Penanganan Pandemi COVID-19 di Kepulauan Masih Terbatas
Senin, 19 Oktober 2020 - 11:50 WIB
Selain tiga rumah sakit tersebut, pemerintah provinsi juga menyiapkan sejumlah rumah sakit di setiap pulau di NTT sebagai alternatif rujukan. “Untuk Pulau Sumba, ada RSUD Umbu Rara Meha (URM) di Sumba Timur dan RSUD Waikabubak di Sumba Barat,” kata dia.
“Namun, karena fasilitas kesehatan Sumba terbatas, kami di RSK Lindimara bersama dua rumah sakit lain di Sumba Timur, berfungsi menjadi tempat transit jika terdapat kasus mengarah ke virus corona atau ikut membantu apabila RSUD URM overload,” kata dia.
Sejak ditetapkan sebagai salah satu rumah sakit penyangga, manajemen RSK Lindimara mulai menerapkan beberapa aturan baru. Yakni, meniadakan jam kunjungan, membatasi penunggu pasien hingga melakukan screening di area poli serta unit gawat darurat (UGD).
“Kami pun merombak poli tuberculosis yang berada di luar bangunan lain untuk tempat transit,” kata dia.
Pihak RSK Lindimara juga membuat faceshield, menyediakan masker, serta membuat handrub secara mandiri untuk menjaga kesehatan para staf dan pasien yang berkunjung.
Meski bukan merupakan rumah sakit rujukan utama, Andre tidak menampik bila RSK Lindimara sempat mengalami sejumlah kendala, terutama di awal masa pandemi corona.
“Kendala kami, antara lain, kesulitan dalam menegakkan diagnosa. Jadi kemungkinan ada banyak kasus, cuma tidak terdeteksi,” kata dia.
Kesulitan diagnosa tersebut, kata Andre, disebabkan oleh minimnya alat tes. Makanya pemerintah provinsi lebih memprioritaskan masyarakat yang telah terindikasi corona.
“Selain itu, kami juga sempat kesulitan mengirim sampel tes ke Jawa karena maskapai yang masuk Waingapu terbatas dan mereka tidak bersedia membawanya,” ujar Andre.
Namun, dari informasi terakhir yang diperoleh Andre, saat ini pemerintah provinsi NTT sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan, baik menggunakan rapid test maupun polymerase chain reaction (PCR) atau swab test. “Kemudian, sampel test juga tidak perlu dikirim ke Jawa lagi, melainkan ke Kupang,” jelas dia.
“Namun, karena fasilitas kesehatan Sumba terbatas, kami di RSK Lindimara bersama dua rumah sakit lain di Sumba Timur, berfungsi menjadi tempat transit jika terdapat kasus mengarah ke virus corona atau ikut membantu apabila RSUD URM overload,” kata dia.
Sejak ditetapkan sebagai salah satu rumah sakit penyangga, manajemen RSK Lindimara mulai menerapkan beberapa aturan baru. Yakni, meniadakan jam kunjungan, membatasi penunggu pasien hingga melakukan screening di area poli serta unit gawat darurat (UGD).
“Kami pun merombak poli tuberculosis yang berada di luar bangunan lain untuk tempat transit,” kata dia.
Pihak RSK Lindimara juga membuat faceshield, menyediakan masker, serta membuat handrub secara mandiri untuk menjaga kesehatan para staf dan pasien yang berkunjung.
Meski bukan merupakan rumah sakit rujukan utama, Andre tidak menampik bila RSK Lindimara sempat mengalami sejumlah kendala, terutama di awal masa pandemi corona.
“Kendala kami, antara lain, kesulitan dalam menegakkan diagnosa. Jadi kemungkinan ada banyak kasus, cuma tidak terdeteksi,” kata dia.
Kesulitan diagnosa tersebut, kata Andre, disebabkan oleh minimnya alat tes. Makanya pemerintah provinsi lebih memprioritaskan masyarakat yang telah terindikasi corona.
“Selain itu, kami juga sempat kesulitan mengirim sampel tes ke Jawa karena maskapai yang masuk Waingapu terbatas dan mereka tidak bersedia membawanya,” ujar Andre.
Namun, dari informasi terakhir yang diperoleh Andre, saat ini pemerintah provinsi NTT sedang berupaya untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan, baik menggunakan rapid test maupun polymerase chain reaction (PCR) atau swab test. “Kemudian, sampel test juga tidak perlu dikirim ke Jawa lagi, melainkan ke Kupang,” jelas dia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda