Pemimpin Perempuan yang Sukses Tangani Covid-19 di Tiga Negara

Kamis, 16 April 2020 - 07:02 WIB
Selain tiga negara tersebut, lima negara Skandinavia lainnya juga dipimpin perempuan. Negara tersebut memiliki tingkat kematian yang rendah karena virus korona. Misalnya PM Finlandia Sanna Martin, 34, pemimpin termuda di dunia dengan tingkat popularitas hingga 85%, mampu menyiapkan negaranya menghadapi pandemi dengan korban 59 orang meninggal. PM Islandia Katrín Jakobsdóttir yang mengatur 360.000 penduduk juga dipuji karena mampu mengatasi penyebaran virus korona. Dia melakukan pengujian massal dan pelacakan pasien serta karantina.

Apakah pemimpin perempuan lebih dibutuhkan? Hanya, terlalu dini untuk mengatakan bahwa pemimpin perempuan bisa mengatasi masalah virus korona. Dalam catatan Inter-Parliamentary Union dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 10 dari 152 pemimpin negara adalah perempuan. Parlemen di dunia dikuasai 75% lelaki, 73% lelaki menguasai keputusan manajerial, dan 76% lelaki bekerja di industri media utama.

“Kita menciptakan dunia di mana perempuan hanya menguasai 25% atau seperempat pada ruangan baik fisik dan cerita di media. Seperempat saja tidak cukup,” kata Direktur Eksekutif Perempuan PBB Phumzile Mlambo-Ngcuka. Sejak dulu, dunia membutuhkan lebih banyak perempuan kuat dan kesetaraan perempuan di semua tingkatan politik.

Sumbang 20% Gaji

Adapun, PM Jacinda Ardern dan seluruh menteri New Zelanad atau Selandia Baru dipotong gajinya 20 persen untuk enam bulan ke depan. Keputusan ini untuk mencerminkan kondisi ekonomi yang sulit selama pandemi virus corona.

PM Ardern mengumumkan bahwa kabinetnya akan menerima pemotongan gaji tersebut. “Saya benar-benar menerima ini," katanya. "Bagi kami ini tentang kepemimpinan,” katanya lagi, Rabu (15/4/2020). “Ini merupakan pengakuan atas pukulan yang diterima banyak warga Selandia Baru saat ini,” paparnya, seperti dikutip news.com.au. Pemotongan gaji akan memengaruhi setiap menteri, serta kepala eksekutif dalam pelayanan publik.

Setelah diberitahu tentang keputusan itu, pemimpin oposisi; Simon Bridges, juga mengajukan diri untuk potong gaji 20%. Pemotongan gaji selama enam bulan ke depan berarti Ardern akan merelakan sekitar NZD47.000 dari gajinya. “Kami merasa 20 persen adalah yang tepat...ini hanya pengakuan yang bisa kami jadikan sebagai pemimpin,” katanya.

“Banyak orang di sektor publik kami adalah pekerja penting garis depan; perawat, polisi, profesional perawatan kesehatan, kami tidak menyarankan pemotongan gaji di (sektor) ini, dan juga warga Selandia Baru tidak akan menganggapnya pantas,” paparnya.

“Kami mengakui warga Selandia Baru yang bergantung pada subsidi upah, menerima pemotongan gaji dan kehilangan pekerjaan mereka. Kami merasakannya dalam, perjuangan yang dihadapi banyak warga Selandia Baru,” imbuh dia.

Masih Tinggi
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content