Paregreg Perang Saudara yang Picu Hancurnya Majapahit
Minggu, 10 Oktober 2021 - 09:09 WIB
Sengketa dua keluarga ini, menimbulkan perang saudara selama tiga tahun lamanya. Perang ini dikenal dengan sebutan perang Paragreg. Dalam buku "700 Tahun Majapahit, Suatu Bunga Rampai" keluarga Wikramawardhana yang disebut sebagai kelompok Keraton Kulon (Barat), mendapatkan bantuan dari Bhre Tumapel, Bhre Hyang Parameswara.
Sementara keluarga Bhre Wirabhumi disebut sebagai kelompok Keraton Etan (Timur). Bhre Wiabhumi sendiri akhirnya berhasil ditangkap oleh pemimpin pasukan Keraton Kulon, yakni Raden Gajah. Dan akhirnya kepala Bhre Wirabhumi dipenggal oleh Raden Gajah.
Kematian Bhre Wirabhumi, ternyata tidak serta-merta menyurutkan pertentangan dua keluarga tersebut. Bahkan, Raden Gajah juga akhirnya dibunuh karena membunuh Bhre Wirabhumi.
Suhita akhirnya mangkat pada tahun 1447 masehi. Karena Suhita belum memiliki anak, akhirnya takhta Raja Majapahit digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Setelah Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya mangkat, posisinya sebagai raja digantikan oleh Bhre Pamotan, dengan gelar Sri Rajasawardhana, dan lebih dikenal dengan nama Sang Sinagara.
Dalam Kitab Pararaton, Sri Rajasawardhana menjadi raja Majapahit yang berkedudukan di Keling-Kahuripan. Dalam tulisannya, Riboet Darmosoetopo menyebutkan, ada dugaan pada masa kepemimpinan Sri Rajasawardhana, ada pemindahan pusat kerajaan ke Keling-Kahuripan. Kondisi ini diperkirakan akibat masih terjadinya pertentangan dua keluarga di pusat kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit, sempat mengalami kekosongan kepemimpinan selama tiga tahun. Tepatnya, saat Sri Rajasawardhana mangkat pada tahun 1453 masehi. Hingga akhirnya, pada tahun 1456 masehi Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana, anak dari Dyah Kertawijaya, naik takhta.
Selama 10 tahun lamanya Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana mengisi tampuk kepemimpinan Majapahit, hingga akhirnya mangkat, dan digantikan oleh Bhre Pandan Salas, yang bergelar Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana. Dalam prasasti Paminyihan tahun 1473 masehi, Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana disebut sebagai peuasa tunggal di Jawa yang disebutkan sebagai Jawabhumyekadhipa.
Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana juga disebut dalam Kitab Siwaratrialpa karya Mpu Tanakung, sebagai keturunan wangsa Girindra. Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana akhirnya menyingkir dari Keraton Majapahit, karena adanya serangan dari Bhre Kertabhumi yang merupakan anak bungsu dari Sang Suragara.
Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana menyingkir ke Daha, demi menyelamatkan pemerintahannya, hingga akhirnya mangkat pada tahun 1474 masehi. Posisinya digantikan oleh Dyah Ranawijaya, dengan gelar Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Pada tahun 1478 masehi, Dyah Ranawijaya melancarkan serangan kepada Bhre Kertabhumi di pusat Keraton Majapahit. Dalam peperangan besar ini, Bhre Kertabhumi akhirnya tewas.
Sementara keluarga Bhre Wirabhumi disebut sebagai kelompok Keraton Etan (Timur). Bhre Wiabhumi sendiri akhirnya berhasil ditangkap oleh pemimpin pasukan Keraton Kulon, yakni Raden Gajah. Dan akhirnya kepala Bhre Wirabhumi dipenggal oleh Raden Gajah.
Kematian Bhre Wirabhumi, ternyata tidak serta-merta menyurutkan pertentangan dua keluarga tersebut. Bahkan, Raden Gajah juga akhirnya dibunuh karena membunuh Bhre Wirabhumi.
Suhita akhirnya mangkat pada tahun 1447 masehi. Karena Suhita belum memiliki anak, akhirnya takhta Raja Majapahit digantikan oleh adiknya, Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Setelah Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya mangkat, posisinya sebagai raja digantikan oleh Bhre Pamotan, dengan gelar Sri Rajasawardhana, dan lebih dikenal dengan nama Sang Sinagara.
Dalam Kitab Pararaton, Sri Rajasawardhana menjadi raja Majapahit yang berkedudukan di Keling-Kahuripan. Dalam tulisannya, Riboet Darmosoetopo menyebutkan, ada dugaan pada masa kepemimpinan Sri Rajasawardhana, ada pemindahan pusat kerajaan ke Keling-Kahuripan. Kondisi ini diperkirakan akibat masih terjadinya pertentangan dua keluarga di pusat kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit, sempat mengalami kekosongan kepemimpinan selama tiga tahun. Tepatnya, saat Sri Rajasawardhana mangkat pada tahun 1453 masehi. Hingga akhirnya, pada tahun 1456 masehi Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana, anak dari Dyah Kertawijaya, naik takhta.
Selama 10 tahun lamanya Dyah Suryyawikrama Girindrawardhana mengisi tampuk kepemimpinan Majapahit, hingga akhirnya mangkat, dan digantikan oleh Bhre Pandan Salas, yang bergelar Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana. Dalam prasasti Paminyihan tahun 1473 masehi, Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana disebut sebagai peuasa tunggal di Jawa yang disebutkan sebagai Jawabhumyekadhipa.
Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana juga disebut dalam Kitab Siwaratrialpa karya Mpu Tanakung, sebagai keturunan wangsa Girindra. Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana akhirnya menyingkir dari Keraton Majapahit, karena adanya serangan dari Bhre Kertabhumi yang merupakan anak bungsu dari Sang Suragara.
Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawardhana menyingkir ke Daha, demi menyelamatkan pemerintahannya, hingga akhirnya mangkat pada tahun 1474 masehi. Posisinya digantikan oleh Dyah Ranawijaya, dengan gelar Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Pada tahun 1478 masehi, Dyah Ranawijaya melancarkan serangan kepada Bhre Kertabhumi di pusat Keraton Majapahit. Dalam peperangan besar ini, Bhre Kertabhumi akhirnya tewas.
tulis komentar anda