Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung

Minggu, 20 September 2020 - 05:00 WIB
Volkanolog ITB Dr Eng Mirzam Abdurrachman ST MT. Foto/ITB.ac.id

Dr Mirzam menuturkan, sejauh ini tsunami pada 2018 akibat letusan Gunung Anak Krakatau diperkirakan dapat terjadi oleh empat mekanisme, yaitu letusan gunung api di bawah air (volcanogenic tsunami), longsoran (air masuk ke daratan), gunung api meletus membentuk kaldera (gunung api muncul di permukaan), dan aliran piroklastik (tsunami pada bagian depan gunung dengan kecepatan gelombang 150-250 km/jam).

Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau

Gunung Anak Krakatau memiliki tinggi 338 meter di atas permukaan laut. Badan Geologi, Kementerian ESDM mendirikan dua pos pengamatan, yakni, Pos Pengamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan Pasauran, Merak, Provinsi Banten. Kedua pos itu digunakan untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau.



Letusan Gunung Anak Krakatau. Foto/Youtube/Mister Angka

Pada Desember 2018, sempat terjadi penurunan aktivitas di gunung api tersebut. Kemudian sejak Minggu 30 Desember 2018 hingga Kamis 3 Januari 2019, kembali mengalami peningkatan aktivitas terus menerus. Pada Kamis 3 Januari 2019, dari pagi sampai sore tadi, terjadi gempa akibat letusan Gunung Anak Krakatau.

Sedangkan semburan abu vulkanik yang mencapai tinggi 2.000 meter itu sebenarnya kolom asap. Tingginya bervariasi dari 200 meter sampai 2.000 meter.

Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kristianto mengatakan, mengemukakan, semburan kolom asap Gunung Anak Krakatau tidak berbahaya bagi warga sekitar. Karena itu, PVMBG merekomendasikan jarak aman 5 kilometer. Nelayan dilarang beraktivitas di dekat gunung api tersebut.

Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More