Menjahit Merah Putih, Eks Napiter ke Pangkuan Ibu Pertiwi atau Aksi Panggung?

Kamis, 12 November 2020 - 11:21 WIB
“Awalnya rasa empati kami kepada saudara-saudara kami yang memurut kami dizalimi, sehingga kami terpanggil. Namun karena emosional yang mungkin kurang terkendali, lama-lama kita masuk terus ke jaringan itu,” terangnya. “Saya 2005 menyembunyikan Noordin M Top dan Dr Azahari, kemudian bebas. Tahun 2010 terlibat lagi kaitannya dengan pelatihan (terorisme) Aceh,” tambah dia.

Dua kali menjalani hukuman penjara menjadi titik balik kehidupan barunya. Sebab penjara tak sekadar merasakan dinginnya jeruji besi, melainkan terbentuknya ruang-ruang diskusi hingga membuka wawasannya.

“Setelah kami saya pribadi menjalani proses hukuman dan di sana kita ada ruang diskusi, ruang dialog, dengan beberapa profesional baik itu dari akademisi, para mubaligh, kemudian dari kampus. Kami terbuka wacana, ternyata Islam itu tidak harus seperti itu (keras), karena Indonesia beda dengan kondisi yang ada di luar seperti Timur Tengah, Filipina, dan lain sebagainya,” ungkapnya.

“Saya berpesan pada kawan kita (yang masih berpaham radikal), cobalah kita buka ruang diskusi, ruang dialog karena hanya dengan diskusi dan dialog akan ada solusi untuk persoalan-persoalan yang memang menurut kita harus diselesaikan,” cetus dia.

Kado Bendera Merah Putih itu menjadi kejutan tersendiri bagi Ganjar Pranowo. Apalagi, bendera itu dijahit sendiri oleh tangan-tangan mantan napiter. Mereka diharapkan bisa menjadi juru kampanye agar masyarakat tak mudah terpengaruh paham radikal.

“Surprise aja sih. Ya karena menariknya kita menemukan saudara-saudara kita yang pernah tersesat dan mereka kembali kepada pangkuan Ibu Pertiwi. Hari ini mereka juga melakukan aktivitas ini untuk berbagi pengalaman, berbagi cerita kepada masyarakat bagaimana sebenarnya nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan,” kata Ganjar. (Baca juga: Ditanya Soal Capres Ganjar Pranowo Lebih Senang Bicara Covid-19 )

“Mudah-mudahan mereka akan bisa menjadi menjadi orang-orang yang bisa mengampanyekan bagaimana berbangsa, bernegara, menjaga NKRI, menjaga Pancasila, melaksanakannya dengan baik. Itu komunitas-komunitas yang mesti kita temani mereka bisa memberikan pengalamannya ini kepada orang lain untuk tidak ditiru,” tandasnya.

Usai memberikan kado, Sri Puji juga mengikuti upacara peringatan hari Sumpah Pemuda di Jawa Tengah yang digelar secara virtual di Gedung Gradhika Bhakti Praja. Terdapat tiga eks napiter lainnya yang hadir dalam acara itu yakni Joko Triharmanto alias Jack Harun eks napiter kasus Bom Bali, dan dua lainnya Surono serta Paimin.

Sementara itu, pengamat terorisme Najahan Musyafak, menilai pemberian kado Bendera Merah Putih kepada Gubernur Jawa Tengah itu belum bisa diklaim eks napiter kembali ke NKRI. Sebab, aksi tersebut hanya muncul di permukaan, sehingga perlu pendalaman lebih lanjut. “Yang pertama harus ada program (deradikalisasi) dan kedua adanya parameter-parameter,” ujar Dr Najahan yang tercatat sebagai dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang, Kamis (12/11/2020).

“Dan itu (menjahit Bendera Merah Putih) bukan programnya Pak Gubernur. Ketika mereka itu menjahit sendiri untuk menunjukkan bahwa saya mantan napiter sekarang sudah NKRI, tapi itu bukan sebuah program (yang direncanakan),” imbuhnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content