Pandemi COVID-19 Memicu Munculnya Kecemasan dan Depresi
Jum'at, 25 Desember 2020 - 21:16 WIB
PURWOKERTO - Makin lama pandemi berlangsung, intensitas berbagai gangguan psikologis itu meningkat. Perubahan pola kehidupan selama pandemi COVID-19 , di antaranya memicu munculnya kecemasan dan depresi.
Kecemasan muncul sebagai kekhawatiran akan terjadi hal buruk, berlebih terhadap semua hal, mudah jengkel dan gelisah, hilangnya pekerjaan sebagai sumber pendapatan, hilangnya kesempatan, dan pembatasan berdampak bagi kehidupan mereka.
(Baca juga: Pulang ke Surabaya Lewat Jalur Darat, Ini Alasan Utama Risma)
Adapun meningkatnya depresi di masyarakat, akan berakibat sulit tidur atau banyak tidur, merasa sebagai orang gagal, dan kurang bergairah. Dosen Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan (FIKES) Unsoed , Endang Triyanto memaparkan, selama satu tahun bangsa Indonesia mengalami pandemi yang disebabkan oleh penyebaran corona virus disease atau lebih dikenal COVID-19.
(Baca juga: Silaturahmi ke KH Mustofa Bisri, Menag Dapat Nasehat dan Pesan Ini)
Virus ini telah menyebabkan banyak kematian jiwa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Korban yang meninggal dunia akibat serangan virus ini mencapai ribuan. "Hingga sekarang, virus ini masih mengancam kesehatan kita semua. Berbagai upaya pemerintah telah banyak dilakukan untuk menangani pandemi COVID-19," katanya, Jumat (25/12/2020).
Lamanya periode pandemi berdampak pada perubahan kesehatan fisik, psikologis, spiritual, kultural, maupun sosial. Dampak psikologis ini menyebabkan kesehatan mental seseorang terganggu. "Bentuk kesehatan mental yang terganggu di antaranya adalah kecemasan, insomnia, stress, kepanikan bahkan dapat pula terjadi depresi," ujarnya.
Depresi berat mungkin saja terjadi dan berisiko mengarah pada tindak bunuh diri. Gangguan kesehatan mental yang terjadi pada masyarakat Indonesia selama pandemi COVID-19 dapat dipicu oleh ketakutan akan kematian, maraknya berita hoaks, isolasi, berkurangnya pendapatan, dan masih banyak lainnya.
Kelompok yang berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental, di antaranya adalah petugas kesehatan, pelajar, pekerja yang berisiko terpapar COVID-19, orang yang menjalani isolasi mandiri, pengusaha sektor transportasi pariwisata, dan masih banyak sekelompok lainnya. Keluarga yang kehilangan orang yang dicintai, tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal merupakan kelompok yang sangat berpotensi terjadinya gangguan kesehatan mental.
Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan gangguan kesehatan mental. Endang Triyanto, menjelaskan upaya pencegahan gangguan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pertama, optimalkan komunikasi dengan kerabat keluarga. Keluarga dapat memberikan perhatian dan dukungan sebagai support system, sehingga tidak mudah stres.
Kedua, rajin berolah raga dan mengkonsumsi makanan bergizi. Aktivitas olah raga yang dilakukan dengan gembira dapat mengurangi respons stres. Makanan bergizi yang mengandung banyak protein, rendah lemak, cukup kalori, kaya vitamin, mineral, dan serat yang tinggi.
Ketiga, selektif dalam mencari sumber informasi COVID-19. Sekarang ini tidak dipungkiri banyak informasi-informasi melalui media sosial yang hoaks. Kita harus konsultasikan kebenaran informasi kepada pejabat yang berwenang. Ke empat, jalin komunikasi dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan menjadi satu-satunya tempat pelayanan kesehatan terpercaya.
Kecemasan muncul sebagai kekhawatiran akan terjadi hal buruk, berlebih terhadap semua hal, mudah jengkel dan gelisah, hilangnya pekerjaan sebagai sumber pendapatan, hilangnya kesempatan, dan pembatasan berdampak bagi kehidupan mereka.
(Baca juga: Pulang ke Surabaya Lewat Jalur Darat, Ini Alasan Utama Risma)
Adapun meningkatnya depresi di masyarakat, akan berakibat sulit tidur atau banyak tidur, merasa sebagai orang gagal, dan kurang bergairah. Dosen Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan (FIKES) Unsoed , Endang Triyanto memaparkan, selama satu tahun bangsa Indonesia mengalami pandemi yang disebabkan oleh penyebaran corona virus disease atau lebih dikenal COVID-19.
(Baca juga: Silaturahmi ke KH Mustofa Bisri, Menag Dapat Nasehat dan Pesan Ini)
Virus ini telah menyebabkan banyak kematian jiwa di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Korban yang meninggal dunia akibat serangan virus ini mencapai ribuan. "Hingga sekarang, virus ini masih mengancam kesehatan kita semua. Berbagai upaya pemerintah telah banyak dilakukan untuk menangani pandemi COVID-19," katanya, Jumat (25/12/2020).
Lamanya periode pandemi berdampak pada perubahan kesehatan fisik, psikologis, spiritual, kultural, maupun sosial. Dampak psikologis ini menyebabkan kesehatan mental seseorang terganggu. "Bentuk kesehatan mental yang terganggu di antaranya adalah kecemasan, insomnia, stress, kepanikan bahkan dapat pula terjadi depresi," ujarnya.
Depresi berat mungkin saja terjadi dan berisiko mengarah pada tindak bunuh diri. Gangguan kesehatan mental yang terjadi pada masyarakat Indonesia selama pandemi COVID-19 dapat dipicu oleh ketakutan akan kematian, maraknya berita hoaks, isolasi, berkurangnya pendapatan, dan masih banyak lainnya.
Kelompok yang berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental, di antaranya adalah petugas kesehatan, pelajar, pekerja yang berisiko terpapar COVID-19, orang yang menjalani isolasi mandiri, pengusaha sektor transportasi pariwisata, dan masih banyak sekelompok lainnya. Keluarga yang kehilangan orang yang dicintai, tanpa bisa mengucapkan selamat tinggal merupakan kelompok yang sangat berpotensi terjadinya gangguan kesehatan mental.
Oleh karena itu diperlukan upaya pencegahan gangguan kesehatan mental. Endang Triyanto, menjelaskan upaya pencegahan gangguan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Pertama, optimalkan komunikasi dengan kerabat keluarga. Keluarga dapat memberikan perhatian dan dukungan sebagai support system, sehingga tidak mudah stres.
Kedua, rajin berolah raga dan mengkonsumsi makanan bergizi. Aktivitas olah raga yang dilakukan dengan gembira dapat mengurangi respons stres. Makanan bergizi yang mengandung banyak protein, rendah lemak, cukup kalori, kaya vitamin, mineral, dan serat yang tinggi.
Ketiga, selektif dalam mencari sumber informasi COVID-19. Sekarang ini tidak dipungkiri banyak informasi-informasi melalui media sosial yang hoaks. Kita harus konsultasikan kebenaran informasi kepada pejabat yang berwenang. Ke empat, jalin komunikasi dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan menjadi satu-satunya tempat pelayanan kesehatan terpercaya.
(shf)
tulis komentar anda