Pelaksanaan Job Fit di Pemkot Makassar Diminta Tak Jadi Politik Balas Budi

Senin, 17 Mei 2021 - 17:52 WIB
Pelaksanaan job fit di lingkup Pemkot Makassar diminta untuk tidak jadi politik balas dendam. Foto: Ilustrasi
MAKASSAR - Pelaksanaan uji kompetensi kesesuain jabatan atau job fit yang direncanakan Pemkot Makassar , diharap tidak jadi bagian politik balas budi dan balas dendam.

Wakil Direktur Komisi Pemantau Legislatif (Kopel), Herman menekankan, pengisian jabatan mesti transparan dan profesional. Penempatan pejabat harus sesuai kompetensinya agar mampu mengakselerasi program kerja pemerintahan.

"Yang terpenting dalam menduduki posisi ini adalah memang yang profesional di bidangnya. Mampu menerjemahkan program prioritas dalam RPJMD yang telah dijanjikan oleh wali kota saat kampanye. Kini saatnya untuk dikerjakan yang keseluruhannya telah dituangkan dalam dokumen perencanaan daerah lima tahunan," tutur dia kepada Sindonews, Senin, (17/05/2021).



Dia menegaskan, agenda pengisian jabatan melalui mutasi atau rotasi jangan sampai didasari politik balas budi, atau politik balas dendam. Pasalnya dia tak menampik hal itu kerap sulit dihindari dalam masa kepemimpinan kepala daerah yang baru terpilih dan dilantik pasca-pilkada.



"Wali kota harus menghindari politik balas budi, demikian pula politik balas dendam. Fokus bersama dengan pejabat daerah melakukan kerja-kerja program yang sudah dijanjikan," tegas Herman.

Sementara Pengamat Sosiologi, Dr Sawedi Muhammad mengaku, kebijakan pengisian jabatan menjadi wewenang wali kota Makassar. Apalagi pelaksanaannya sudah mendapat persetujuan dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Kementerian Dalam negeri (Kemendagri).

Kendati demikian bukan berarti penentuan pejabat bersifat subjektif atas dasar suka atau tidak suka dari wali kota. Pengisian jabatan jangan sampai diwarnai agenda tendensi politik atau pribadi kepala daerah.

"Saya kira Wali Kota Danny Pomanto sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Jadi mutasi secara aturan pasti sudah dipertimbangkan. Mutasi bukan karena motivasi politik , dendam pilkada, atau favoritism karena KKN. itu yang tidak dibenarkan," urai Sawedi.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More