Kisruh Wisata Religi Sunan Ampel Dipenghujung Ramadhan 1441 H
Kamis, 21 Mei 2020 - 23:01 WIB
SURABAYA - Kabar kurang sedap mencuat dari dalam kawasan Wisata Religi Sunan Ampel Surabaya. Di penghujung puasa Ramadhan 1441 H ini terjadi kekisruhan yang diduga karena adanya dualisme yayasan.
(Baca juga: Rekor! Hari Ini Tambahan Positif COVID-19 di Jatim Capai 502 Orang )
Salah satu gedung unit usaha pendidikan, yakni Lembaga Pengajaran Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (LPBA-MASA) atau Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab dan Dakwah Masjid Agung Sunan Ampel (STIBADA-MASA) disegel oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Oknum tersebut mengaku sebagai utusan dari yayasan Masjid Agung Soerabaja," kata Pengawas Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, sekaligus Direktur LPBA MASA, Ahmad Hifni Nawawi, di kantor Hukum Siti Marwiyah dan Bachrul Amiq, di Jalan Ngaglik Kota Surabaya, Kamis (21/5/2020).
Hifni menegaskan, bahwa selama tahun 1973-1998, pengelolaan kawasan Sunan Ampel Surabaya dipercayakan kepada warga sekitar masjid dan sudah memiliki akta sah yayasan meski sempat berganti nama. Namun diperjalanannya, tiba-tiba muncul akta yayasan atas nama Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja yang mengklaim berhak atas pengelolaan kawasan religi tersebut.
Oknum yang menyegel, lanjutnya, berbekal bukti copy sertifikat Masjid Ampel tahun 2003 yang sudah dinyatakan beralih dari Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel ke Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja.
"Kemarin hari Rabu (20/5/2020) terjadi penyegelan. Sampai saat ini gedung tersebut masih dirantai pintu-pintunya," ujarnya.
Namun demikian, pihaknya tidak gegabah menyikapi kesewang-wenangan dari pihak sebelah. Gus Hifni, sapaan Ahmad Hifni Nawawi bersama pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Hal itu lantaran kedua yayasan pengelola wisata religi ini sama-sama memiliki legal formal dan disahkan oleh kemenkumham.
Sementara itu kuasa hukum Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, Bachrul Amiq, menjelaskan bahwa dirinya akan mendorong kedua belah pihak untuk islah dan mengelola bersama-sama.
"Saya prihatin dengan kejadian di Ampel ini, yang saya perkirakan di Ampel itu aset publik tapi ternyata keuangannya tidak transpran, terjadi dualisme," katanya.
Amiq menegaskan, jika langkah islah gagal maka akan dilakukan langkah hukum. Pihaknya akan mendorong polisi untuk menindaklanjuti pembuatan yayasan yang mungkin saja dilakukan dengan tidak benar dan patut. "Itu ada dugaan pemalsuan. Kemudian soal keuangan yang tidak transparan, itu akan juga menjadi dugaan penggelapan," tegasnya.
Menurutnya, ada beberapa langkah hukum yang bisa diambil. Nanum ia tetap mengutakan terjadinya islah, mengingat Ampel merupakan aset religi yang menjadi episentrum umat islam. "Mudah-mudahan ini bisa tercapai. Setelah lebaran akan segera kita lakukan, kedua belah pihak untuk duduk satu meja," tandasnya.
(Baca juga: Rekor! Hari Ini Tambahan Positif COVID-19 di Jatim Capai 502 Orang )
Salah satu gedung unit usaha pendidikan, yakni Lembaga Pengajaran Bahasa Arab Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya (LPBA-MASA) atau Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Arab dan Dakwah Masjid Agung Sunan Ampel (STIBADA-MASA) disegel oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
"Oknum tersebut mengaku sebagai utusan dari yayasan Masjid Agung Soerabaja," kata Pengawas Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, sekaligus Direktur LPBA MASA, Ahmad Hifni Nawawi, di kantor Hukum Siti Marwiyah dan Bachrul Amiq, di Jalan Ngaglik Kota Surabaya, Kamis (21/5/2020).
Hifni menegaskan, bahwa selama tahun 1973-1998, pengelolaan kawasan Sunan Ampel Surabaya dipercayakan kepada warga sekitar masjid dan sudah memiliki akta sah yayasan meski sempat berganti nama. Namun diperjalanannya, tiba-tiba muncul akta yayasan atas nama Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja yang mengklaim berhak atas pengelolaan kawasan religi tersebut.
Oknum yang menyegel, lanjutnya, berbekal bukti copy sertifikat Masjid Ampel tahun 2003 yang sudah dinyatakan beralih dari Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel ke Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja.
"Kemarin hari Rabu (20/5/2020) terjadi penyegelan. Sampai saat ini gedung tersebut masih dirantai pintu-pintunya," ujarnya.
Namun demikian, pihaknya tidak gegabah menyikapi kesewang-wenangan dari pihak sebelah. Gus Hifni, sapaan Ahmad Hifni Nawawi bersama pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel ingin menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Hal itu lantaran kedua yayasan pengelola wisata religi ini sama-sama memiliki legal formal dan disahkan oleh kemenkumham.
Sementara itu kuasa hukum Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel, Bachrul Amiq, menjelaskan bahwa dirinya akan mendorong kedua belah pihak untuk islah dan mengelola bersama-sama.
"Saya prihatin dengan kejadian di Ampel ini, yang saya perkirakan di Ampel itu aset publik tapi ternyata keuangannya tidak transpran, terjadi dualisme," katanya.
Amiq menegaskan, jika langkah islah gagal maka akan dilakukan langkah hukum. Pihaknya akan mendorong polisi untuk menindaklanjuti pembuatan yayasan yang mungkin saja dilakukan dengan tidak benar dan patut. "Itu ada dugaan pemalsuan. Kemudian soal keuangan yang tidak transparan, itu akan juga menjadi dugaan penggelapan," tegasnya.
Menurutnya, ada beberapa langkah hukum yang bisa diambil. Nanum ia tetap mengutakan terjadinya islah, mengingat Ampel merupakan aset religi yang menjadi episentrum umat islam. "Mudah-mudahan ini bisa tercapai. Setelah lebaran akan segera kita lakukan, kedua belah pihak untuk duduk satu meja," tandasnya.
(eyt)
tulis komentar anda