepanjang, kalah. Banyak yang terbunuh dan kocar-kacir. Yang selamat meninggalkan medan pertempuran dan memilih kembali ke Surabaya. Pangeran Pekik merasa sedih. Kepalanya hanya bisa tertunduk lesu.

Melihat suaminya yang patah semangat dan pasukan Surabaya yang tidak lagi bergairah bertempur, Ratu Pandhansari menawarkan diri maju ke medan laga.

“Kalau Kangmas mengizinkan saya akan mencobanya. Saya mau mengobarkan semangat perang mereka. Siapa tahu bisa berhasil,” pinta Ratu Pandhansari kepada Pangeran Pekik dan diijinkan.

Ratu Pandhansari langsung berganti pakaian kesatria perang. Di depan orang-orang Surabaya, adik kandung Sultan Agung itu mengatakan dirinya sekarang yang menjadi pimpinan perang.



Selain membakar semangat dengan retorika, Ratu Pandhansari juga membagi-bagikan hadiah pakaian dan uang kepada pasukan yang bersedia kembali maju ke medan perang.

“Kedatanganku ke sini dibekali berbagai macam pakaian yang indah serta uang 8.000 riyal lebih. Itu semua akan aku hadiahkan kepada kalian semua. Semuanya!,” pekik Pandhansari.

Upaya Pandhansari berhasil. Bende perang ditabuh. Pasukan Surabaya dengan pakaian warna-warni kembali menyerbu Giri. Sementara di Giri Kedathon, Sunan Giri lengah.

Kocar-kacirnya pasukan Surabaya dianggap mereka sudah gentar dan tidak berani menyerang kembali. Pasukan Surabaya tiba disaat Sunan Giri tengah bersantai dengan Endrasena, putra angkatnya.

Di saat pasukan Endrasena belum sepenuhnya siap, orang-orang Surabaya langsung menerjang. Saling tikam, saling tebas, saling tusuk antara orang-orang Giri dan orang Surabaya tak terelakkan.



Dalam waktu singkat pasukan Surabaya berhasil menaklukkan Giri. Tidak ada satupun pasukan Endrasena yang nekat melawan, disisakan. Semuanya dihabisi. Endrasena sendiri tewas setelah peluru menembus tubuhnya dan dirajang pasukan Surabaya.

Melihat pasukannya telah habis, Sunan Giri menyerah. Dia menyatakan takluk kepada Kerajaan Mataram, dan bersedia saat Pangeran Pekik membawanya menghadap Sultan Agung.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More