Monumen Perang Dunia II, Memorial Korban Perang Pasifik di Manado
Sabtu, 14 November 2020 - 07:10 WIB
Setelah Jepang bertekuk lutut dan Kota Manado dihancurkan secara total, Sekutu tidak serta merta meninggalkan Manado/ Minahasa tanpa meninggalkan suatu tanda kenangan tentang penyesalannya atas pengorbanan rakyat Sulawesi Utara yang telah berjasa pada sekutu dalam perang melawan Jepang.
Itulah sebabnya maka Belanda/ NICA sebagai anggota Sekutu melakukan langkah rehabilitasi dengan memasok bahan-bahan berupa pakaian dan obat-obatan serta 3000 zak semen untuk membangun sebuah memorial bagi para korban perang.(Baca juga: Pjs Gubernur Sulut Lepas 28 Kafilah ke MTQ Nasional di Padang )
"Tempat yang dipilih ialah halaman Gereja GMIM Sentrum sekarang yang menurut kadaster adalah milik Negara. Konon kepada Jemaat GMIM akan disediakan suatu areal di bagian tinggi kota Manado," tutur Ben Wowor, Jumat (13/11/2020).
Karena berada di daerah pelabuhan, selain membangun tugu memorial, Belanda berencana menggali areal di depan tugu itu untuk dijadikan pelabuhan dengan dermaganya.
"Tugu ini mulai dibangun tahun 1946 oleh kepala PU NICA, instansi yang dinamakan P.O.D. (Plaatselijke Opbouwdienst), yakni Ir. C. J. Uit den Bosch, tetapi tidak sampai diselesaikan karena waktu itu kita sedang berperang dengan Belanda (Perang Kemerdekaan)," ujar Ben Wowor.
Monumen yang dibangun sebagai kenangan terhadap korban perang pasifik baik dari sekutu, Jepang, dan rakyat itu memiliki ketinggian sekira 40 meter, memiliki empat tiang penyangga dengan sebuah kubus di atasnya.
"Inti dari simbol kubus ini mengandung arti persembahan yang termulia, yaitu tempat persemayaman korban perang yang kita cintai," kata Ben Wowor
Secara kultural tradisional desain ini mengacu kepada adat istiadat tentang bentuk makam bagi rakyat Minahasa yang berbentuk kubus melambangkan sebuah waruga, peti jenazah yang terletak di atas tanah.
Bagi korban perang dari bangsa-bangsa sekutu, kubus di atas puncak tugu melambangkan sebuah sarkofagus yang merupakan suatu warisan suci dan keramat. "Kubus itu dipisahkan dari bagian bawah oleh empat bola penyangga, sebagaimana kita mengusung suatu peti jenazah secara simbolis," jelas Ben.
Itulah sebabnya maka Belanda/ NICA sebagai anggota Sekutu melakukan langkah rehabilitasi dengan memasok bahan-bahan berupa pakaian dan obat-obatan serta 3000 zak semen untuk membangun sebuah memorial bagi para korban perang.(Baca juga: Pjs Gubernur Sulut Lepas 28 Kafilah ke MTQ Nasional di Padang )
"Tempat yang dipilih ialah halaman Gereja GMIM Sentrum sekarang yang menurut kadaster adalah milik Negara. Konon kepada Jemaat GMIM akan disediakan suatu areal di bagian tinggi kota Manado," tutur Ben Wowor, Jumat (13/11/2020).
Karena berada di daerah pelabuhan, selain membangun tugu memorial, Belanda berencana menggali areal di depan tugu itu untuk dijadikan pelabuhan dengan dermaganya.
"Tugu ini mulai dibangun tahun 1946 oleh kepala PU NICA, instansi yang dinamakan P.O.D. (Plaatselijke Opbouwdienst), yakni Ir. C. J. Uit den Bosch, tetapi tidak sampai diselesaikan karena waktu itu kita sedang berperang dengan Belanda (Perang Kemerdekaan)," ujar Ben Wowor.
Monumen yang dibangun sebagai kenangan terhadap korban perang pasifik baik dari sekutu, Jepang, dan rakyat itu memiliki ketinggian sekira 40 meter, memiliki empat tiang penyangga dengan sebuah kubus di atasnya.
"Inti dari simbol kubus ini mengandung arti persembahan yang termulia, yaitu tempat persemayaman korban perang yang kita cintai," kata Ben Wowor
Secara kultural tradisional desain ini mengacu kepada adat istiadat tentang bentuk makam bagi rakyat Minahasa yang berbentuk kubus melambangkan sebuah waruga, peti jenazah yang terletak di atas tanah.
Bagi korban perang dari bangsa-bangsa sekutu, kubus di atas puncak tugu melambangkan sebuah sarkofagus yang merupakan suatu warisan suci dan keramat. "Kubus itu dipisahkan dari bagian bawah oleh empat bola penyangga, sebagaimana kita mengusung suatu peti jenazah secara simbolis," jelas Ben.
(msd)
tulis komentar anda