Cegah Pekerja Migran Ilegal, BP2MI Siapkan Single Data

Kamis, 03 Desember 2020 - 20:08 WIB
Kepala BP2MI Benny Rhamdani (paling kanan) saat konferensi pers dalam acara Migrant Day 2020 di Surabaya
SURABAYA - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI ) Benny Ramdhani menyatakan, hingga kini Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi di tempatnya bekerja. Seperti kekerasan, eksploitasi terkait gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak, jam kerja melebihi batas hingga pelecehan seksual.

Menurutnya, yang menjadi kelemahan selama ini adalah belum adanya single data. Masalah tersebut terjadi tidak hanya di provinsi, tapi juga antar lembaga. Nantinya, BP2MI akan membuat modernisasi sistem terkait data penempatan dan perlindungan PMI.

Baca juga: Tengah Malam, Makam di Mojokerto Dibongkar Warga, Apa yang Terjadi?



“Single data ini penting. Nantinya, data ini mampu menunjukkan siapa, berasal dari mana, bekerja di negara mana, apa sektor pekerjaannya, apa hak-hak yang harus diterima. Ini bisa jadi kontrol negara,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam Migrant Day 2020 di Surabaya, Kamis (3/12/2020).

Dia menambahkan, PMI yang tercatat dalam Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI) saat ini sebanyak 3,7 juta. Namun, data World Bank mencatat ada 9 juta PMI.

Artinya ada selisih dan perbedaan jumlah data. Para PMI tersebut tersebar di 150 negara penempatan di seluruh dunia. Mereka bekerja pada berbagai sektor mulai dari sektor formal hingga profesional. Setiap tahunnya terdapat sekitar 270.000 PMI berangkat bekerja di berbagai negara penempatan. “Kami juga terus berupaya mencegah jangan sampai PMI itu berangkat secara ilegal,” imbuhnya.

(Baca juga: Tinjau Lokasi Erupsi Gunung Semeru, Gubernur Khofifah Siapkan Langkah Mitigasi )

Lebih lanjut Benny mengatakan keberangkatan ilegal ini bisnis kotor. Dia mencontohkan, dari satu PMI, seorang pengusaha bisa mendapatkan keuntungan Rp30-40 Juta. Untuk lolos di Bandara, seorang PMI harus bayar Rp3 juta meskipun biayanya ditanggung oknum sindikat. Yang paling banyak kasusnya adalah Arab Saudi, Timur Tengah dan Malaysia.

Dari sejumlah sektor pekerjaan, PMI ilegal banyak bekerja menjadi Anak Buah Kapal (ABK) asing. “Sebenarnya agar terhindar dari hal-hal semacam ini harus memperkuat diri dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan, jangan ilegal,” tegasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim, Himawan Estu Bagijo mengungkapkan, PMI asal Jatim tahun 2019 sebanyak 68.740 orang, dengan jumlah tenaga kerja formal 25.886 orang dan informal 42854 orang. Negara tujuan terbanyak Taiwan 31.988 orang Hongkong 23.785 Malaysia 11.662 orang.

“Pandemi COVID-19 ada instruksi dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk penghentian sementara penempatan PMI. Penempatan PMI tahun ini mencapai 17.981 orang. Yang meliputi pekerja formal 5.963 orang dan pekerja informal 12.000 orang,” katanya.
(msd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content