Secara Hukum Perpres Kenaikan Iuran BPJS Bermasalah
Kamis, 14 Mei 2020 - 10:31 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI, Bidang Industri dan Pembangunan, Mulyanto menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran BPJS Kesehatan bermasalah secara hukum.
Mulyanto berpendapat, Perpres yang dikeluarkan 6 Mei 2020 itu tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung (MA) No.7P/HUM/2020 yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya. (BACA JUGA: BPJS Dinaikkan Lagi, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
Maka itu, dia meminta pemerintah membatalkan Perpres tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Lagi pula, kenaikan iuran BPJS itu dianggap tidak tepat dan akan memberatkan hidup rakyat yang sekarang sedang dilanda pandemi Covid 19.
"Secara hukum Perpres ini jelas bermasalah. Kedudukan Perpres ini tumpang tindih dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang masih berlaku," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Dia mengatakan, Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 hanya membatalkan Pasal 34 ayat 1 dan 2 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu Pasal 2, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara, pasal lain masih berlaku.
"Jadi kalau sekarang Pemerintah mengeluarkan Perpres baru yang isinya mengatur hal yang sama maka seolah ada tumpang tindih aturan hukum. Harusnya Pemerintah mengeluarkan Perpres sesuai putusan MA saja, bukan membuat aturan baru yang membuat rakyat resah," kata Mulyanto.
Mulyanto melanjutkan, di tengah masa darurat pandemi Covid 19 dan di saat kaum muslimin ingin khusyuk mengoptimalkan ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, Pemerintah seharusnya peka dan peduli dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Menurut dia, pemerintah sepatutnya tahu bahwa saat ini sebagian masyarakat sedang kesulitan, usaha banyak yang tidak jalan, gelombang PHK mulai terjadi dan biaya kebutuhan hidup meningkat. Jadi, kata dia, jangan ditambah berat dengan menaikkan iuran BPJS. (BACA JUGA: Menaker Wajibkan Pengusaha Bayarkan THR H-7 Lebaran)
"Setop wacana kenaikan BPJS. Di mana nurani Pemerintah terhadap rakyatnya yang sedang menderita?" tanya Mulyanto yang juga sebagai Sekretaris Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS ini.
Dia pun minta pemerintah mau melihat dan mendengar permintaan rakyat. Di tengah pembagian bansos yang tidak jelas dan tidak merata, lebih baik Pemerintah meningkatkan empati kepada rakyat. Jangan malah membuat kekecewaan mereka semakin dalam.
"Mari fokus pada penanganan Covid 19 dan membantu meringankan beban rakyat, bukan malah mengintimidasi mereka dengan rencana kenaikan iuran BPJS," pungkasnya.
Mulyanto berpendapat, Perpres yang dikeluarkan 6 Mei 2020 itu tidak sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung (MA) No.7P/HUM/2020 yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran BPJS sebelumnya. (BACA JUGA: BPJS Dinaikkan Lagi, Pemerintah Dinilai Abaikan Putusan MA)
Maka itu, dia meminta pemerintah membatalkan Perpres tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Lagi pula, kenaikan iuran BPJS itu dianggap tidak tepat dan akan memberatkan hidup rakyat yang sekarang sedang dilanda pandemi Covid 19.
"Secara hukum Perpres ini jelas bermasalah. Kedudukan Perpres ini tumpang tindih dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang masih berlaku," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Dia mengatakan, Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 hanya membatalkan Pasal 34 ayat 1 dan 2 karena bertentangan dengan peraturan di atasnya yaitu Pasal 2, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2, Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sementara, pasal lain masih berlaku.
"Jadi kalau sekarang Pemerintah mengeluarkan Perpres baru yang isinya mengatur hal yang sama maka seolah ada tumpang tindih aturan hukum. Harusnya Pemerintah mengeluarkan Perpres sesuai putusan MA saja, bukan membuat aturan baru yang membuat rakyat resah," kata Mulyanto.
Mulyanto melanjutkan, di tengah masa darurat pandemi Covid 19 dan di saat kaum muslimin ingin khusyuk mengoptimalkan ibadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, Pemerintah seharusnya peka dan peduli dengan kondisi ekonomi masyarakat.
Menurut dia, pemerintah sepatutnya tahu bahwa saat ini sebagian masyarakat sedang kesulitan, usaha banyak yang tidak jalan, gelombang PHK mulai terjadi dan biaya kebutuhan hidup meningkat. Jadi, kata dia, jangan ditambah berat dengan menaikkan iuran BPJS. (BACA JUGA: Menaker Wajibkan Pengusaha Bayarkan THR H-7 Lebaran)
"Setop wacana kenaikan BPJS. Di mana nurani Pemerintah terhadap rakyatnya yang sedang menderita?" tanya Mulyanto yang juga sebagai Sekretaris Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS ini.
Dia pun minta pemerintah mau melihat dan mendengar permintaan rakyat. Di tengah pembagian bansos yang tidak jelas dan tidak merata, lebih baik Pemerintah meningkatkan empati kepada rakyat. Jangan malah membuat kekecewaan mereka semakin dalam.
"Mari fokus pada penanganan Covid 19 dan membantu meringankan beban rakyat, bukan malah mengintimidasi mereka dengan rencana kenaikan iuran BPJS," pungkasnya.
(zai)
tulis komentar anda