Jelang Akhir Jabatan Walikota Risma Ajukan Mutasi Pejabat, Ada Apa?
Selasa, 17 November 2020 - 02:01 WIB
SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengajukan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya kepada Mendagri melalui Gubernur Jawa Timur. Padahal, tinggal beberapa bulan lagi, Risma lengser dari jabatannya sebagai wali kota Surabaya.
Kabar pengajuan mutasi ASN Pemkot Surabaya diungkap oleh anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni. Ketua DPD I Partai Golkar Surabaya ini mengatakan, Risma mengajukan mutasi ASN di sisa jabatannya sebagai wali kota.(Baca juga: Kapal Kargo Bermuatan Kontainer Terbalik di Terminal Teluk Lamong )
"Tidak elok dan tidak pantas. Saya meyakini pengajuan mutasi itu bukan berdasarkan penilaian kinerja, tapi lebih karena like and dislike," ujarnya.
Toni menjelaskan, pasca 9 Desember mendatang, secara de facto Risma bukan lagi pemimpin kota Surabaya. Karena rakyat sudah memberikan mandat kepada pasangan calon (paslon) yang menang.
Karena itu, kata Toni, sebaiknya Risma fokus kepada penetrasi program akhir tahun yang sudah direncakanakan, baik melalui APBD murni atau perubahan. Sehingga, Risma bisa mengakhiri karir politiknya sebagai wali kota dengan catatan bagus.(Baca juga: 12 Desainer Asli Jawa Timur Pamer Kreativitas Batik di East Java Fashion Harmony 2020 )
"Ini soal pantas dan tidak pantas. Makanya saya pikir lebih bijak Risma tidak melakukan kebijakan strategis mengingat jabatannya tinggal menunggu hari. Sampaikan kepada Tri Risma bahwa orang terpelajar itu adil sejak dalam pikiran," tukasnya.
Terpisah, Pengamat Sosial-Politik Unesa Agus Mahfud Fauzi memandang langkah Risma mengajukan mutasi ASN menimbulkan interpretasi politik. Selain itu, secara etika tidak pantas mengingat akhir masa jabatannya (AMJ) tinggal menghitung hari.
Agus mengungkapkan, berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 2016, kepala daerah yang maju sebagai calon incumbent tidak boleh melakukan mutasi ASN 6 bulan sebelum masuk tahapan pilkada. "Kalau kepala daerah tidak maju pilkada, juga tidak pantas. Karena logikanya, user atau yang akan makai itu kepala daerah yang menang nantinya," ungkapnya.
Mantan komisioner KPU Jawa Timur ini memandang, apa yang dilakukan Risma tidak pantas secara etika. Seharusnya, jika melakukan evaluasi terhadap pejabatnya atau ASN di Pemkot Surabaya, bisa dilakukan sebelum Pilwali.
Dari informasi yang beredar luas, salah satu pejabat yang akan dimutasi adalah Kepala Dinas Sosial.
Kabar pengajuan mutasi ASN Pemkot Surabaya diungkap oleh anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni. Ketua DPD I Partai Golkar Surabaya ini mengatakan, Risma mengajukan mutasi ASN di sisa jabatannya sebagai wali kota.(Baca juga: Kapal Kargo Bermuatan Kontainer Terbalik di Terminal Teluk Lamong )
"Tidak elok dan tidak pantas. Saya meyakini pengajuan mutasi itu bukan berdasarkan penilaian kinerja, tapi lebih karena like and dislike," ujarnya.
Toni menjelaskan, pasca 9 Desember mendatang, secara de facto Risma bukan lagi pemimpin kota Surabaya. Karena rakyat sudah memberikan mandat kepada pasangan calon (paslon) yang menang.
Karena itu, kata Toni, sebaiknya Risma fokus kepada penetrasi program akhir tahun yang sudah direncakanakan, baik melalui APBD murni atau perubahan. Sehingga, Risma bisa mengakhiri karir politiknya sebagai wali kota dengan catatan bagus.(Baca juga: 12 Desainer Asli Jawa Timur Pamer Kreativitas Batik di East Java Fashion Harmony 2020 )
"Ini soal pantas dan tidak pantas. Makanya saya pikir lebih bijak Risma tidak melakukan kebijakan strategis mengingat jabatannya tinggal menunggu hari. Sampaikan kepada Tri Risma bahwa orang terpelajar itu adil sejak dalam pikiran," tukasnya.
Terpisah, Pengamat Sosial-Politik Unesa Agus Mahfud Fauzi memandang langkah Risma mengajukan mutasi ASN menimbulkan interpretasi politik. Selain itu, secara etika tidak pantas mengingat akhir masa jabatannya (AMJ) tinggal menghitung hari.
Agus mengungkapkan, berdasarkan undang-undang nomor 10 tahun 2016, kepala daerah yang maju sebagai calon incumbent tidak boleh melakukan mutasi ASN 6 bulan sebelum masuk tahapan pilkada. "Kalau kepala daerah tidak maju pilkada, juga tidak pantas. Karena logikanya, user atau yang akan makai itu kepala daerah yang menang nantinya," ungkapnya.
Mantan komisioner KPU Jawa Timur ini memandang, apa yang dilakukan Risma tidak pantas secara etika. Seharusnya, jika melakukan evaluasi terhadap pejabatnya atau ASN di Pemkot Surabaya, bisa dilakukan sebelum Pilwali.
Dari informasi yang beredar luas, salah satu pejabat yang akan dimutasi adalah Kepala Dinas Sosial.
(msd)
tulis komentar anda