Asal Usul Kayutangan: Wisata Heritage Malang, Jejak Peninggalan Kolonial Belanda
Jum'at, 20 September 2024 - 09:26 WIB
Toko-toko di Kayutangan dibangun dekat dengan trotoar untuk memudahkan orang melihat barang-barang yang dipajang, mirip dengan konsep kota-kota di Eropa dan Ho Chi Minh City yang dibangun oleh Prancis.
Berbeda dengan kawasan lain di Malang yang lebih mengedepankan fungsi hunian, Kayutangan dirancang khusus sebagai kawasan bisnis. Ini tampak dari jarak yang sangat dekat antara toko-toko dan jalan utama.
Hal itu berbeda dengan kawasan perumahan yang lebih berjarak untuk memberi ruang bagi taman dan fasilitas lainnya. Pada masa kolonial, Kayutangan dikenal sebagai pusat perdagangan barang-barang mewah yang ditujukan untuk kalangan borjuis dan saudagar kaya Eropa.
Barang-barang seperti furnitur, sepeda, suku cadang mobil, piano, dan alat musik dijual di sini dengan kualitas dan harga yang tinggi.
Di masa kejayaannya antara tahun 1930 hingga 1940, kawasan ini menjadi pusat aktivitas ekonomi Belanda di Malang, terutama setelah Belanda pulih dari depresi ekonomi dunia.
Transportasi barang di kawasan ini sangat aktif, menggunakan trem, mobil pick-up, serta kendaraan tradisional seperti cikar dan dokar. Namun, saat peristiwa Malang Bumi Hangus, banyak bangunan di Kayutangan yang dihancurkan mencegah penguasaan kembali oleh Belanda.
Meski demikian, setelah perang berakhir, kawasan ini kembali ramai sebagai pusat perdagangan pada era 1960-an hingga 1980-an.
Kejayaan Kayutangan sebagai sentra perdagangan mulai pudar pada 1990-an, seiring berkembangnya pusat perbelanjaan modern di berbagai bagian Kota Malang. Banyak toko lama di kawasan ini mulai tutup.
Bahkan, beberapa bangunan bersejarah telah digantikan oleh gedung-gedung tinggi. Meski demikian, upaya pelestarian kawasan Kayutangan sebagai wisata heritage terus dilakukan, menjadikannya bagian dari sejarah hidup Kota Malang.
Lihat Juga: Kisah Bripka Poppy Puspasari, Polwan Cantik Menyamar Jadi PSK demi Bongkar Sindikat Perdagangan Orang
Berbeda dengan kawasan lain di Malang yang lebih mengedepankan fungsi hunian, Kayutangan dirancang khusus sebagai kawasan bisnis. Ini tampak dari jarak yang sangat dekat antara toko-toko dan jalan utama.
Hal itu berbeda dengan kawasan perumahan yang lebih berjarak untuk memberi ruang bagi taman dan fasilitas lainnya. Pada masa kolonial, Kayutangan dikenal sebagai pusat perdagangan barang-barang mewah yang ditujukan untuk kalangan borjuis dan saudagar kaya Eropa.
Barang-barang seperti furnitur, sepeda, suku cadang mobil, piano, dan alat musik dijual di sini dengan kualitas dan harga yang tinggi.
Di masa kejayaannya antara tahun 1930 hingga 1940, kawasan ini menjadi pusat aktivitas ekonomi Belanda di Malang, terutama setelah Belanda pulih dari depresi ekonomi dunia.
Transportasi barang di kawasan ini sangat aktif, menggunakan trem, mobil pick-up, serta kendaraan tradisional seperti cikar dan dokar. Namun, saat peristiwa Malang Bumi Hangus, banyak bangunan di Kayutangan yang dihancurkan mencegah penguasaan kembali oleh Belanda.
Meski demikian, setelah perang berakhir, kawasan ini kembali ramai sebagai pusat perdagangan pada era 1960-an hingga 1980-an.
Kejayaan Kayutangan sebagai sentra perdagangan mulai pudar pada 1990-an, seiring berkembangnya pusat perbelanjaan modern di berbagai bagian Kota Malang. Banyak toko lama di kawasan ini mulai tutup.
Bahkan, beberapa bangunan bersejarah telah digantikan oleh gedung-gedung tinggi. Meski demikian, upaya pelestarian kawasan Kayutangan sebagai wisata heritage terus dilakukan, menjadikannya bagian dari sejarah hidup Kota Malang.
Lihat Juga: Kisah Bripka Poppy Puspasari, Polwan Cantik Menyamar Jadi PSK demi Bongkar Sindikat Perdagangan Orang
(ams)
tulis komentar anda