Soal Penyebab Banjir di Lembang, Perhutani Bandung Utara Bantah Ada Alih Fungsi Lahan
Kamis, 21 Oktober 2021 - 14:47 WIB
BANDUNG BARAT - Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Utara menyangkal jika banjir bandang yang terjadi di daerah Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Selasa (19/10/2021), akibat kerusakan dan alih fungsi lahan di wilayah hutan.
Asisten Perhutani (Asper) KPH Bandung Utara, Susanto mengatakan, pemanfaatan lahan sudah diatur dalam perundang-undangan nomor 83 tahun 2016. Sehingga terkait hal ini dipastikan sudah ada pembatasan untuk pemanfaatan lahan tersebut.
"Pastinya ada pembatasan pemanfaatan mana yang bisa dan tidak. Itu jelas berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.13 tahun 2020," sebutnya, Kamis (21/10/2021).
Pihaknya juga sudah mengarahkan masyarakat agar tidak kebablasan dalam memanfaatkan lahan hutan. Meskipun dengan aturan itu, semua masyarakat boleh melakukan aktivitas di lahan Perhutani dengan catatan batasannya harus diperhatikan.
Untuk itu, dirinya membantah terjadi alih fungsi dan perusakan hutan. Sebab definisi alih fungsi hutan itu pohonnya ditebang kemudian dijadikan rumah, dan sawah. Tapi ini hanya pemanfaatan lahan atau ruang saja, karena tegakannya masih ada. "Pemanfaatan lahan tersebut diperbolehkan, asalkan kawasan sekitarnya harus dilindungi supaya tidak berdampak negatif bagi lingkungan," kata dia.
Terkait penyebab banjir yang terjadi di daerah Cikole, pihaknya memastikan, sampai saat ini tidak ada pembukaan lahan baik di hulu maupun di hilir yang disebut bisa menyebabkan banjir bandang. Bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) selalu berupaya mempertahankan hutan dan keberadaan sumber airnya.
"Sebagai antisipasi, kami sudah sepakat bahwa aktivitas di hulu kita hentikan, terutama yang baru. Untuk aktivitas yang lama silakan diselesaikan, dan kita akan evaluasi. Termasuk nanti kita tanam pohon-pohon baru untuk penguatan," pungkasnya.
Asisten Perhutani (Asper) KPH Bandung Utara, Susanto mengatakan, pemanfaatan lahan sudah diatur dalam perundang-undangan nomor 83 tahun 2016. Sehingga terkait hal ini dipastikan sudah ada pembatasan untuk pemanfaatan lahan tersebut.
"Pastinya ada pembatasan pemanfaatan mana yang bisa dan tidak. Itu jelas berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.13 tahun 2020," sebutnya, Kamis (21/10/2021).
Pihaknya juga sudah mengarahkan masyarakat agar tidak kebablasan dalam memanfaatkan lahan hutan. Meskipun dengan aturan itu, semua masyarakat boleh melakukan aktivitas di lahan Perhutani dengan catatan batasannya harus diperhatikan.
Untuk itu, dirinya membantah terjadi alih fungsi dan perusakan hutan. Sebab definisi alih fungsi hutan itu pohonnya ditebang kemudian dijadikan rumah, dan sawah. Tapi ini hanya pemanfaatan lahan atau ruang saja, karena tegakannya masih ada. "Pemanfaatan lahan tersebut diperbolehkan, asalkan kawasan sekitarnya harus dilindungi supaya tidak berdampak negatif bagi lingkungan," kata dia.
Terkait penyebab banjir yang terjadi di daerah Cikole, pihaknya memastikan, sampai saat ini tidak ada pembukaan lahan baik di hulu maupun di hilir yang disebut bisa menyebabkan banjir bandang. Bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) selalu berupaya mempertahankan hutan dan keberadaan sumber airnya.
"Sebagai antisipasi, kami sudah sepakat bahwa aktivitas di hulu kita hentikan, terutama yang baru. Untuk aktivitas yang lama silakan diselesaikan, dan kita akan evaluasi. Termasuk nanti kita tanam pohon-pohon baru untuk penguatan," pungkasnya.
(don)
tulis komentar anda