Jateng Kini Miliki 6 Laboratorium Covid-19
Jum'at, 17 April 2020 - 08:20 WIB
SEMARANG - Sebanyak 6 laboratorium pemeriksaan swab Covid-19 kini beroperasi di Jawa Tengah. Dengan bertambahnya jumlah laboratorium itu maka hasil pemeriksaan pasien bisa segera diketahui sehingga akan lebih cepat ditangani.
Laboratorium itu di antaranya berada di RSUP dr Kariadi, Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jateng di Semarang, Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatig, RS Moewardi dan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong pemerintah pusat melakukan percepatan distribusi Primer atau zat aktif penanda keberadaan virus laboratorium. Untuk mengantisipasi lonjakan kasus, Ganjar juga minta akses pembelian zat tersebut.
Distribusi Primer saat ini hanya disesuaikan dengan jumlah laboratorium dan jumlah kasus. Padahal Primer sangat dibutuhkan untuk mempercepat hasil tes PCR (polymerase chain reaction), yang biasanya keluar dalam jangka waktu 2-3 hari kini menjadi hanya beberapa jam.
"Targetnya, kita mempermudah dan mempercepat pemeriksaan swab itu, jadi hasilnya cepat diketahui. Kalau kurang sih enggak tapi perlu percepatan distribusi dari pusat. Karena dengan adanya penambahan laboratorium itu pasti ada peningkatan kuantitas," kata Ganjar, Kamis (16/4/2020).
Untuk distribusi, Ganjar menjelaskan, Primer dikirim oleh Kementerian Kesehatan dan langsung ditujukan ke masing-masing laboratorium, tanpa melalui Gugus Tugas atau pemerintah daerah. Dia berharap ketika terjadi lonjakan kasus, ada akses pemerintah daerah untuk pengadaan zat tersebut.
"Sekarang saya minta agar pusat segera mengirim itu. Kalau tidak, saya minta ditunjukkan saja itu belinya di mana agar kami beli sendiri. Itu yang akan kita penuhi," tandasnya.
Sampai saat ini, lanjut Ganjar, untuk stok zat Primer di Jawa Tengah masih tercover. Namun, jika situasinya terus naik, maka harus sudah ada persiapan. Dia mengaku telah jauh-jauh hari menyampaikan ke Menteri Kesehatan terkait hal tersebut.
"Karena jauh-jauh hari ini sudah saya sampaikan ke Menteri Kesehatan. Dijawab karena untuk membeli alat ini hanya bergantung satu negara, maka kini sedang berusaha mencari negara lain," katanya.
Laboratorium itu di antaranya berada di RSUP dr Kariadi, Rumah Sakit Nasional Diponegoro, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jateng di Semarang, Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatig, RS Moewardi dan di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong pemerintah pusat melakukan percepatan distribusi Primer atau zat aktif penanda keberadaan virus laboratorium. Untuk mengantisipasi lonjakan kasus, Ganjar juga minta akses pembelian zat tersebut.
Distribusi Primer saat ini hanya disesuaikan dengan jumlah laboratorium dan jumlah kasus. Padahal Primer sangat dibutuhkan untuk mempercepat hasil tes PCR (polymerase chain reaction), yang biasanya keluar dalam jangka waktu 2-3 hari kini menjadi hanya beberapa jam.
"Targetnya, kita mempermudah dan mempercepat pemeriksaan swab itu, jadi hasilnya cepat diketahui. Kalau kurang sih enggak tapi perlu percepatan distribusi dari pusat. Karena dengan adanya penambahan laboratorium itu pasti ada peningkatan kuantitas," kata Ganjar, Kamis (16/4/2020).
Untuk distribusi, Ganjar menjelaskan, Primer dikirim oleh Kementerian Kesehatan dan langsung ditujukan ke masing-masing laboratorium, tanpa melalui Gugus Tugas atau pemerintah daerah. Dia berharap ketika terjadi lonjakan kasus, ada akses pemerintah daerah untuk pengadaan zat tersebut.
"Sekarang saya minta agar pusat segera mengirim itu. Kalau tidak, saya minta ditunjukkan saja itu belinya di mana agar kami beli sendiri. Itu yang akan kita penuhi," tandasnya.
Sampai saat ini, lanjut Ganjar, untuk stok zat Primer di Jawa Tengah masih tercover. Namun, jika situasinya terus naik, maka harus sudah ada persiapan. Dia mengaku telah jauh-jauh hari menyampaikan ke Menteri Kesehatan terkait hal tersebut.
"Karena jauh-jauh hari ini sudah saya sampaikan ke Menteri Kesehatan. Dijawab karena untuk membeli alat ini hanya bergantung satu negara, maka kini sedang berusaha mencari negara lain," katanya.
(nun)
tulis komentar anda