Asal Usul Kayutangan: Wisata Heritage Malang, Jejak Peninggalan Kolonial Belanda

Jum'at, 20 September 2024 - 09:26 WIB
loading...
Asal Usul Kayutangan:...
Kayutangan Heritage telah menjadi salah satu destinasi wisata populer di Kota Malang warisan dari era kolonial Belanda. Foto/Istimewa
A A A
KAYUTANGAN Heritage telah menjadi salah satu destinasi wisata populer di Kota Malang. Kawasan ini sebenarnya merupakan warisan dari era kolonial Belanda, yang dulu menjadi pusat bisnis penting.

Pada masa kolonial, Belanda menata kawasan ini untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi melalui perdagangan, sekaligus menjadi sumber pendapatan pajak negara. Beberapa bangunan ikonik dari masa itu masih bertahan hingga kini, menjadi daya tarik wisata sejarah.

Nama "Kayutangan" diyakini berasal dari letak geografis kawasan ini yang diapit oleh Sungai Sukun dan Sungai Brantas. Berdasarkan bukuPotensi Kampung Kayutangan Heritagekarya Prof. Lalu Mulyadi, Ir. Budi Fathony, dan Ester Prikasari.



Area di sekitar sungai tersebut dahulu merupakan lahan subur dengan banyak pohon, termasuk pohon yang daunnya menyerupai jari tangan. Pohon tersebut dikenal dengan sebutan "Kayu Tangan," yang kemudian menjadi nama kawasan ini.

Tidak hanya di Malang, nama "Kayu Tangan" juga muncul di berbagai tempat lain di Jawa, seperti di Rejotangan, Tulungagung, dan Jotangan di Desa Kenayan.

Pohon ini menjadi bagian dari toponimi yang menggambarkan kondisi ekologis masa lalu, di mana penamaan berdasarkan pohon yang tumbuh subur di wilayah tersebut.

Menurut sejarawan Universitas Negeri Malang (UM), Reza Hudiyanto, kawasan Kayutangan dirancang oleh Belanda menyerupai kota-kota di Eropa.



Toko-toko di Kayutangan dibangun dekat dengan trotoar untuk memudahkan orang melihat barang-barang yang dipajang, mirip dengan konsep kota-kota di Eropa dan Ho Chi Minh City yang dibangun oleh Prancis.

Berbeda dengan kawasan lain di Malang yang lebih mengedepankan fungsi hunian, Kayutangan dirancang khusus sebagai kawasan bisnis. Ini tampak dari jarak yang sangat dekat antara toko-toko dan jalan utama.

Hal itu berbeda dengan kawasan perumahan yang lebih berjarak untuk memberi ruang bagi taman dan fasilitas lainnya. Pada masa kolonial, Kayutangan dikenal sebagai pusat perdagangan barang-barang mewah yang ditujukan untuk kalangan borjuis dan saudagar kaya Eropa.

Barang-barang seperti furnitur, sepeda, suku cadang mobil, piano, dan alat musik dijual di sini dengan kualitas dan harga yang tinggi.

Di masa kejayaannya antara tahun 1930 hingga 1940, kawasan ini menjadi pusat aktivitas ekonomi Belanda di Malang, terutama setelah Belanda pulih dari depresi ekonomi dunia.

Transportasi barang di kawasan ini sangat aktif, menggunakan trem, mobil pick-up, serta kendaraan tradisional seperti cikar dan dokar. Namun, saat peristiwa Malang Bumi Hangus, banyak bangunan di Kayutangan yang dihancurkan mencegah penguasaan kembali oleh Belanda.

Meski demikian, setelah perang berakhir, kawasan ini kembali ramai sebagai pusat perdagangan pada era 1960-an hingga 1980-an.

Kejayaan Kayutangan sebagai sentra perdagangan mulai pudar pada 1990-an, seiring berkembangnya pusat perbelanjaan modern di berbagai bagian Kota Malang. Banyak toko lama di kawasan ini mulai tutup.

Bahkan, beberapa bangunan bersejarah telah digantikan oleh gedung-gedung tinggi. Meski demikian, upaya pelestarian kawasan Kayutangan sebagai wisata heritage terus dilakukan, menjadikannya bagian dari sejarah hidup Kota Malang.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2256 seconds (0.1#10.140)