Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung

Minggu, 20 September 2020 - 05:00 WIB
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, Badan Geologi, Kemen ESDM Kristianto. Foto/Istimewa

Semburan kolom asap, tutur Kristianto, juga tidak membahayakan aktivitas penerbangan pesawat. Laporan perkembangan dan aktivitas gunung api sebagai bentuk kewaspadaan dan keselamatan penerbangan, Sub Bidang Gunung Api Wilayah Barat PVMBG selalu mengirim laporan ke Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), maskapai penerbangan, dan pengelola bandara.

"Kalau pelayaran, aman. Sebab pelayaran penyebarangan Merak-Bakauheni atau sebaliknya tidak melewati kawasan Gunung Anak Krakatu. Lintasan penyeberangan kapal jauh, berjarak 5 kilometer lebih dari gunung api ini," tutur Kristianto.

Sejarah Panjang Krakatau

Sementara itu, dalam laman geologi.esdm.go.ide, dijelaskan, dulunya, Gunung Krakatau memiliki tiga tubuh gunung, yakni Gunung Rakata, Danan, dan Perbuatan. Ketiga tubuh gunung ini saling bertumpuk.

Pada erupsi dahsyat pada 26 Agustus 1883, tubuh Gunung Danan dan Perbuatan, hancur dan hilang. Sedangkan tubuh Gunung Rakata, tersisa setengahnya. Setelah megaletusan itu, terbentuk kaldera di bawah permukaan laut dengan diameter sekitar 7 km. Muncul pula tiga gugusan pulau, yakni sisa Gunung Rakata, Pulau Sertung, dan Panjang.

Ketiga gugusan pulau ini membentuk segitiga. Pada 1927, peneliti gunung api asal Belanda menemukan di bekas tubuh Gunung Danan yang telah hilang dari permukaan, keluar erupsi dari dasar laut. Pada 29 Desember 1929, muncul kerucut di atas permukaan laut.

Ini menandai Gunung Anak Krakatau muncul ke permukaan. Jika dihitung dari 1927 sampai sekarang, sekitar 91 tahun, tinggi Gunung Anak Krakatau saat ini mencapai 300 meter. Artinya, gunung ini tumbuh, ketinggannya rata-rata bertambah tinggi tiga meter tiap tahun.

Karena tumbuh, Gunung Anak Krakatau ini sering meletus atau erupsi. Jadi sebetulnya, erupsi yang terjadi sejak Senin 18 Juni sampai Januari 2019 itu, sudah biasa dan sering terjadi, bukan peristiwa luar biasa.

Erupsi yang terjadi pada 2018 dan 2019, masih sama dengan tahun-tahun ke belakang. Jadi belum mengganggu pelayaran kapal penyeberangan dan penerbangan pesawat udara.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More