Kasus Anak Ditukar Sembako, Sosiolog: Evaluasi Pengawasan Orang Tua
Senin, 13 September 2021 - 09:53 WIB
MAKASSAR - Kasus anak ditukar sembako cukup marak terjadi di Kota Makassar. Dalam dua tahun terakhir, kasus serupa sudah terjadi 5 kali. Hal itu perlu menjadi perhatian bersama dan butuh peran semua pihak secara simultan.
Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) , Muhammad Ramli AT menilai, kasus dengan pola penipuan disertai pencurian dan penculikan ini menjadi bahan evaluasi bagi orang tua, untuk mengawasi anak-anaknya. Sebab, kasus seperti itu terjadi salah satunya lantaran ada kelalaian dalam sistem pengawasan keluarga.
"Beberapa kasus kriminal yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya memang seringkali diawali dengan upaya membangun kepercayaan pada anak untuk akhirnya bersedia mengikuti keinginan pelaku. Ini sebenarnya pola yang biasa juga digunakan untuk objek orang dewasa, hanya saja pada anak-anak tentu lebih mudah terpedaya," kata Ramli kepada SINDOnews, Minggu (12/9/2021).
Dosen FISIP Unhas ini menjelaskan, kultus pola asuh orang tua untuk saling menumbuhkan kepercayaan terhadap sesama, jadi paradoks. Menurut Ramli dogma yang diajarkan orang tua tersebut, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan. "Dengan bujukan atau iming-iming terhadap anak-anak," imbuhnya
"Ini ditafsir oleh orang tua sebagai ancaman. Akhirnya, anak-anak semasa masih sangat muda terpaksa banyak diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak mudah percaya pada orang lain, terutama pada mereka yang baru dikenalnya. Di sinilah paradoksnya, yang tanpa kita sadari bisa berdampak pada sikap dan perilaku sosial sang anak untuk jangka panjang," lanjut Ramli.
Ramli menyebut, dalam beberapa kasus, salah satu yang menjadi faktor sehingga anak-anak menjadi korban kriminalitas adalah karena keterdesakan ekonomi. Baik dalam lingkungan keluarga, hingga di lingkungan sosialnya. "Contohnya kan seperti korban itu, ditukar dengan karung beras, kemudian ada juga tabung gas. Rata-rata kebutuhan pokok," ucapnya.
Ramli menegaskan, perbuatan para pelaku kejahatan bagaimanapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Apalagi sampai mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak. Menurut Ramli, kejadian seperti ini menjadi sinyal sekaligus indikasi bahwa masih banyak masyarakat terdesak kebutuhan ekonominya karena kemiskinan.
"Ada masalah kemiskinan yang menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat yang perlu diselesaikan. Berhentilah beretorika bahwa apa yang dinarasikan dalam pembangunan ini seolah-olah serba sukses tapi kenyataannya seperti ini," ungkap Ramli.
Sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) , Muhammad Ramli AT menilai, kasus dengan pola penipuan disertai pencurian dan penculikan ini menjadi bahan evaluasi bagi orang tua, untuk mengawasi anak-anaknya. Sebab, kasus seperti itu terjadi salah satunya lantaran ada kelalaian dalam sistem pengawasan keluarga.
"Beberapa kasus kriminal yang menjadikan anak-anak sebagai korbannya memang seringkali diawali dengan upaya membangun kepercayaan pada anak untuk akhirnya bersedia mengikuti keinginan pelaku. Ini sebenarnya pola yang biasa juga digunakan untuk objek orang dewasa, hanya saja pada anak-anak tentu lebih mudah terpedaya," kata Ramli kepada SINDOnews, Minggu (12/9/2021).
Dosen FISIP Unhas ini menjelaskan, kultus pola asuh orang tua untuk saling menumbuhkan kepercayaan terhadap sesama, jadi paradoks. Menurut Ramli dogma yang diajarkan orang tua tersebut, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan. "Dengan bujukan atau iming-iming terhadap anak-anak," imbuhnya
"Ini ditafsir oleh orang tua sebagai ancaman. Akhirnya, anak-anak semasa masih sangat muda terpaksa banyak diingatkan oleh orang tuanya untuk tidak mudah percaya pada orang lain, terutama pada mereka yang baru dikenalnya. Di sinilah paradoksnya, yang tanpa kita sadari bisa berdampak pada sikap dan perilaku sosial sang anak untuk jangka panjang," lanjut Ramli.
Ramli menyebut, dalam beberapa kasus, salah satu yang menjadi faktor sehingga anak-anak menjadi korban kriminalitas adalah karena keterdesakan ekonomi. Baik dalam lingkungan keluarga, hingga di lingkungan sosialnya. "Contohnya kan seperti korban itu, ditukar dengan karung beras, kemudian ada juga tabung gas. Rata-rata kebutuhan pokok," ucapnya.
Ramli menegaskan, perbuatan para pelaku kejahatan bagaimanapun bentuknya tidak dapat dibenarkan. Apalagi sampai mengancam dan membahayakan keselamatan jiwa anak-anak. Menurut Ramli, kejadian seperti ini menjadi sinyal sekaligus indikasi bahwa masih banyak masyarakat terdesak kebutuhan ekonominya karena kemiskinan.
"Ada masalah kemiskinan yang menjadi masalah di tengah-tengah masyarakat yang perlu diselesaikan. Berhentilah beretorika bahwa apa yang dinarasikan dalam pembangunan ini seolah-olah serba sukses tapi kenyataannya seperti ini," ungkap Ramli.
tulis komentar anda