Gempar Mutasi COVID-19, Pakar Epidemiologi Unair: Sekuensing Jadi Kunci
Jum'at, 19 Maret 2021 - 09:59 WIB
SURABAYA - Mutasi virus Corona SARS-CoV-2 yang bernama Strain B117 sudah ditemukan di Indonesia. Adanya penemuan kasus mutasi baru tersebut membuat masyarakat khawatir. Upaya pendeteksian dini sekaligus mengendalikan Strain B117 harus bisa dilakukan lebih masif.
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, Atoillah Isfandiari menuturkan, dari kasus yang ada di luar negeri Strain B117 tidak meningkatkan severitas atau keparahan yang ditimbulkan. Namun, dari penelitian secara in-vitro didapati potensi peningkatan penularan sebesar 40 hingga 80 persen.
Upaya antisipasi harus lebih terfokus pada pencegahan potensi peningkatan penularan di hulu, bukan pada antisipasi peningkatan keparahan gejala di hilir atau di rumah sakit. "Gejala yang dilaporkan beberapa pasien dominan demam dan batuk yang selama ini gejalanya kurang lebih dengan virus COVID-19 pada umumnya," kata Atok, panggilan akrabnya, Jumat (19/3/2021).
Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga itu menambahkan, untuk Indonesia sendiri penemuan kasus Strain B117 lebih banyak dikarenakan adanya penelitian laboratorium, di mana pada sampel darah pasien dilakukan sequencing atau pengurutan utas RNA-nya, dan hal tersebut bukan merupakan pemeriksaan rutin. "Dalam sekuensing, RNA virus di baca semua (whole genome), tidak hanya sekedar mendeteksi positif atau negatif saja," jelasnya.
Baginya, sekuensing menjadi salah satu cara tepat untuk mendeteksi adanya penularan Strain B117 di Indonesia. Hanya saja, dalam upaya testing yang lebih masif tidak semua sampel pasien di Indonesia bisa dilakukan sequencing dan sequencing sendiri membutuhkan biaya yang besar.
Ato menuturkan infeksi dari suatu mutasi virus bisa dicegah oleh vaksin yang ada atau tidak tergantung letak dan bentuk mutasinya. Karena pada prinsipnya, mutasi virus tersebut berpengaruh terhadap penyusunan RNA dalam yang nantinya diharapkan akan bisa dikenali oleh antibodi dalam tubuh yang dihasilkan dari vaksinasi tersebut.
"Karena tubuh kita diajari vaksin untuk mengenali utas RNA tertentu dan bila ternyata virus ini (SARS-CoV-2, Red) mutasi, selama mutasi itu tidak mengubah utas RNA yang akan dikenali oleh antibodi kita, mutasi apa pun dan di mana pun, tubuh kita akan tetap bisa mengenali dan mencegahnya untuk bereplikasi dalam tubuh kita," jelasnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, para pakar virologi mengasumsikan bahwa vaksin yang ada saat ini masih efektif mencegah infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 Strain B117 . Penerapan protokol kesehatan di masyarakat juga harus terus ditingkatkan.
Baca Juga
Pakar Epidemiologi Universitas Airlangga, Atoillah Isfandiari menuturkan, dari kasus yang ada di luar negeri Strain B117 tidak meningkatkan severitas atau keparahan yang ditimbulkan. Namun, dari penelitian secara in-vitro didapati potensi peningkatan penularan sebesar 40 hingga 80 persen.
Upaya antisipasi harus lebih terfokus pada pencegahan potensi peningkatan penularan di hulu, bukan pada antisipasi peningkatan keparahan gejala di hilir atau di rumah sakit. "Gejala yang dilaporkan beberapa pasien dominan demam dan batuk yang selama ini gejalanya kurang lebih dengan virus COVID-19 pada umumnya," kata Atok, panggilan akrabnya, Jumat (19/3/2021).
Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga itu menambahkan, untuk Indonesia sendiri penemuan kasus Strain B117 lebih banyak dikarenakan adanya penelitian laboratorium, di mana pada sampel darah pasien dilakukan sequencing atau pengurutan utas RNA-nya, dan hal tersebut bukan merupakan pemeriksaan rutin. "Dalam sekuensing, RNA virus di baca semua (whole genome), tidak hanya sekedar mendeteksi positif atau negatif saja," jelasnya.
Baginya, sekuensing menjadi salah satu cara tepat untuk mendeteksi adanya penularan Strain B117 di Indonesia. Hanya saja, dalam upaya testing yang lebih masif tidak semua sampel pasien di Indonesia bisa dilakukan sequencing dan sequencing sendiri membutuhkan biaya yang besar.
Baca Juga
Ato menuturkan infeksi dari suatu mutasi virus bisa dicegah oleh vaksin yang ada atau tidak tergantung letak dan bentuk mutasinya. Karena pada prinsipnya, mutasi virus tersebut berpengaruh terhadap penyusunan RNA dalam yang nantinya diharapkan akan bisa dikenali oleh antibodi dalam tubuh yang dihasilkan dari vaksinasi tersebut.
"Karena tubuh kita diajari vaksin untuk mengenali utas RNA tertentu dan bila ternyata virus ini (SARS-CoV-2, Red) mutasi, selama mutasi itu tidak mengubah utas RNA yang akan dikenali oleh antibodi kita, mutasi apa pun dan di mana pun, tubuh kita akan tetap bisa mengenali dan mencegahnya untuk bereplikasi dalam tubuh kita," jelasnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, para pakar virologi mengasumsikan bahwa vaksin yang ada saat ini masih efektif mencegah infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 Strain B117 . Penerapan protokol kesehatan di masyarakat juga harus terus ditingkatkan.
(eyt)
tulis komentar anda