Melihat Tradisi Sambut Ramadhan Daring Warga Tulungagung
Senin, 20 April 2020 - 17:06 WIB
TULUNGAGUNG - Ustadz Ahmad Syauki, pemuka agama perumahan Puri Jepun Permai, Kabupaten Tulungagung, duduk bersila di dalam musala. Di dekatnya terlihat sebuah tumpeng nasi kuning serta nasi kotak dari warga yang diletakkan berjajar rapi.
Ada sekitar 100 kotak, lengkap dengan lauk pauknya. Daging ayam goreng dimasak bumbu merah, telur rebus, sambal goreng kentang, srundeng, sayuran serta irisan ketimun. Di dalam kotak ada juga jajanan pasar seperti apem, pukis dan serabi manis yang terbungkus plastik.
Semuanya berasal dari 30an kepala keluarga (KK) yang sengaja membuat untuk tradisi megengan atau menyambut datangnya bulan ramadhan. Ustadz Syauki yang hanya ditemani satu dua orang yang bertugas membantu persiapan acara, terlihat sedikit canggung.
Maklum, baru kali ini ia memimpin pelaksanaan tradisi megengan dengan sistem daring (dalam jaringan) berbasis internet sebagai antisipasi penyebaran virus Covid-19. "Tetap patuh pada physical distancing tapi juga tidak meninggalkan tradisi (megengan), "tutur Ahmad Syauki atau biasa disapa Gus Syauki yang juga warga perumahan Jepun Permai.
Megengan yang secara etimologis bermakna "menahan" merupakan tradisi sebagian umat muslim, khususnya umat nahdliyin dalam rangka menyambut bulan ramadhan. Dalam megengan, setiap warga membuat nasi berkat lengkap dengan lauk pauknya. Biasanya masing masing minimal lima berkat, lalu bersama sama membawanya ke masjid atau musala.
Di ruangan, semua berkat diletakkan di tengah dengan jamaah duduk bersila mengelilingi. Pelaksanaan biasanya seusai salat asar atau maghrib berjamaah. Dipimpin seorang pemuka agama, doa dan salawat didaras bersama sama. Sebelum pulang dengan masing masing membawa satu berkat, pemuka agama biasanya juga memberikan tausiyah.
"Dengan adanya pandemi Covid-19 ini ya kami harus mengadakan physical dan social distancing, maka semua kegiatan, terutama kegiatan keagamaan yang mengumpulkan banyak orang harus dihindari, "katanya. Pelaksanaan megengan daring berlangsung lancar. Dengan aplikasi zoom in wajah Gus Syauki muncul di layar utama.
Sementara wajah warga muncul di kotak kotak layar dengan ukuran lebih kecil. Dengan sistem daring, warga tidak lagi berkumpul di musala. Mereka cukup di rumah masing masing, dan cukup melakukan interaksi melalui via telepon selular atau laptop.
Saat doa keselamatan, kesehatan, termasuk memohon wabah Corona segera berlalu dilangitkan, warga bersama sama membalas dengan ucapan "amin". "Ini (daring) merupakan terobosan yang bagus. Untuk menjaga tradisi keagamaan jalinan ukuwah maupun syiar, "kata Gus Syauki.
Usai berdoa, disaksikan wajah wajah warga yang muncul di layar monitor, Gus Syauki secara seremonial memotong tumpeng nasi kuning. Selanjutnya 100 nasi kotak megengan yang diamini jamaah secara daring itu dibagi bagikan ke warga perumahan dan sekitarnya. "Meski situasinya darurat, alhamdulillah tradisi megengan masih bisa kita laksanakan, "tambah Gus Syauki.
Suwarso Haryoso, tokoh masyarakat RT/RW 05 Perum Puri Jepun Permai II menuturkan jika megengan daring tersebut merupakan kesepakatan masyarakat. Warga menolak meninggalkan tradisi yang sudah berjalan bertahun tahun. Namun disisi lain harus tetap menjaga social distancing dan physical distancing sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
Sebagai jalan tengah warga kemudian memutuskan menggelar megengan dalam jaringan berbasis internet (daring). "Intinya kami tetap ingin bersedekah antarwarga maupun kepada warga sekitar perumahan sebagai bentuk penghormatan kita sebagai umat Islam dalam menyambut datangnya bulan suci ramadan, "ujarnya.
Ada sekitar 100 kotak, lengkap dengan lauk pauknya. Daging ayam goreng dimasak bumbu merah, telur rebus, sambal goreng kentang, srundeng, sayuran serta irisan ketimun. Di dalam kotak ada juga jajanan pasar seperti apem, pukis dan serabi manis yang terbungkus plastik.
Semuanya berasal dari 30an kepala keluarga (KK) yang sengaja membuat untuk tradisi megengan atau menyambut datangnya bulan ramadhan. Ustadz Syauki yang hanya ditemani satu dua orang yang bertugas membantu persiapan acara, terlihat sedikit canggung.
Maklum, baru kali ini ia memimpin pelaksanaan tradisi megengan dengan sistem daring (dalam jaringan) berbasis internet sebagai antisipasi penyebaran virus Covid-19. "Tetap patuh pada physical distancing tapi juga tidak meninggalkan tradisi (megengan), "tutur Ahmad Syauki atau biasa disapa Gus Syauki yang juga warga perumahan Jepun Permai.
Megengan yang secara etimologis bermakna "menahan" merupakan tradisi sebagian umat muslim, khususnya umat nahdliyin dalam rangka menyambut bulan ramadhan. Dalam megengan, setiap warga membuat nasi berkat lengkap dengan lauk pauknya. Biasanya masing masing minimal lima berkat, lalu bersama sama membawanya ke masjid atau musala.
Di ruangan, semua berkat diletakkan di tengah dengan jamaah duduk bersila mengelilingi. Pelaksanaan biasanya seusai salat asar atau maghrib berjamaah. Dipimpin seorang pemuka agama, doa dan salawat didaras bersama sama. Sebelum pulang dengan masing masing membawa satu berkat, pemuka agama biasanya juga memberikan tausiyah.
"Dengan adanya pandemi Covid-19 ini ya kami harus mengadakan physical dan social distancing, maka semua kegiatan, terutama kegiatan keagamaan yang mengumpulkan banyak orang harus dihindari, "katanya. Pelaksanaan megengan daring berlangsung lancar. Dengan aplikasi zoom in wajah Gus Syauki muncul di layar utama.
Sementara wajah warga muncul di kotak kotak layar dengan ukuran lebih kecil. Dengan sistem daring, warga tidak lagi berkumpul di musala. Mereka cukup di rumah masing masing, dan cukup melakukan interaksi melalui via telepon selular atau laptop.
Saat doa keselamatan, kesehatan, termasuk memohon wabah Corona segera berlalu dilangitkan, warga bersama sama membalas dengan ucapan "amin". "Ini (daring) merupakan terobosan yang bagus. Untuk menjaga tradisi keagamaan jalinan ukuwah maupun syiar, "kata Gus Syauki.
Usai berdoa, disaksikan wajah wajah warga yang muncul di layar monitor, Gus Syauki secara seremonial memotong tumpeng nasi kuning. Selanjutnya 100 nasi kotak megengan yang diamini jamaah secara daring itu dibagi bagikan ke warga perumahan dan sekitarnya. "Meski situasinya darurat, alhamdulillah tradisi megengan masih bisa kita laksanakan, "tambah Gus Syauki.
Suwarso Haryoso, tokoh masyarakat RT/RW 05 Perum Puri Jepun Permai II menuturkan jika megengan daring tersebut merupakan kesepakatan masyarakat. Warga menolak meninggalkan tradisi yang sudah berjalan bertahun tahun. Namun disisi lain harus tetap menjaga social distancing dan physical distancing sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
Sebagai jalan tengah warga kemudian memutuskan menggelar megengan dalam jaringan berbasis internet (daring). "Intinya kami tetap ingin bersedekah antarwarga maupun kepada warga sekitar perumahan sebagai bentuk penghormatan kita sebagai umat Islam dalam menyambut datangnya bulan suci ramadan, "ujarnya.
(msd)
tulis komentar anda