Jual Hutan 150 Hektare, Kades dan Sekdes Siambul Indragiri Hulu Ditangkap
Jum'at, 07 Februari 2025 - 20:38 WIB
INDRAGIRI HULU - Polres Indragiri Hulu (Inhu), Riau mengungkap jaringan jual beli hutan. Pelaku yang ditangkap adalah Kepala Desa ( Kades ) Siambul, Zulkarnaen dan Sekretaris Desa (Sekdes) Waryono.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar menjelaskan, keduanya ditangkap oleh polisi pada Kamis (6/2/2025). Keduanya ditangkap karena terlibat dalam jual beli 150 hektare kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Inhu. Keduanya ditangkap bersama tiga pelaku lain, yakni Junaidi, Nuriman, dan Usman, yang membeli dan menggarap lahan yang seharusnya dilindungi tersebut.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar mengungkapkan, kasus ini bermula pada Maret 2024, ketika petugas gabungan dari KPH Indragiri, Dinas LHK Riau, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNB) melakukan patroli di Desa Siambul, Batang Gansal. Dalam patroli tersebut, ditemukan alat berat yang sedang digunakan untuk membuat jalan di dalam kawasan hutan.
"Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan bahwa lahan tersebut telah dibeli oleh Nuriman dan Usman dari Zulkarnaen dan Waryono, dengan harga total mencapai Rp1,8 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membuka kawasan hutan yang rencananya akan ditanami kelapa sawit, meskipun kawasan tersebut termasuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang tidak boleh digarap sembarangan," katanya, Jumat (7/2/2025).
Kades Zulkarnaen yang menjabat sejak 2021 dan Sekdes Waryono yang telah menjabat sejak 2018, diduga telah menerbitkan surat-surat palsu untuk memuluskan transaksi tersebut. Selain itu, Zulkarnaen juga diketahui mengeluarkan surat perintah kerja yang digunakan oleh Junaidi untuk mulai membuka jalan di area hutan tersebut.
Total pembayaran yang dilakukan oleh para pelaku terdiri dari Rp600 juta yang dibayarkan kepada Waryono, dan sisanya Rp1,05 miliar dibayarkan kepada Zulkarnaen. Dalam proses penyelidikan, ditemukan bahwa para pelaku melakukan pelanggaran terhadap UU No. 6 Tahun 2023 dan UU No. 16 Tahun 2023 tentang Kejahatan terhadap Lingkungan.
"Total ada lima orang sudah kita tetapkan sebagai tersangka," tukasnya.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar menjelaskan, keduanya ditangkap oleh polisi pada Kamis (6/2/2025). Keduanya ditangkap karena terlibat dalam jual beli 150 hektare kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di Inhu. Keduanya ditangkap bersama tiga pelaku lain, yakni Junaidi, Nuriman, dan Usman, yang membeli dan menggarap lahan yang seharusnya dilindungi tersebut.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Fahrian Saleh Siregar mengungkapkan, kasus ini bermula pada Maret 2024, ketika petugas gabungan dari KPH Indragiri, Dinas LHK Riau, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNB) melakukan patroli di Desa Siambul, Batang Gansal. Dalam patroli tersebut, ditemukan alat berat yang sedang digunakan untuk membuat jalan di dalam kawasan hutan.
"Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan bahwa lahan tersebut telah dibeli oleh Nuriman dan Usman dari Zulkarnaen dan Waryono, dengan harga total mencapai Rp1,8 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membuka kawasan hutan yang rencananya akan ditanami kelapa sawit, meskipun kawasan tersebut termasuk dalam Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang tidak boleh digarap sembarangan," katanya, Jumat (7/2/2025).
Kades Zulkarnaen yang menjabat sejak 2021 dan Sekdes Waryono yang telah menjabat sejak 2018, diduga telah menerbitkan surat-surat palsu untuk memuluskan transaksi tersebut. Selain itu, Zulkarnaen juga diketahui mengeluarkan surat perintah kerja yang digunakan oleh Junaidi untuk mulai membuka jalan di area hutan tersebut.
Total pembayaran yang dilakukan oleh para pelaku terdiri dari Rp600 juta yang dibayarkan kepada Waryono, dan sisanya Rp1,05 miliar dibayarkan kepada Zulkarnaen. Dalam proses penyelidikan, ditemukan bahwa para pelaku melakukan pelanggaran terhadap UU No. 6 Tahun 2023 dan UU No. 16 Tahun 2023 tentang Kejahatan terhadap Lingkungan.
"Total ada lima orang sudah kita tetapkan sebagai tersangka," tukasnya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda