Dihantam Corona, Kemiskinan di Pangkalpinang Naik 100%
Rabu, 27 Mei 2020 - 18:24 WIB
PANGKALPINANG - Dampak penghentian berbagai aktifitas ekonomi menyusul penerapan social distancing atau pembatasan sosial akibat COVID-19 mulai membebani Pemerintah Provinsi Bangka Belitung .
Program jaring pengaman sosial dinilai tidak cukup efektif dalam menghentikan laju pertumbuhan kemiskinan . Indikator pelemahan ekonomi tersebut adalah melonjaknya angka kemiskinan di Kota Pangkalpinang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Bangka Belitung. (Baca juga: Pembagian BLT Tak Merata, Warga Serang dan Segel Kantor Desa)
Dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota Pangkalpinang, angka kemiskinan melonjak hingga 100% atau terjadi penambahan lebih dari 5.000 orang miskin baru, sehingga total warga miskin di Pangkalpinang mencapai 10.000 orang.
Kondisi ini diperparah dengan angka PHK akibat COVID-19 yang mencapai 3.400 orang. Di mana lebih dari 50% terjadi di sektor industri pertambangan timah dan dikhawatirkan akan semakin bertambah jika pandemi ini tidak segera berlalu.
Ketua Komisi III DPRD Bangka Belitung Efredy Effendy mendesak agar gubernur dan kementerian terkait mengambil langkah strategis dan cepat untuk menyelamatkan perekonomian Bangka Belitung.
Terutama sektor pertambangan dan industri pertimahan yang digadang-gadang mampu menjadi solusi cepat bagi perbaikan ekonomi Babel. “Secepat mungkin kita akan memanggil bapak gubernur selaku pemerintah daerah nanti dengar pendapat. Dengan SDM dan pelaku usaha sendiri, terutama pelaku usaha, Komisi III minta kementrian lakukan relaksasi dan kelonggaran aturan aturan RKAB timah sejak jaman Belanda dulu,” ujarnya.
Gubernur Babel Erzaldi Rosman mengaku sudah menerima masukan dari berbagai pihak dan berjanji melakukan berbagai evaluasi serta mengomunikasikan langkah-langkah pemulihan ekonomi dengan pemerintah pusat.
“Dengan tidak berjalannya ekspor dengan lancar, tentunya sangat berimbas. Itu sangat kelihatan, banyak masyarakat kita memiliki timah tapi tidak bisa jual. Tentunya ini sangat menggangu perekonomian kita. Jadi dalam hal ini kami akan melakukan beberapa rapat lagi berkenaan dengan penambangan timah, akan ada perubahan Undang-Undang Pertambangan. Tapi tentunya dengan kejadian ini masukan dari penambang yang berkenan dengan RKAB untuk kelonggaran ekspor serta persetujuan RKAB kita harus sesuai dengan peraturan pemerintah,” paparnya.
Program jaring pengaman sosial dinilai tidak cukup efektif dalam menghentikan laju pertumbuhan kemiskinan . Indikator pelemahan ekonomi tersebut adalah melonjaknya angka kemiskinan di Kota Pangkalpinang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Bangka Belitung. (Baca juga: Pembagian BLT Tak Merata, Warga Serang dan Segel Kantor Desa)
Dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota Pangkalpinang, angka kemiskinan melonjak hingga 100% atau terjadi penambahan lebih dari 5.000 orang miskin baru, sehingga total warga miskin di Pangkalpinang mencapai 10.000 orang.
Kondisi ini diperparah dengan angka PHK akibat COVID-19 yang mencapai 3.400 orang. Di mana lebih dari 50% terjadi di sektor industri pertambangan timah dan dikhawatirkan akan semakin bertambah jika pandemi ini tidak segera berlalu.
Ketua Komisi III DPRD Bangka Belitung Efredy Effendy mendesak agar gubernur dan kementerian terkait mengambil langkah strategis dan cepat untuk menyelamatkan perekonomian Bangka Belitung.
Terutama sektor pertambangan dan industri pertimahan yang digadang-gadang mampu menjadi solusi cepat bagi perbaikan ekonomi Babel. “Secepat mungkin kita akan memanggil bapak gubernur selaku pemerintah daerah nanti dengar pendapat. Dengan SDM dan pelaku usaha sendiri, terutama pelaku usaha, Komisi III minta kementrian lakukan relaksasi dan kelonggaran aturan aturan RKAB timah sejak jaman Belanda dulu,” ujarnya.
Gubernur Babel Erzaldi Rosman mengaku sudah menerima masukan dari berbagai pihak dan berjanji melakukan berbagai evaluasi serta mengomunikasikan langkah-langkah pemulihan ekonomi dengan pemerintah pusat.
“Dengan tidak berjalannya ekspor dengan lancar, tentunya sangat berimbas. Itu sangat kelihatan, banyak masyarakat kita memiliki timah tapi tidak bisa jual. Tentunya ini sangat menggangu perekonomian kita. Jadi dalam hal ini kami akan melakukan beberapa rapat lagi berkenaan dengan penambangan timah, akan ada perubahan Undang-Undang Pertambangan. Tapi tentunya dengan kejadian ini masukan dari penambang yang berkenan dengan RKAB untuk kelonggaran ekspor serta persetujuan RKAB kita harus sesuai dengan peraturan pemerintah,” paparnya.
(nbs)
tulis komentar anda